... urip opo anane kadyo ilining banyu, ora kedhuwuren gegayuhan, ora kejeron pasrahe ...

Monday, December 31, 2007

Di penghujung tahun

Malam ini 2007 usai. Berapa usiamu sekarang? Sudah sekian belas tahun atau sudah sekian puluh tahun. Hampir pasti, tidak ada yang berkata bahwa kini usianya sudah seratus sekian tahun. Amat langka manusia yang berusia seratus tahun. Usia manusia pada umumnya berkisar hanya pada angka belasan dan puluhan tahun. Bahkan, cukup banyak tidak sampai ke belasan, tetapi hanya pada angka satuan tahun. Tak sedikit pula manusia hanya lahir sebentar, beberapa detik, menit, atau jam. Lalu, meninggal, kembali kepada Sang Khalik.

Siapa tahu, dan memang kita tidak bisa memastikan, seseorang merancang program Tahun Baru 2008-nya, namun dia termasuk salah seorang yang harus menghadap Sang Khalik dalam beberapa jam tersisa tahun 2007 ini. Bahkan, tidak jarang pada malam tahun baru, sebelum pukul nol-nol, ada manusia sudah berakhir hidupnya karena berbagai sebab. Tabrakan maut atau kecelakaan di malam pesta Tahun Baru adalah di antara lain sebab-sebab itu.

Beberapa menit lagi 2007 usai. Sudah tepat kalau manusia memikirkan kembali perjalanan hidup yang sudah dilaluinya. Silakan ingat kembali masa lampau ketika masa anak-kanak. Ketika kita masih hidup di kampung halaman di desa. Ketika pekerjaan kita pagi atau sore ialah mengejar dan menangkap capung yang banyak beterbangan di pekarangan depan rumah kita yang ditumbuhi berbagai rupa bunga-bunga. Ketika kita berlari-lari ke musala dekat pasar desa, atau ke sawah menyusuri pematang.

Atau ketika kita bermain di sungai. Atau, melompat jungkir dari perahu-perahu nelayan yang di parkir di pantai desa kelahiran kita. Masa itu, usia kita baru di bawah atau di atas sedikit sepuluh tahun. Masa itu, masa kanak-kanak, masa hidup kita begitu bersih. Bersih lingkungan rumah tua milik orangtua kita. Bersih sungai dan laut tempat kita bermain-main. Bersih pula hati orang-orang dewasa dan kanak-kanak beribadah di musala tua di kampung.

Ketika usia kita disebut remaja, pemuda-pemudi, kampung halaman ditinggalkan. Kita hijrah ke kota. Ke kota untuk meneruskan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Ke kota untuk mengadu nasib, mencari kerja. Kita mengenal banyak manusia lainnya yang bukan sekampung, bukan sebahasa daerah, bukan seperti kawan-kawan kita di kampung dahulu.

Dalam usia seperti itu, kita memasuki dunia pergumulan hidup. Dan, tahun pun berganti, lalu berganti lagi. Musala di kampung semakin tua. Begitu juga rumah tua orangtua kita yang kita sudah tinggalkan juga semakin tua. Usia kita pun semakin tua.

Adakah pada usia yang semakin tua itu, kita masih bisa merasakan kegirangan mengejar capung yang terbang dari satu tangkai bunga ke tangkai bunga lainnya? Adakah air sungai di kampung masih bersih seperti dulu?

Adakah desir ombak di pantai desa kita dulu masih seperti dulu mengajak kita melompat jungkir dari perahu-perahu nelayan? Ketika usia semakin tua, tak tahan rasanya kita membaca berita seseorang menjadi buron karena tindak perbuatan tidak terpuji. Kenapa kita ikut takut dan gemetar, padahal berita itu hanya menyebut nama lain, bukan nama kita, yang ditahan polisi karena perbuatan korupsi?

Rasanya kita mau agar kita masih diberi kesempatan hidup pada tahun 2008 dan beberapa belas atau puluh tahun lagi selanjutnya. Kita mau kembali bersih seperti pada masa kanak-kanak dahulu di kampung. Yaitu, mengejar capung, berlari, melompat dan bermain dengan ombak laut dan air sungai. Bukan seperti sekarang, berita korupsi di koran membuat jantung kita berdegub-degub. Padahal bukan kita. Ya, bukan kita.

Beberapa detik lagi 2007 usai. Masih ada waktu untuk merenungkan dan, bahkan, menangisi usia kita yang sudah sekian tahun, tetapi mungkin tidak sebersih dengan sewaktu kita masih di kampung halaman dahulu. Masih ada waktu, meski sisa beberapa saat.

Sunday, December 30, 2007

uanyel..

"Bencana alam melanda negeri ini akibat banyaknya hutan yang habis di babat ngawur dan semaunya. Kita harus belajar pada negara lain agar tidak terjadi lagi pembalakan hutan!"

"Negara mana pak?"

"Saudi Arabia..."

Wednesday, December 26, 2007

Susah senang, mulur mungkret

Manusia selalu mempunyai keinginan, yang bersifat sebentar mulur, sebentar mungkret, mulur lagi, mungkret lagi. Sifat ini yang menyebabkan rasa hidup orang sejak kecil sampai tua, pasti bersifat sebentar senang, sebentar susah, karena semuanya mempunyai keinginan. Jika tidak mempunyai keinginan, maka ia bukanlah manusia, dan tiap keinginan pasti bersifat seperti di atas tadi.

Jadi rasa hidup manusia sedunia ini sama saja, yakni pasti sebentar senang, sebentar susah. Sekalipun orang kaya, miskin, raja, kuli, wali, bajingan, rasa hidupnya sama saja, ialah sebentar senang, sebentar susah. Yang sama adalah rasanya senang-susah, lama-cepatnya, berat - ringannya. Sedang yang berbeda adalah halnya yang disenangi / disusahi.

Orang kaya senang dapat mendirikan pabrik dan orang miskin senang dapat mendirikan kendil (periuk nasi). Kesenangan kedua orang tadi pada hakekatnya sama. Seorang raja merasa senang bahwa ia dapat menyerbu sebuah kota lawannya. Sedangkan seorang kuli kereta-api merasa senang bila dapat menjelajahi gerbong-gerbong dan memboyong (mengangkat-angkat) koper. Kedua orang itu sama di dalam merasa senang. Seorang wali (orang sakti) merasa senang bila dapat terbang di angkasa, sedangkan seorang bajingan merasa senang pula dapat mencopet barang, kedua-duanya sama di dalam merasa senang.

Tetapi seorang miskin sering beranggapan bahwa orang kaya itu tidak pernah susah. Anggapan demikian itu keliru, sebab diri orang kaya pun berisi keinginan yang bila tercapai pasti mulur. Misalnya seorang kaya raya, memiliki perusahaan angkutan bus. Walaupun sudah mempunyai beratus-ratus bus, keinginannya tentu mulur. Ia tentu ingin mempunyai kereta api. Setelah mempunyai kereta api, pasti keinginannya mulur lagi, ia ingin mempunyai kapal laut. Sebelum keinginan mempunyai kapal laut tercapai, tiba-tiba ia menghadapi masalah berdirinya perusahaan bus baru sehingga ia merasa susah karena khawatir kalau disaingi. Maka orang kaya bagaimanapun, rasa hidupnya tentu sebentar senang, sebentar susah.

Demikian pula seorang wali sering dikira tidak pernah susah. Perkiraan demikian itu keliru, karena wali pun berisikan keinginan. Misalnya seorang wali yang sakti, seperti dalam dongengnya Sinuhun Kanjeng Sultan Agung di Mataram. Ia raja dan juga wali dan ketika ia hendak pergi ke Banten dengan jalan terbang, dan itu terlaksana, maka senanglah ia. Tetapi ketika hendak pulang ke Mataram, juru tamannya meninggalkannya, maka rontoklah bulu sayapnya, hingga susahlah ia. Jika wali yang bagaimana pun, rasa hidupnya pasti sebentar senang, sebentar susah.

Apabila mengerti bahwa rasa orang di dunia sama saja, yakni sebentar senang, sebentar susah, bebaslah kita dari penderitaan siksaan iri hati dan kesombongan.

Saturday, December 15, 2007

Jejak kita

Banyak orang masuk ke dalam kehidupan kita, satu demi satu datang dan pergi silih berganti. Ada yang tinggal untuk sementara waktu dan meninggalkan jejak-jejak di dalam hati kita dan tak sedikit yang membuat diri kita berubah.

Alkisah seorang tukang lentera di sebuah desa kecil, setiap petang lelaki tua ini berkeliling membawa sebuah tongkat obor penyulut lentera dan memanggul sebuah tangga kecil. Ia berjalan keliling desa menuju ke tiang lentera dan menyandarkan tangganya pada tiang lentera, naik dan menyulut sumbu dalam kotak kaca lentera itu hingga menyala lalu turun, kemudian ia panggul tangganya lagi dan berjalan menuju tiang lentera berikutnya. Begitu seterusnya dari satu tiang ke tiang berikutnya, makin jauh lelaki tua itu berjalan dan makin jauh dari pandangan kita hingga akhirnya menghilang ditelan kegelapan malam. Namun demikian, bagi siapapun yang melihatnya akan selalu tahu kemana arah perginya pak tua itu dari lentera-lentera yang dinyalakannya.

Penghargaan tertinggi adalah menjalani kehidupan sedemikian rupa sehingga pantas mendapatkan ucapan: “Saya selalu tahu kemana arah perginya dari jejak-jejak yang ditinggalkannya.

”Seperti halnya perjalanan si lelaki tua dari satu lentera ke lentera berikutnya, kemanapun kita pergi akan meninggalkan jejak. Tujuan yang jelas dan besarnya rasa tanggung jawab kita adalah jejak-jejak yang ingin diikuti oleh putera puteri kita nantinya dan dalam prosesnya akan membuat orang tua kita bangga akan jejak yang pernah mereka tinggalkan bagi kita.

Tinggalkanlah jejak yang bermakna, maka bukan saja kehidupan anda yang akan menjadi lebih baik tapi juga kehidupan mereka yang mengikutinya.

sumber : NN, cerita motivasi, 2007

Wednesday, December 12, 2007

Refreshment

Salah satu faktor internal pada manusia yang dapat mempengaruhi produktifitas adalah kemampuan berkreatifitas. Kreatifitas membantu keberhasilan seseorang dalam menentukan langkah awal yang jitu. Setiap individu dituntut untuk memiliki produktifitas yang tinggi, apalagi dalam suatu organisasi atau perusahaan yang berorientasi pada keuntungan yang tinggi.

Tuntutan seperti itu tidak akan terpenuhi apabila sumber daya manusianya mengalami kondisi kejenuhan. Karena rutinitas misalnya. Rutinitas merupakan faktor eksternal yang dapat mengakibatkan kejenuhan yang akhirnya akan berakibat pada menurunnya tingkat produktivitas dan kinerja seseorang.

Ada beberapa cara untuk menghilangkan kejenuhan, salah satunya adalah penyegaran kembali melalui kegiatan rekreasi inovatif yang dilakukan dengan mengunakan media alam. Kegiatan ini merupakan kegiatan alternatif yang mampu menciptakan suasana segar dan menyehatkan tetapi juga ada nilai tambah yang berusaha ditonjolkan dari setiap permainan atau game sehingga pelaku tidak hanya merasakan senang saja tetapi juga merasakan adanya penambahan pengalaman baru serta pengetahuan baru yang bermanfaat.

Dengan mengikuti kegiatan seperti Outbound atau sekedar Outing, diharapkan seseorang mendapatkan energi baru yang bisa menghilangkan kejenuhan dan meningkatkan suasana keharmonisan di antara peserta sehingga dapat kembali bekerja dengan stamina dan produktifitas yang prima yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja pada tempat ia berkarya.

Sunday, December 9, 2007

Menantu

Ketiga menantu, semuanya perempuan, mengumpulkan suami-suami mereka dan menghadap mertua pria. Intinya mereka protes keras. Mertua wanita, kata mereka, terlalu dominan dan pilih kasih. Sedang mertua pria, terlalu lemah, tidak bisa jadi contoh ketegaran seorang pria.

"Dalam ajaran agama kan juga ada, pi," kata menantu pertama, "istri itu harus tunduk pada suami."

"Benar, pi. Papi tidak boleh takut sama mami," sambung menantu kedua.

"Walau papi sudah tidak kerja, tetapi papi ini laki-laki, tidak boleh bersikap lemah terhadap mami," kata menantu ketiga pula.

Sementara mereka "unjuk rasa", para suami mereka duduk dengan manis dan menganguk-angguk kepala tidak berdaya.

Ketiga menantu perempuan itu, menuntut sang mami untuk tunduk kepada sang papi, pakai comot ajaran agama pula, sementara kaki mereka sendiri berada di atas kepala suami masing-masing.
Paling mudah memang melihat selumbar di mata orang lain, walau ada balok di mata sendiri. Menuntut orang lain begini dan begitu, sebenarnya sah-sah saja, sejauh kita sendiri melakukan apa yang kita tuntutkan itu.

Wednesday, November 21, 2007

Dobrak kemapanan mencari makna

Keberadaan kapal bukan untuk bersandar dengan aman di pelabuhan, tetapi untuk mengarungi laut lepas yang penuh tantangan dan bahaya.

Ya, untuk itulah kapal dibuat. Dengan menantang bahaya di laut akan terlihat kapasitas dan kemampuan kapal tersebut sehingga terbukalah potensi untuk menjelajahi dunia yang luas. Begitu juga dengan manusia. Kadang kita sendiri tidak sadar potensi apa yang tersembunyi dalam diri kita. Banyak kelebihan dan kekurangan yang kita miliki baru muncul dan terlihat kala dihadapkan pada sebuah tantangan atau bahaya yang harus diatasi. Sampai dimana batas kemampuan yang kita miliki, mungkin memerlukan metode juga bentuk pencarian pengalaman tersendiri untuk mengenalinya.

Sebuah memori saat mengikuti tahapan pendidikan dasar sebuah klub penggiat alam bebas, yang dialami berupa perubahan terus menerus dari waktu ke waktu di luar kebiasaan sehari-hari. Mulai dari harus bangun dini hari untuk menyiapkan segala kebutuhan sendiri untuk belasan hari. Lalu meninggalkan keramaian menuju tempat latihan yang terisolir. Materi ruang di sekitar sekretariat yang diikuti keharusan menginap dengan tidur di lantai ubin yang tentu tidak senyaman tidur di ranjang berkasur di rumah.

Ketika mulai terbiasa, tiba-tiba tempat tidur kami dipindah ke hutan dengan ber- bivouac, kelas dipindahkan ke belantara di bawah langit dan rimbunnya pepohonan. Selain itu, karena tak ada dapur umum, kalau tak ingin kelaparan ya harus bisa masak sendiri. Setelah mulai bisa menikmati masakan sendiri yang darurat dan seadanya, berikutnya kami malah dibiarkan merasakan "kemapanan " selama dua hari di lebatnya hutan lereng selatan gunung Lawu, hanya saja hampir semua atribut artifisial termasuk makanan, bahan bakar dan perlengkapan tidur harus dilepaskan ! Survival !! Alat bantu yang masih bisa dan harus diandalkan hanya kemauan untuk bertahan dan akal.

Saat mulai terbiasa dengan kehangatan tidur dalam bivouac alam, selanjutnya kami harus tidur di atas pohon ! Jelas ini mendobrak kebiasaan dari lahir, yaitu dari tidur memakai alas pada posisi horisontal menjadi tanpa alas dan kadang harus dengan posisi vertikal. Masak pun harus bisa memanfaatkan hanya bahan bakar yang tersedia di alam.

Setelah sekitar semingguan lebih kami di belantara Lawu, mulai bisa kenal, akrab bahkan bisa menikmati suasananya, tiba-tiba kami harus meninggalkan lagi "kenyamanan" ini menuju tempat yang sangat bertolak belakang suasananya. Dari tempat hijau dan berhawa dingin, ke tempat gersang dan panas di gunung kapur Karang Lo. Air minum yang kemarin seakan-akan tak bernilai karena melimpah, menjadi sangat berharga karena sulit didapatkan.

Dari Karang Lo, berikutnya kami hampir setiap saat mengalami perubahan bentuk medan latihan. Dari ladang gersang, sungai, jalan raya, perkampungan kecil, rel kereta api, perbukitan hingga kami menemui peradaban normal lagi.

Sehabis dilantik, kami tidak langsung dapat memahami makna apa yang didapat dari pendidikan dasar ini. Pastinya, kami digiring mendobrak kemapanan kepada perubahan demi perubahan hingga nyaris mencapai batas kemampuan diri. Namun setidaknya gambaran potensi diri yang ada mulai terbuka, meski tetap memerlukan perenungan yang panjang untuk lebih memahaminya. Pada gilirannya hasil pemahaman ini seharusnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata di dunia yang selalu berubah dari masa ke masa.

Begitulah salah satu bentuk alternatif pendidikan dengan media alam bebas. Akhir-akhir ini orang mulai menyadari manfaatnya dengan banyaknya kegiatan Out Bound. Dan alam bebas sebagai media tentunya harus terjaga kelestariannya. Sudah adakah kesadaran tentang itu ?

Monday, November 19, 2007

Pemaafan sejati

(lanjutan tulisan terdahulu)

Perlu disadari betapa tindakan memaafkan kesalahan orang lain tetap merupakan perilaku luhur yang patut dijunjung tinggi. Memaafkan bukannya dendam dan balas dendam, yang dapat memberikan penyelesaian atas nyeri jiwa. Namun tindakan memaafkan perlu dimaknai secara benar. Pemaafan mengandung dua butir tindakan hakiki yang menjalin ketimbalbalikan (resiprokalitas) antara pihak korban dan pelaku.

Tindakan hakiki pertama adalah pengakuan kesalahan dari pelaku kesalahan yang didasari penyesalan jujur dan pertobatan. Sedangkan yang kedua berupa tindakan menerima kenyataan, sepahit apapun kenyataan itu, oleh pihak korban. Jadi, dalam pemaafan sejati tidak terkandung represi. Justru pemaafan yang begini memungkinkan semua pihak menatap dan menghadapi realitas menyakitkan apa adanya, realistis.

Sebagai contoh, jika perancang dan pelaku tindak kekerasan dan kerusuhan Mei 98 atau sabtu kelabu 27 Juli 96, ingin mendapatkan pemaafan sejati dari bangsa ini, khususnya dari korban tragedi itu, mereka seharusnya berpartisipasi secara sungguh-sungguh. Dengan jujur dan tulus mengakui kesalahan, menunjukkan penyesalan serta mewujudnyatakan pertobatan termasuk siap menghadapi konsekuensi jika memang dinyatakan bersalah. Di sisi lain, para korban atau keluarganya pun niscaya sungguh-sungguh sudi dan berani menerima realitas menyakitkan, tanpa mesti mempersoalkan lagi kesalahan para pelaku. Tidak ada satu kekuatan pun yang bisa menghapus trauma kejahatan seperti dua kerusuhan tersebut, kecuali kekuatan pemaafan sejati.

Sayangnya, di bumi negeri ini mau mengakui kesalahan dan sikap pertobatan seperti itu sangat langka. Yang sering terjadi justru para penguasa menutup-nutupi kesalahan dan kejahatan masa lampau. Sedangkan para pelaku kejahatan berlagak suci, terus membela diri dengan berbagai dalih. Bahkan mereka secara langsung atau tidak langsung memaksa publik luas untuk menyamakan pemaafan dengan pelupaan.

Maka kian banyak warga bangsa yang merasakan ketidak adilan. Makin tidak populerlah para penguasa yang dulu sempat populer di kalangan rakyat kecil. Yang paling mengerikan, kian dalam penanaman dendam kesumat di tengah khazanah jiwa kolektif hamparan warga negeri ini. Kian runyam pula kualitas relasi antar insan di negara ini. Bukan tidak mungkin, kedepan bangsa ini masih akan terus direbaki berbagai tindak kekerasan yang mengerikan.

gambar dari tempo.co.id

Saturday, November 17, 2007

Mengampuni Kesalahan

bukan sekedar melupakan

Babak sejarah negeri ini yang secara bangga disebut `era reformasi` ternyata terselipi beberapa kerancuan. Salah satu yang mendasar berupa pengartian paksa atas tindakan `mengampuni kesalahan` para pelaku kejahatan politik dimasa lampau, sebagai `melupakan kesalahan`. Melupakan begitu saja. Kerancuan ini tentu melahirkan rasa risi dalam kalbu masyarakat yang masih terus menjaga kenormalan kepekaan kemanusiannya.

Kejahatan yang berbentuk tindak kekerasan keji yang mematikan orang-orang tak bersalah tentu tidak bisa dilupakan begitu saja. Apalagi bagi korban atau keluarga mereka. Bahkan setiap warga yang masih normal nuraninya akan terganggu oleh rasa risi jika kejahatan keji yang sampai merenggut nyawa orang-orang tak berdosa itu dibiarkan saja, tidak diusut, tidak diadili. Apalagi kalau lalu penguasa secara langsung atau tidak langsung menganjurkan kepada masyarakat luas supaya melupakan kesalahan begitu saja.

Persoalannya bukanlah apakah manusia atau suatu bangsa itu pendendam atau pemaaf. Kata `pendendam atau pemaaf` tidak selalu tepat diterapkan untuk suatu keharusan manusia mempertanggung jawabkan perbuatannya. Apalagi perbuatannya itu sungguh berupa kejahatan yang sampai menghilangkan jiwa. Justru ketika dipaksa melupakan begitu saja kewajiban untuk mempertanggung jawabkan kesalahan, jiwa itu akan terus menyimpan konflik yang menyakitkan.

Seiring berjalannya waktu, rasa menyakitkan itu akan makin kronis. Sampai suatu saat, batin tidak tahan lagi menanggungnya, lalu akan memuntahkannya keluar, mungkin dalam wujud agresi atau lainnya. Pelampiasan dendam itu dapat sedemikian brutal atau anarkis. Jadi, pemaksaan supaya melupakan begitu saja kesalahan orang (penguasa/pelaku/otak) yang seharusnya dipertanggung jawabkan, justru menjadi mekanisme pemendaman dendam.

Maka, upaya untuk memaksakan pelupaan begitu saja kejahatan masa lalu sungguh merupakan suatu perilaku yang akibatnya buruk. Bahkan membahayakan. Perilaku ini merupakan mekanisme penggumpalan dendam di dalam jiwa kolektif bangsa ini. Hal itu akan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang menyimpan dendam tak berkesudahan. Juga mengkondisikan bangsa ini sebagai bangsa pendendam yang setiap saat bisa menyuburkan tindak kekerasan brutal sebagai wujud proyeksi rasa nyeri jiwa yang kronis.

(dalam rencana ada lanjutannya he..he..)

Tuesday, November 13, 2007

Usaha

Di sebuah stasiun kereta api, seorang pria tua yang baru turun dari taksi tampak kerepotan dengan kopornya yang besar dan kelihatan berat. Dengan sigap seorang kuli angkut menyongsong calon klien dan langsung memanggul kopor tersebut.

Sampai di kursinya dan si kuli sudah menaruh kopornya, pria itu merogoh sakunya. Di sodorkan selembar ribuan ke kuli tadi. Kontan sang kuli protes,

"Kok cuma seribu? Biasanya 'kan lima ribu?"

Pak tua tadi menjawab dengan enteng,

"Kurasa itu sudah lebih dari cukup"

"Cukup apanya ? Jarak sejauh itu dengan beban berat cuma dihargai seceng?" sungut si kuli.

"Begini, saya jelaskan. Jarak dari pintu masuk ke gerbong kira-kira 30 meter dan jarak dari pintu kereta ke kursi saya sekitar 5 meter. Selama menempuh jarak tersebut usahamu nol karena gaya yang dikeluarkan arahnya ke atas sedangkan lintasan kamu mendatar. Itu bisa digambarkan dalam persamaan : jarak x bobot kopor x cos 90 o. Karena nilai cos 90 o = 0 maka hasilnya juga nol.
Memang, tadi kamu mengangkat kopor setinggi badan kamu sehingga perlu usaha sebesar : tinggi badan x bobot kopor x cos 0 o. Tapi barusan kamu menurunkannya lagi sehingga terjadi usaha yang sama namun negatif. Jadi impas kan ? Nah, usaha yang harus kubayar hanyalah ketika naik dari lantai stasiun ke gerbong. Paham kamu sekarang ?" terang pria tua tersebut yang ternyata dosen mekanika itu.


"huh, dasar pelit !! atau bilang aja kalo ga punya duit"

Saturday, November 10, 2007

c r e d i t

setelah sekian masa mengharu biru suasana lewat laman blog, baik saya nak haturkan terima kasih yang tiada terkira kepada beliau-beliau yang telah memberi inspirasi saya sehengga berbuat sebegini, diantara pun :

masHadi dan Wan Zul pada episode kelam..

UKay's untuk ... (2)

Iraas Irma support di ... (3)

Ella menyokong pada ... (4)

Saari Amri untuk ... (5)

Zurain melengkapi ... (6) akhirnya..

tak lupa kepada komentator-komentator pada sekian postingan silam, sokongan serta kecaman kalian sungguh memberi warna hidup saya. Sekian, salam sayang seribu kali sayang dari saya..

Wednesday, November 7, 2007

... (6) akhirnya..

keranamu...
rela ku tempuh,
sengsara onak duri dingin menjadi api
seribu tahun nanti takkan ku peduli

akhirnya..
tak kau biarkan
hasratku yang terpendam
dalam cahaya cinta
kau biar bagai intan, dilaut dalam....

siang malam asyik bercumbu
dengan bayang mu datang menganggu
hakikat cinta tak menentu
oh firasatku, bagai angin lalu..

biar ku tabur, benih dan bunga
menyambut mesra

kalimah kau ucapkan
walau sebaris kata
dunia menyaksikan
kau cinta padaku..

pagi ini sungguh terasa indaaahhh..

Tuesday, November 6, 2007

... (5)

dapatkah putik menjadi bunga
kiranya cuaca sering gerhana
dapatkah kasih berseri selamanya
ataupun aku harus berserah
kepadanya yang maha esa
mestikah ada satu pengorbanan sehingga terjadinya perpisahan
kiranya itu satu permintaan
perlukah kau dan ku merelakan

kita hanya insan yang selalu mengharapkan
suatu yang indah dalam rasa
kiranya tiba masanya
aku kau tinggalkan

karam aku di lautan duka
bila wajahmu hilang dimata
tiada berita mengobat rindu dikala sendu
ku biarkan luka dihati berdarah sehingga kering dimamah mentari
apakah salahku disakiti sebegini


Sunday, November 4, 2007

... (4)

kelam malam
sepi mengiring kerinduan
tak terbatas ingatanku terhadapmu

dan pada siapa harus kuadukan
resah ini kian menghimpit perasaan

oh seandainya
kasihmu mekar bagai dulu
pasti tidak aku terbelenggu begini

bukan salah aku retak semua ini
bermula darimu, bertikam lidah
lalu..
sirna..

Saturday, November 3, 2007

... (3)

Malamku rasakan sepi
Jiwaku dilanda rindu
Terbayang wajahmu
Rasa cinta bergelora
Rindunya makin terasa
Malam bagaikan lara
Menantikan siang
Resahnya jiwa ku ini


Harapanku agar kau tetap setia
Kan ku belai kasih sepenuh hatiku ini
Abadilah cinta dilubuk kasih mesra
Kan ku jaga agar sentosa
Hebatnya api asmara
Tak terdaya aku mengawal
Moga engkau tahu
Betapa tulusnya kasihku...

... (2)

saat aku resah gelisah
malah kata putus kau pinta

Oh sepinya..
ku rasa..
bila kau tiada..
rindu melanda
menunggu ketika berjumpa kita akhirnya
apalah daya andai hatimu
kering dibakar panas mentari yang menanti

diriku insan biasa,
wajah tampan aku tak punya
harta juga aku tiada
cumalah aku menyintai sepenuh jiwa


.

Thursday, November 1, 2007

episode kelam


wis tak petani salahku opo
duh wong ayu ngomongo sing cetho
ojo 'njur lungo gawe atiku gelo
opo mergo wis ono wong liyo

aku rumongso pancen aku ra mbondho
ora rupo, ojo gawe lara

pupus rasa tresno ngambar wangi kowe sing nyirami
garing tanpa guna nalikane kowe ninggal lungo

aku ora ngira, kowe ninggal lungo
opo mergo wis ono wong liyo..


kini kutahu artinya sepi, bagaikan pisau menghiris hati
ku jua tahu artinya rindu, bagai tertusuk duri sembilu
batin sungguh tersiksa, jasad jadi merana

ternyata hubungan kita satu persinggahan
bukan membalas pengabdian yang rela
kau bilang kepergianmu oh kerana terpaksa
demi hidup yang lebih sempurna

kau anggap kehadiranmu hanya satu persinggahan
tiada menjanjikan mahligai impian sebagaimana kuharapkan..

.

Wednesday, October 10, 2007



Sebening Fiber Optic yang terbentang...

Setinggi Tower BTS yg menjulang...
Sebesar Network Storage Orde Terra..
Secepat Broadband Access..
Dari setiap Folder Hati yg Terdalam..
Mohon dibukakan Bandwith Maaf selebar-lebarnya..
Agar semua dosa kita bisa terformat...

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI

Minal Aidhin walfaizin
Mohon maaf Lahir dan Bathin


Monday, October 8, 2007

iman dan tanggung jawab pada lingkungan

Beriman dan beramal saleh merupakan satu paket. Itulah paket untuk menjaga kesucian asma Tuhan. Menjaga kehormatan nama-Nya. Lha, jika tidak beriman dan beramal saleh, itu berarti mengotori nama-Nya. Bayangkan, mengotori atau mencemarkan nama baik manusia saja sudah merupakan perbuatan tercela. Apalagi mengotori nama dari Dzat yang memberikan hidup kepada manusia ! Sungguh celaka, kalau nama Tuhan banyak dicatut untuk “kepentingan” manusia. Dan, petaka banyak menimpa. Lha wong ibadah kok pakai uang hasil korupsi. Apa itu bukan menghina Tuhan namanya.

Dunia ini rusak akibat ulah hewan-hewan yang berwujud manusia. Bentuknya saja yang seperti manusia. Tetapi mereka tidak memiliki kemanusiaan. Bahkan perilakunya lebih parah dari hewan. Binatang saja tidak mau merusak sarangnya. Lha kok ada manusia yang tega-teganya merusak dan menghancurkan lingkungan hidupnya.

Lingkungan hidup adalah rahim bagi kehidupan. Jika lingkungan hidupnya rusak, maka cacatlah kehidupan kitadi bumi ini. Ya cacat mentalnya. Hidupnya. Dan, kehidupannya. Pernah kita melihat orang yang dilahirkan dalam keadaan cacat tanpa tangan dan kaki. Orang tersebut tampaknya ada yang memelihara. Dia menjadi manusia dewasa tanpa tangan dan kaki. Disandarkan di emperan took, di depannya ditempatkan kaleng untuk menampung uang. Sebahagia-bahagianya orang tersebut pasti ia menderita. Beban psikologisnya pasti berat.Dan celakanya, orang demikian malah dieksploitasi oleh orang yang sehat jasmaninya – tapi bukan sehat mentalnya. Uang hasil dari belas kasihan orang yang lewat, sebagian untuk memelihara hidupnya, dan sisanya tentu demi keuntungan pribadi pemeliharanya. Ya, menangguk keuntungan dari penderitaan orang cacat. Ironis sekali hal ini terjadi di bumi Pancasila.

Adalagi orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai berhala yang harus dituruti. Contoh konkretnya orang yang memerintahkan penebangan hutan tanpa memperhitungkan keselamatan masyarakat. Tebang terus, demi memperoleh keuntungan materi sebesar-besarnya. Mereka selalu cuci tangan atas terjadinya bencana, banjir, salah musim, kelaparan dan lain sebagainya. Mereka yang punya wewenang untuk mencegah tapi malah membiarkan terjadinya penebangan liar atau bahkan bergabung, juga termasuk penyembah berhala ini.

Beberapa tempat di negeri ini pernah atau bahkan ada yang rutin mengalami bencana akibat kerusakan lingkungan. Kebakaran hutan, tanah longsor, banjir, kekeringan dan lain-lain. Korban jiwa pun menyertai rangkaian bencana tersebut. Mengapa hal itu terjadi? Ya, karena ulah manusia yang tidak bertanggungjawab. Mereka yang diberi amanat untuk mengatur daerah itulah yang tidak bertanggungjawab. Siapa itu ? Lagi-lagi tidak perlu tunjuk muka untuk hal ini. Yang jelas, bukan George Bush, presiden yang destroyer itu,. Bukan pula Osama bin Laden.

Saturday, October 6, 2007

Zikir, kontemplasi, semedi...

Pernahkan anda memperhatikan ulat yang hendak menjadi kupu-kupu ? Ulat rakus sekali terhadap makanan. Kalau kita mengamati ulat yang makan, tampaknya tak ada jeda untuk berhenti disaat makan. Dia makan terus sambil mengeluarkan kotorannya. Tetapi ulat amat rasional. Setelah masa pertumbuhannya sebagai ulat mencapai kesempurnaan, ia berhenti makan. Energi yang diisap sebelumnya, digunakan untuk membangun kepompong. Seolah-olah ia membentuk rahim untuk pertumbuhan dirinya. Di dalamnya, ia pelan-pelan mengubah dirinya dari bentuk ulat menjadi bentuk kupu-kupu. Dalam bahasa biologi proses ini disebut metamorfosis. Setelah sempurna kejadiannya sebagai kupu-kupu, keluarlah ia dari kepompong itu, dan sejenak hinggap diatasnya. Adaptasi sebentar dengan keadaan lingkungannya, lalu terbanglah ia.

Ternyata rakusnya ulat hanya untuk mengumpulkan energi. Bukan untuk menimbun keinginan. Bukan untuk merasakan lezatnya makanan. Semata-mata untuk mengumpulkan energi agar bisa digunakan membangun kepompong dan mengubah dirinya menjadi kupu-kupu. Kalau dalam bahasa manusia, tahap pengepompongan itu sama dengan tindakan "semedi, tapa-brata, berkontemplasi". Hanya saja semedi (zikir)-nya ulat itu sudah built-in, sudah terpasang dalam kehidupannya. Kalau sudah waktunya ya langsung berhenti makan dan melakukan proses pengepompongan.


Tapa-brata pada manusia ternyata tidak built-in. Bukan bagian yang tidak terpisahkan dalam dirinya. Karena itu harus diupayakan. Pertama, zikir. Banyak sekali ayat Alquran yang menyerukan zikir. Bahkan, shalat pun ditegakkan untuk berzikir. Zikir, semedi, berkontemplasi ataupun meditasi merupakan langkah untuk meniti ke dalam diri. Melihat ke lubuk hati yang terdalam. Masuk ke dalam gua rahasianya hidup. Mengamati kesadaran diri. Membebaskan pikiran dari halusinasi dan ilusi sehingga bertemu dengan jati diri yang murni. Itu semua maksud dan tujuan dari zikir. Nah, jika dalam Alquran disebutkan bahwa zikir mampu menghasilkan hati yang tenteram, itu bukan mengada-ada. Alquran memberi konfirmasi bahwa salah satu hasil dari zikir adalah tenteramnya hati. Puasnya jiwa. Ketenangan batin.


Kedua, tapa-brata. Menjauhi keramaian duniawi. Untuk apa ? Agar tidak silau dalam melihat gebyarnya dunia ini, agar tidak terjebak masuk perangkap dunia. Mengasingkan diri dari daya tarik dunia atau bertapa-brata, bukan menyendiri di suatu tempat. Tetapi, berani hidup menyendiri. Tidak terombang-ambing oleh tarikan dunia.


Memangnya tidak boleh menikmati kelezatan dunia ini ? Badan jasmani ini merupakan unsur duniawi dari diri seseorang. Tentu saja tak ada larangan untuk menikmati dunia. Akan tetapi dalam menikmati lezatnya dunia ini manusia harus punya rambu-rambu dengan selalu ingat bahwa tujuan akhirnya bukanlah dunia. Dunia hanyalah tangga untuk menuju tempat lain, kembali kepada Tuhan. Ilayhi raji'un.

intermitzuh..

beruntunglah warga negri ini karena punya lembaga negara yang bernama DPR, tempat mengeluh dikala susah, tempat mengadu disaat tertindas, dan sasaran mengumpat yang tepat diwaktu kesal dan jengkel.. right ?

Thursday, October 4, 2007

kemunafikan biang krisis negri ini

Seandainya di bumi Nusantara ini tidak ada orang munafik, atau jumlah mereka itu tidak berarti jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ratusan juta ini, maka krisis di negri ini akan cepat selesai. Jadi kalau negara ini sulit keluar dari krisis berkepanjangan ini, itu tandanya orang-orang munafik masih merajalela di jazirah ini. Tak perlu tunjuk hidung siapa yang munafik lah..

Kalau menurut hadis,
orang munafik itu ya yang jika berkata ia dusta. Jika dipercaya, berkhianat. Dan bila berjanji dia mengingkari. Hadis ini sangat terkenal, diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.

Apa yang dia katakan itu tidak tulus dari hati sanubarinya. Hanya untuk mengibuli atau mengecoh orang lain. Tujuannya, ya untuk kepentingannya atau kelompoknya sendiri. Hal ini tampak jelas pada saat pemilu. Berbagai kata manis dilempar dan segala janji diumbar. Agar orang mau mendukung, memberikan suaranya. Tapi setelah terpilih semua itu dipungkiri, diingkari.


Keluhan orang miskin tidak didengar lagi. Teriakan buruh kecil dibiarkan hilang diterbangkan angin. Janji untuk memperbaiki nasib rakyat jelata, dibiarkan sirna. Akhirnya rakyat lupa akan janji mereka. Dan mereka sendiri alpa dari apa yang mereka janjikan. Bahkan sering keputusan para elite ini berlawanan dengan tuntutan warga yang fakir, yang yang miskin dan yang terlantar, yang mestinya diperhatikan oleh negara. selama kemunafikan merajai negri ini maka tak ada harapan untuk dapat kembali ke alam kehidupan yang sejahtera.

gambar simbah dari sini

Monday, October 1, 2007

Malem Selikuran

Acara ini merupakan tradisi Keraton Surakarta Hadiningrat dan masyarakat Solo yang dilakukan setiap malam ke-21 bulan Ramadhan. Tradisi itu digelar untuk menyongsong lailatulkadar.

Malem Selikuran ditandai dengan kirab seribu tumpeng. Kirab diawali dari halaman Pagelaran Keraton Surakarta, berjalan menyusuri Jalan Slamet Riyadi dan berakhir di Taman Sriwedari Solo.

Barisan kirab diawali oleh para prajurit keraton yang membawa simbol-simbol kebesaran keraton, kemudian dikuti oleh kereta kuda Retno Puspo dan Retno Juwito, yang ditumpangi oleh kerabat keraton.

Di belakang kereta kuda, diikuti barisan 24 ancak cantoko, yang berisi seribu tumpeng serta barisan 21 lampu ting, yang melambangkan peringatan "Malem Selikuran".
Sesampai di Taman Sriwedari, 1.000 tumpeng tersebut diserahkan oleh salah seorang kerabat keraton dan diterima ulama keraton. Setelah berdoa 1.000 tumpeng dibagikan kepada masyarakat, yang lebih dikenal dengan istilah ngalap berkah. Ribuan masyarakat yang berasal dari berbagai kalangan, ikut memperebutkan tumpeng-tumpeng tersebut, yang dipercaya dapat memberikan berkah.

Menurut salah seorang Pengageng Keraton Surakarta, KRA Winarnokusumo, upacara "Malem Selikuran" ini sebagai bentuk ucapan syukur kepada Yang Maha Kuasa serta sebagai wujud permohonan atas keselamatan.
Selain itu kegiatan ini juga sebagai salah satu bentuk upaya pelestarian bu
daya Jawa.

Tahun ini, malem selikuran kalo ga salah diadakan / jatuh pada besok malam, selasa 2 oktober. Tapi satu yang pasti, kita tentu sangat mengharap berkah dari malam Lailatulqadar, kapan pun itu jatuhnya..

Friday, September 28, 2007

anak-anak terlantar

Utusan dari sebuah badan dunia datang untuk meninjau keadaan anak-anak miskin di negri ini. Setelah melihat kondisi yg memprihatinkan dan jumlahnya yang banyak, utusan itu mengusap dada dan bertanya kepada presiden,

"Bagaimana tanggung jawab pemerintah saat ini, bagaimana mungkin begitu banyak anak-anak yang miskin dan terlantar di negeri yang besar ini, bagaimana pemerintah merealisasikan undang-undang terutama pasal mengenai mereka?"

Dengan tenang presiden menjawab,

"UUD mengatakan anak-anak miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, Jadi tidak ada kata tanggung jawabnya, maka mereka semua saya yang pelihara, jadi jangan kaget kalau nanti tambah banyak, karena memang ada yg memelihara"

Thursday, September 27, 2007

(tentang) P U A S A (lagi)

Kalau kita mau jujur, korupsi yang menggurita, penegakan hukum yang lemah, dan berbagai degradasi sikap mental dalam tubuh bangsa ini analog dengan rubuhnya moralitas bangsa. Klaim sebagai bangsa religius tampaknya hanya merupakan lips service saja. Memang praktik-praktik ritual keagamaan secara kasat mata sehari-hari dapat dilihat oleh siapa saja dan di mana saja. Apalagi di bulan Ramadan, fenomena keagamaan tersebut semakin kentara, sehingga bukan saja masjid dan musala yang ramai oleh jamaah, tetapi juga semua stasiun televisi ramai-ramai membuat program Ramadan. Para artis tiba-tiba memakai jilbab atau busana muslim, dan mereka menjadi terlihat alim.

Namun, berbagai ritual keagamaan dan aktivitas ibadah tersebut tidak secara serta merta membuat bangsa ini menjadi lebih bermoral dan beradab. Tentu saja hal ini bukan untuk menggeneralisir keadaan. Semangat menjalankan aktivitas keagamaan tidak secara signifikan memberikan kontribusi bagi menurunnya tingkat korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, baik dalam aspek politik, ekonomi, hukum, maupun sosio-kultural.

Berkenaan dengan puasa, Nabi Muhammad SAW pernah memberikan peringatan, bahwa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Paling tidak ada dua proposisi yang berkenaan dengan pernyataan Nabi tersebut. Pertama, manusia dituntut untuk menggali makna perenial dari puasa, sehingga hasilnya tidak hanya lapar dan dahaga, akan tetapi benar-benar menjadikan manusia lebih berkualitas. Dalam hal ini Imam Al-Ghazali membagi tingkat puasa menjadi tiga: puasa 'am, yaitu puasa yang hanya sebatas tidak minum, tidak makan dan tidak berhubungan badan; puasa khas, yaitu selain menahan ketiga perbuatan tadi ditambah dengan menahan diri dari penglihatan, pendengaran, dan perkataan yang buruk; dan yang tertinggi adalah puasa khawasul khawas, yakni selain melakukan semua hal dalam puasa am dan khas tadi, juga harus mengelola emosi dan sikap mental dari segala hal yang destruktif, seperti korupsi, iri hati, konsumtif, anarkis, dan sikap-sikap patologis lainnya.

Puasa, dengan demikian, merupakan alat uji bagi manusia untuk mengaktualisasikan kemanusiaannya. Manusia diberi intelektualitas dan kebebasan untuk memilih: apakah dia akan berbuat kemaslahatan ataukah dia akan memakan "buah terlarang". Puasalah yang kemudian akan mengarahkan manusia untuk melakukan perbuatan yang konstruktif dalam membangun peradaban. Puasa juga yang akan menjauhkan manusia dari "buah-buah terlarang" yang destruktif dan menghancurkan kemanusiaan.

Sebelum orang lain dan bangsa besar ini, semoga (minimal) diri kita sendiri dapat merasakan hikmah dari puasa kita, Amin

Sunday, September 16, 2007

pe-er (apa pula ini...)

Maunya prei malah dapet pe-er dari bunda Nophee ... waduh apa pula ini :( mengenai kebiasaan lagi.. Ya wis coba tak bikin, dikit wae tapi ya bunda, mohon dimaapken klo terlalu singkat..
Inilah beberapa kebiasaanku :

  1. Baca-baca, bacaan apa aja pa lagi kalo lagi mood bisa langsung tuntas satu judul / buku
  2. Makanan, aku paling suka makanan berbahan dasar mie, esp. mie ayam he..he..
  3. Menyepi, aku paling ga suka keramaian, klo yang laen suka nongkrong di mall or etc, aku lebih suka nongkrong di pinggir rel KA malem2. Sepi = damai (menurutku..)
  4. Film, paling suka film kolosal mandarin / asia, untuk film barat ya koboi lah..
  5. Jalan-jalan, bukan ke tempat yang rame, lebih suka ke gunung -ngadem- or sekedar kemping di pintu rimba ato tempat lain di alam bebas
  6. Bola, satu-satunya keramaian yang kusuka adalah gemuruh di dalam stadion pa lagi teamnya menang (jelazz)
  7. Susah tidur, bukannya ikut2an bunda Nophee lho, pengen banget ngrasain tidur dibawah jam 12 malem, susahhh.. secapek apapun :( duh.. >>Tapi bisa juga disambung : susah tidur, juga susah bangunnya he..he..<<
  8. Warna gelap, apapun pengennya diwarnai gelap ato yang tegas pokoknya, merah ya merah tua, biru ya biru tua etc.
Gitu aja ya bunda, moga bisa di Acc tugas ini. Berikutnya aku tidak akan menunjuk nama lain untuk melanjutkan tag ini, tapi siapa yang pengen bikin / ngerjain juga boleh, silakan isi daftar dibawah ini yang sengaja aku bikin kosong biar sukarela aja yang mau gabung (kurang apa coba)

Tag ini kuturunkan kepada :
.........................................
.........................................
.........................................
.........................................

undang-undang tag ini :

  1. bebas
  2. suka-suka
  3. boleh di modif
  4. terserah deh

Friday, September 14, 2007

apa bedanya

Dalam suatu headline di sebuah suratkabar tertulis judul "Ternyata, 50% pejabat di negeri ini koruptor". Hal ini membuat berang para pejabat dan mereka menuntut suratkabar tersebut untuk meralat berita itu.

Besoknya muncul berita ralat dari suratkabar itu: "Mohon maaf, berita kemarin yang berjudul "Ternyata, 50% pejabat di negeri ini koruptor" adalah salah!
Kami meralatnya. Inilah judul yang benar: "Ternyata, 50% pejabat di negara ini BUKAN koruptor". Para pejabat pun puas dengan judul itu.

Thursday, September 13, 2007

Ramadhan dan televisi kita

Seperti tahun-tahun sebelumnya, jika bulan Ramadan tiba, hampir semua stasiun televisi berlomba-lomba membuat tayangan yang bernuansa Ramadan, mulai dari tayangan talkshow, sinetron, kuliah tujuh menit (Kultum), kuis sampai acara off air. Intinya, dalam bulan Ramadan ini, semua televisi berusaha memberikan tontonan terbaik baik saat berbuka maupun sahur demi rating. Lantas bagaimana dengan kemasan yang seringkali menimbulkan protes di masyarakat?


Memang, belanja konsumtif masyarakat Indonesia meningkat pada bulan Puasa /Ramadan. Peluang itu ditangkap media elektronik yang mencoba meraup belanja iklan aneka produk yang cukup gencar mendera masyrakat di bulan Ramadan.


Tak pelak, media elektronik sebagai salah satu tempat pembelanjaan iklan yang besar mencoba mengemas berbagai tayangan yang diharapkan diminati penonton agar ratingnya tinggi, dengan demikian pemasang iklan akan berlomba-lomba memasang iklan pada tayangan primadona itu. Selama bulan Ramadan, jam tayang utama (prime time) stasiun televisi swasta nasional bergeser menjadi menjelang berbuka dan menjelang sahur. Aneka tayangan yang ada berlomba-lomba menjaring pemirsa sebanyak mungkin, termasuk memberikan hadiah kuis yang besar dengan pertanyaan dangkal.


Maka, acara-acara yang tampil pada jam tayang utama lebih banyak diisi kemasan hiburan. Jika ada dakwah, sekadar tempelan dengan durasi sekian menit yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan durasi penggalan iklan di sela-sela acara.

Terlihat, prime time (jam tayang utama) televisi pun berpindah ke waktu tersebut. Ketertarikan penonton yang besar terhadap tayangan hiburan pun dimanfaatkan dengan menghadirkan program lawak demi memperbesar jumlah penonton untuk mendapatkan rating tinggi, yang akhirnya memberi peluang besar mendapatkan banyak iklan.

Itulah kenyataan tayangan stasiun televisi swasta yang sarat hiburan demi mengejar rating yang berujung pada minat pemasang iklan dan sponsor dalam acara yang ditayangkannya. Meski adapula yang menampilkan kajian agama lebih komprehensif.


Toh semua terpulang kepada pemirsa, apakah akan larut dalam canda selama sebulan penuh atau lebih menggunakan waktu untuk hal-hal yang positif dalam beribadah?

Wednesday, September 12, 2007

Puasa, shaum, poso..

Puasa Ramadan adalah bulan renungan dan introspeksi semua kekurangan diri. Karena punya sifat ananiyah (egosentrisme), selama ini pandangan kita demikian tajam kalau melihat kelemahan dan kekurangan orang lain. Tidak demikian bagi yang berpuasa. Kita akui segala kelamahan diri, sekaligus mengakui kelebihan yang dimiliki orang lain. Sikap ini lahir dari perasaan tidak berdaya dan merasa tidak memiliki apa-apa.

Baru saja beberapa jam tidak makan, tidak minum, betapa lunglai, lemah, tubuh ini kita rasakan. Apa hebatnya kita? Lahirlah sikap tawadlu (rendah hati). Tersingkirlah sifat ujub dan takabur (pongah dan sombong). Karena sedang puasa kita "sumpel" juga mulut ini dengan zikir agar tidak leluasa menggunjing aib orang, tidak mengeluarkan kata-kata kotor, tidak mengeluarkan caci-maki, tidak mengadu domba sesama umat, tidak menyakiti perasaan orang, dan tidak sinis kepada orang yang berbeda paham dengan kita.

Berbagai amal saleh akan berdampak positif terhadap kelangsungan hidup manusia. Karena selama sebulan penuh, shaimun/shaimat (yang melaksanakan puasa) ini di up grade lahir batin oleh Allah agar menjadi muttaqien (orang bertakwa). Jika gelar muttaqien telah dia peroleh, maka tempat kembalinya adalah surga.

Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari bulan agung ini. Sekurang-kurangnya, kita diingatkan kembali oleh Allah arti penting hidup bersama dengan manusia lainnya. Dengan kata lain, makhluk sosial ini tidak akan bisa hidup tanpa ada hubungan baik dengan sesamanya. Ketika puasa, kita dapat merasakan pahit getir menahan lapar dan dahaga. Padahal penderitaan ini hanya sesaat, yaitu sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari. Buat fakir miskin kesengsaraan ini dijalani sepanjang hayatnya. Melalui cara ini, mata batin kita akan peka, naluri ingin menolong akan semakin sensitif dan kepedulian kita kepada semua manusia akan semakin baik. Dengan cara ini akan lahir perasaan sayang kepada umat manusia.

Bedanya, wujud kasih sayang kepada fakir miskin kita nyatakan dalam bentuk santunan sosial material. Mungkin dengan zakat, sedekah, hadiah dan lain-lain. Wujud kasih sayang kepada mereka yang status sosialnya tidak termasuk miskin, kasih sayang ini dapat kita tampakkan melalui santunan imaterial. Bisa dalam bentuk penghormatan, cinta kasih yang tulus, memberikan rasa aman, menghargai dan menghormatinya, serta memberikan hak-haknya sebagaimana manusia pada umumnya.

Wednesday, September 5, 2007

Jin nyerah..

Seorang nelayan sedang menjaring ikan di sebuah teluk, menemukan sebuah botol yang terapung dan tertutup rapi yang segera dihampiri dan diambilnya.

Penasaran..., si nelayan membuka tutup botol, lalu tiba-tiba dari dalam botol keluar asap yang selanjutnya menebal dan mejadi Jin raksasa yang mengambang di depannya.

"Terimakasih tuan, tuan telah membebaskan saya, untuk ini tuan silahkan meminta tiga permintaan, saya akan mengabulkannya" kata Jin.

Setelah kagetnya reda, sang nelayan itu terdiam sejenak lalu dia berkata,

"Baiklah Jin saya ingin tiga kejadian besar terjadi di negeri saya ini, pertama saya ingin semua uang hasil korupsi baik oleh swasta ataupun pejabat pemerintah dikembalikan kepada rakyat, kedua saya ingin semua pelakunya dipenjarakan, ketiga saya ingin hukum benar-benar bisa ditegakkan di negeri saya ini."

Sang Jin berpikir sejenak kemudian, menggeleng-gelengkan kepala, pelan-pelan jasadnya kembali menjadi asap lalu berkumpul masuk kedalam botol itu kembali. Dari dalam botol si Jin berseru,

"Tuan, tolong botolnya ditutup kembali...!!!!!."

Monday, September 3, 2007

Cahaya harapan mengikis kegelapan batin

Kegelapan batin tidak hanya menjadikan gelap bagi jiwa seseorang, tetapi menimbulkan keonaran dalam keluarga, kericuhan di masyarakat, kekerasan, kekejaman, tawuran, pelecehan hukum, dan pembunuhan. Kegelapan batin yang bersekutu dengan kekuasaan, senjata, bahkan teknologi akan menghancurkan tatanan dunia, peradaban, dan kemanusiaan. Bumi ini menangis menyaksikan perilaku manusia dalam amuk kegelapan.

Lalu, adakah harapan bagi kedamaian? Tiap umat beragama harus mempunyai harapan itu, betapapun lemahnya cahaya itu. Kita melihat sumber kehancuran: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin ada serta berasal dari dalam diri tiap orang. Betapaun sulitnya, adalah kewajiban tiap orang untuk membangun dan mengukuhkan keyakinan atas tanggung jawab terhadap tiap perbuatannya. Moralitas menghargai semua kehidupan, mencintai sesama, menerima perbedaan sebagai realitas kehidupan, harus menjadi tema utama pendidikan seutuhnya. Moralitas mencintai dan mengasihi akan membuat seseorang mampu mengendalikan diri dan memahkotai hidup kesehariannya dengan etika.

Sungguh tidak mudah menembus kegelapan batin dengan moralitas kasih sayang bagi semuanya. Tetapi, marilah kita mengajak diri sendiri dulu untuk membuat komitmen kuat dan latihan mental terus-menerus dalam mengusir kegelapan batin dengan moral mencintai dan mengasihi. Tanpa komitmen kuat dan konsistensi mental, kegelapan yang menyelimuti dunia ini tidak mungkin bisa pudar hanya dengan menampilkan simbol-simbol, ritual atau wacana keagamaan semata.

Dengan memulai dari diri sendiri, kita memberikan keteladanan dan mengajak keluarga kita serta semua orang. Keteladanan berbuat baik yang tulus amat dibutuhkan masyarakat dalam mempertahankan kesejahteraan bangsa.
Marilah kita bekerja keras bersama siapa pun yang berniat baik, apa pun agama atau keyakinan, dengan ketulusan hati dan kasih sayang guna membantu siapa pun yang menjadi korban kegelapan batin. Dalam dunia yang sakit, yang sedang terancam kehancuran peradaban, yang diliputi kebutaan moral, kita tumbuhkan kasih sayang guna menolong semuanya dengan kebajikan.

Surat ijin

Kepala polisi suatu wilayah mengirimkan surat kepada salah satu ormas perihal demonstrasi yang akan dilaksanakan di depan kantor gubernur. Berikut petikannya:

Kepada Yth :
Saudara tercinta sesama warga negara,

Kami mengerti akan perasaan saudara mengenai korupsi yang terjadi di lingkungan pemerintahan negeri ini. Kami juga memahami permohonan ijin untuk berdemonstrasi ke kantor gubernuran untuk memprotes fenomena tersebut. Hal yang anda lakukan ini merupakan hal yang biasa di era reformasi ini. Disamping harus menyertakan daftar peserta demo alangkah baiknya saudara juga menjelaskan rute perjalanan saudara, agar dapat kami ketahui dan agar kami dapat "mengamankan" saudara dengan baik. Oleh karena itu saudara tercinta, pilihlah salah satu alat yang saudara senangi untuk "mengamankan" saudara di bawah ini :
  • Pentungan
  • Gas airmata
  • Peluru tajam
Catatan :
Jika saudara tercinta ragu-ragu untuk memilihnya, maka kami dengan senang hati akan memilihkannya dan mempergunakan salah satu diantara alat di atas atau kombinasi dari seluruhnya.

Demikian untuk dapat dimengerti dan harap maklum.

Tertanda
Kepala Kepolisian

Thursday, August 30, 2007

Kegelapan batin ihwal perkara

Saat mengawali abad 21 ini harapan kedamaian dan ketenteraman menyelimuti lubuk hati tiap insan di bumi ini. Harapan suci itu seperti impian yang lenyap saat terjaga. Kita tersentak oleh kekerasan dan kekejaman. Bumi serasa menjadi amat menakutkan dengan gemuruh kejahatan bahkan peperangan, mengoyak dan menghancurkan peradaban. Tetapi, sebenarnya kehancuran yang menerpa kemanusiaan itu dilakukan manusia, sesama kita.

Nafsu keserakahan yang ada dalam diri tiap orang tidak pernah mengenal akhir. Keserakahan tidak memiliki batas kepuasan. Ia tidak mengenal pertimbangan, kepedulian, dan waktu untuk berhenti. Nafsu serakah mudah berubah menjadi kebencian yang menjadi benih kehancuran. Bila pada suatu saat keserakahan tidak mampu meraih kepuasan sesaat, kebencian tampil ke depan melahirkan kemarahan, keinginan untuk menghancurkan, permusuhan, balas dendam, bahkan pembunuhan.

Tiap kejahatan yang tumbuh dari keserakahan maupun kebencian akan melahirkan penderitaan. Sedangkan pengendalian diri dan perilaku bijak membuahkan banyak manfaat bagi yang dirinya maupun orang lain. Bila akar keyakinan masih ada, maka keyakinan atas akibat dari perilaku kita akan mengingatkan tanggung jawab manusia atas tindakannya. Meski mungkin sering tersisih dengan kenikmatan keserakahan atau kepuasan sesaat dari kebencian, keyakinan yang masih ada sungguh bagai cahaya terang yang akan membimbing manusia ke arah kedamaian sejati.

Tapi, tidak jarang kita jumpai fenomena padamnya keyakinan. Bukan hanya keserakahan dan kebencian yang silih berganti mempengaruhi manusia, tetapi kini sumber keserakahan dan kebencian itu sendiri menampakkan dirinya dengan amat jelas menguasai banyak orang. Sumber itu adalah kegelapan batin. Tidak ada lagi cahaya terang dalam berpikir, berkata, dan berbuat. Kegelapan batin membuat manusia tidak bisa lagi membedakan antara yang baik dan berguna dengan yang jahat dan merugikan. Kegelapan batin membutakan banyak orang dari kebajikan lalu menganggap kejahatan sebagai kelaziman.

Dalam kebutaan batin, kenikmatan materi yang lebih banyak dan mudah didapat meski diraih dengan perbuatan amat merugikan bahkan menghancurkan yang lain, dilakukan sebagai pilihan satu-satunya. Fenomena tidak sadarnya seseorang melakukan tindak kejahatan dan tidak ada rasa bersalah, bahkan sebaliknya bangga dan puas dengan "keberhasilannya", benar-benar amat memprihatinkan.

Wednesday, August 29, 2007

Kedamaian batin sumber kebahagiaan

Kita percaya, bahwa tujuan hidup itu adalah untuk mendapatkan kebahagiaan. Sejak lahir, setiap manusia menginginkan kebahagiaan, bukan penderitaan. Ideologi, tingkat pendidikan maupun kondisi sosial, tidak dapat mempengaruhi hal ini. Kita semua menginginkan kepuasan batin. Yang pasti adalah, bahwa semua manusia yang hidup di atas bumi ini, menghadapi persoalan dalam mencari kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Dari itu, yang penting adalah menemukan kondisi-kondisi yang dapat menciptakan kebahagiaan yang sempurna.

Makin banyak kita membahagiakan orang lain, makin besar pula kepuasan batin kita. Dengan memelihara suatu hubungan yang akrab dan hangat dengan orang lain , maka otomatis pikiran kita menjadi tenteram. Kondisi ini dapat membantu menghilangkan rasa takut dan memberi kekuatan pada kita untuk menghadapi setiap cobaan. Hal ini juga sangat berperan dalam keberhasilan kita dalam kehidupan. Selama hidup di dunia ini, kita tidak dapat terhindar dari masalah. Bila saat itu kita kehilangan harapan dan putus asa, maka ini berarti berkurangnya kemampuan kita dalam menghadapi kesulitan. Sebaliknya, bilamana kita selalu ingat bahwa bukan kita saja, tetapi juga orang lain mengalami derita, maka pandangan yang realistis ini dapat memperbesar tekad dan kemampuan kita untuk mengatasi semua kesulitan-kesulitan. Sebenarnya dengan sikap demikian, setiap kesukaran baru dapat dilihat sebagai suatu kesempatan berharga untuk mengembangkan batin kita.

Dengan demikian sedikit demi sedikit kita dapat meningkatkan perasaan belas kasih, yang berarti bahwa kita dapat mengembangkan perasaan simpati yang tulus untuk penderitaan orang lain dan menimbulkan kemampuan kita untuk membantu meringankan penderitaan mereka. Sebagai hasilnya, ketenangan dan kekuatan batin kita akan bertambah. Kita pun makin siap menghadapi realitas kehidupan ini dengan batin yang lebih damai.

Sunday, August 26, 2007

Kita Gagal Memahami Alam

Bencana demi bencana seharusnya memberikan pelajaran penting bagi kehidupan kita. Adalah sebuah fakta bahwa negeri ini memiliki paling tidak 17.000 pulau besar dan kecil.
Dilihat dari berserakannya pulau-pulau itu di sebuah area seluas ini, tentu kita mendadak paham bahwa itu semua disebabkan oleh gempa-gempa terdahulu. Guncangan demi guncangan, juga sapuan-sapuan tsunamilah yang mengakibatkan berserakannya pulau-pulau itu. Ini sebuah fakta dan pelajaran penting bahwa kita ternyata hidup di sebuah area yang memang rawan bencana. Jika tidak datang dari gunung, akan datang dari dalam bumi akibat patahan dan desakan, bisa juga datang dari laut. Bahkan bencana pun datang dari langit karena hujan atau kemarau yang terlalu.


Dengan keadaan alam seperti itu kita hidup dalam ribuan bahkan jutaan tahun. Catatan atau pengalaman pastilah memberikan pelajaran demi pelajaran yang tak akan pernah selesai setiap waktu. Pengalaman menghadapi semua itu membuat pikiran manusia berkembang dan cara bertindak pun semakin baik. Artinya, setiap pengalaman selalu memberikan ruang bagi pikiran dan tindakan untuk tetap atau berubah. Ketika alam semesta memberikan pelajaran kehidupan, manusia seharusnya bertindak dan berpikir serta berkembang semakin baik. Seharusnya juga demikian ketika bencana demi bencana itu menghampiri kita. Seharusnya kita menjadi lebih antisipatif, baik dalam bertindak, bijak dalam keputusan, tertata dalam penanganan.

Namun tampaknya berkali-kali kita gagal Kita semua telah gagal dalam menata kehidupan masyarakat, terutama dalam bersikap terhadap alam semesta. Kegagalan dalam bersikap karena kita tidak pernah belajar tentang perilaku alam semesta. Siulan burung, hanya ditangkap sebagai kicauan semata. Gugusan mega hanya dimaknai sebagai keindahan ciptaan Tuhan semata. Deru angin hanya dimaknai sebagai penyeka basah keringat. Padahal ketika siulan burung berubah menjadi tidak biasa, sebenarnya ia membawa isyarat alam lingkungannya. Ketika burung merasa gerah, perilakunya berubah dan siulan pun berubah. Isyarat berubahnya alam lewat burung itulah tak pernah menjadi pelajaran.

Nenek moyang kita terkenal sangat bijak dan cerdas dalam memahami itu semua. Mereka benar-benar belajar pada alam semesta sehingga sangat antisipatif terhadap seluruh perubahan sekecil apa pun. Setiap perilaku yang berubah, dan tanda-tandanya dicatat. Maka jadilah
primbon (catatan). Namun masyarakat kita sekarang semakin menjauh dari suasana seperti itu karena lingkungan memang tidak pernah menyentuh wilayah pelajaran seperti itu. Katanya sudah menjadi modern, maka catatan-catatan itu semakin tidak diperlukan. Setelah terjadi peristiwa, baru fenomena yang berubah itu ramai diperbincangkan dan digosipkan. Kita semakin gagal memahami kerja alam semesta.

Nurani

Orang zaman dulu mengatakan, uang adalah materi di luar tubuh. Setiap orang juga tahu, setiap orang mencarinya. Pria muda mencarinya demi memenuhi nafsu keinginannya, wanita muda mencarinya demi kemolekan dan kemewahan, orang berusia lanjut memerlukan demi mengatasi kekhawatiran di kemudian hari, kaum intelektual menghendaki demi kemuliaannya, pegawai negeri demi ini menunaikan tugas, dan seterusnya. Oleh sebab itu semua mencarinya.

Ada orang yang bahkan bertempur deminya, orang yang agresif berani mengambil resiko, orang yang bertemperamen tinggi dapat menempuh jalan kekerasan untuk memperolehnya, orang pencemburu mati penasaran karenanya. Memakmurkan rakyat adalah prinsip raja dan pejabatnya, sedangkan pemujaan terhadap materi merupakan tindakan yang paling nista.

Menjadi kaya tapi tidak memiliki nurani akan membahayakan semua makhluk hidup, sedangkan kaya dan memiliki nurani merupakan harapan semua orang.

Menjadi raja, pejabat, kaya dan kedudukan terhormat semua harus disertai dengan nurani. Tanpa nurani tidak ada yang dapat diharapkan dari orang tersebut, kehilangan nurani berarti sirna semuanya. Oleh sebab itu, orang yang mengejar kekuasaan dan mencari kekayaan harus terlebih dahulu menyiapkan serta menata nuraninya. Melewati cobaan, ujian bahkan penderitaan dan berbuat kebajikan dapat membantuk serta mengasah nurani. Untuk itu haruslah mengerti prinsip sebab akibat, dengan memahami ini, maka baik penguasa maupun rakyatnya dapat mengendalikan hatinya masing-masing, dunia akan makmur dan damai. Semoga...

Thursday, August 23, 2007

Jujurnya..

Surti bersama tetangganya, Tukinem mengunjungi pak Karto yang sedang sakit. Ada kelainan yang cukup serius pada jantungnya.

Kata Surti (maksudnya membesarkan hati),
“Tidak usah kuatir, pak, suami saya juga dulu penyakitnya sama kok dengan bapak.”

“O, ya, suamimu juga punya penyakit jantung kayak saya?” tanya pak Karto.

“Iya. Lha wong tanda-tandanya, juga sama kok.,” kata Surti lagi

“Sekarang suamimu sudah sembuh?”

“Sudah meninggal.”

Begitulah, jujur memang baik. Tapi jujur tanpa diimbangi kebijaksanaan jadinya malah bodoh.
Ibarat ketulusan tanpa kecerdikan.

Tuesday, August 21, 2007

Sahabat, Persahabatan...

Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan tumbuh bersama karenanya. Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.

Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya. Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya. Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.


Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya. Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.


Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya. Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.


Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri.


Masihkah ingat kapan terakhir kali kita berada dalam kesulitan. Siapa yang berada di samping kita? Siapa yang ingin bersama kita kala kita tak bisa memberikan apa-apa ?
Dia / mereka adalah SAHABAT kita.

Friday, August 17, 2007

Hakikat Kemerdekaan

Kemerdekaan, pada hakikatnya, bukanlah semata-mata membebaskan diri dari belenggu penjajahan asing. Tetapi lebih dari itu, kemerdekaan yang hakiki adalah kemampuan untuk membebaskan diri dari belenggu hawa nafsu. Manusia yang merdeka adalah manusia yang mampu memerdekakan dirinya dari berbagai penghambaan selain kepada Tuhannya. Seorang pejabat atau pemimpin yang merdeka adalah pejabat/pemimpin yang mampu membebaskan dirinya dari ambisi-ambisi pribadi (dan keluarganya), dan hanya memikirkan kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya. Dia memandang jabatan itu sebagai amanat yang harus dipertangungjawabkan. Seorang cendekiawan yang merdeka adalah yang selalu menyuarakan kebenaran dan keberpihakan kepada masyarakat banyak. Ia tidak akan melakukan upaya pembodohan kepada masyarakat, apalagi dengan menggunakan dalil-dalil dan alasan-alasan yang sengaja didistorsikan atau disalahtafsirkan.

Seorang penegak hukum (hakim, jaksa, polisi maupun pengacara) yang merdeka adalah orang yang memiliki komitmen kuat untuk menjadikan hukum yang benar sebagai panglima. Asas keadilan dan obyektivitas akan benar-benar dijunjungnya. Ia tidak akan berani mempermainkan hukum hanya karena iming-iming jabatan atau materi. Hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.

Seorang pegawai yang merdeka adalah orang yang berusaha mengoptimalkan potensi dirinya untuk meraih prestasi kerja yang baik dan bermanfaat, dengan landasan keikhlasan. Rakyat dan bangsa yang merdeka adalah rakyat yang kritis dan bertanggungjawab terhadap keselamatan dan kemaslahatan bangsanya. Rakyat yang merdeka tidak mudah diprovokasi oleh unsur-unsur yang tidak bertanggungjawab yang bermaksud menjadikan mereka sebagai obyek perasan dan kuda tunggangan.

Kita sadar betul bahwa kemerdekaan yang sudah berusia lebih dari enam dasawarsa ini belum mampu menghantarkan masyarakat dan bangsa kita kepada kemerdekaan yang hakiki. Kita masih dihadapkan pada kenyataan adanya penjajahan dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga krisis demi krisis datang silih berganti seolah tidak akan pernah berakhir. Krisis kepemimpinan, krisis politik, krisis ekonomi, krisis sosial, krisis hukum dan krisis akhlak. Semuanya merupakan pekerjaan rumah yang semakin kompleks dan berat.

Thursday, August 16, 2007

Merdeka ?

Tiap tahun rakyat negeri ini merayakan hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus. Kemeriahan pun selalu mengisi momen ini, mulai dari yang ala kadarnya sampai dengan acara yang besar-besaran, seolah-olah kita selama ini hanya tahu kalau kemerdekaan itu sebatas mengingat dan merayakannya tanpa mengetahui makna kemerdekaan yang sebenarnya.

Padahal kalau melihat kondisi Indonesia sekarang jauh dari makna kemerdekaan, dari sisi ekonomi, pendidikan, pemerintahan, sosial, mengalami kemerosotan dan tidak terlepas dari campur tangan pihak asing. Lalu layakkah negeri ini dikatakan sudah merdeka ?

Kemerdekaan yang ada sekarang ternyata bukanlah kemerdekaan yang sesungguhnya, melainkan pengalihan bentuk penjajahan fisik ke penjajahan pemikiran. Bentuk penjajahan gaya baru inilah yang telah membuahkan hasil. Kondisi negeri yang carut-marut tapi tidak merasa terjajah sedikit pun, contohnya dalam masalah ekonomi dengan diterapkannya sistem privatisasi di negara Indonesia, dengan mudah kekayaan alam seperti hutan, pertambangan laut, listrik dan telekomunikasi dikuasai pihak negara "penjajah".

Ternyata kemerdekaan yang diangggap hakiki belum kita dapatkan pada iklim demokrasi yang selama ini katanya diusung sebagai sistem yang ideal. Kemerdekaan yang hakiki sesungguhnya adalah kemerdekaan yang menghargai dan mengangkat harkat derajat hidup manusia. Kayaknya begitu...