tag:blogger.com,1999:blog-13473499479703479682024-03-13T23:53:02.929+07:00Megono Sangitsayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.comBlogger151125tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-12463497711031736502014-05-01T16:52:00.000+07:002018-01-18T14:02:25.140+07:00Hujan sore<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: small;">Tiba-tiba saja hujan turun. Aku bergegas menepi. Sekelompok anak kulihat berloncatan, menari dibawah cucuran hujan. Aku
menatap mereka dan menelan keluhan yang mulai datang di hatiku. Sementara aku berteduh dan merasa gelisah karena hujan tidak kunjung
reda, anak-anak itu nampak gembira meliuk-liukkan tubuh mereka yang
kecil sambil menari-nari dengan baju yang basah kuyup. Mereka tidak
peduli akan waktu seperti orang-orang dewasa ini. Mereka tidak punya
apa-apa untuk dikeluhkan. Gembira saja bermain bersama air yang jatuh
dari langit.</span></span><br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-q32Xj_GV0o4/WmBGGuDktjI/AAAAAAAABFE/RD4VPB6LGIwQBLTABQnQxIx3DIsVLUQSQCLcBGAs/s1600/anak-anak-bermain-bola.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="393" data-original-width="700" height="111" src="https://1.bp.blogspot.com/-q32Xj_GV0o4/WmBGGuDktjI/AAAAAAAABFE/RD4VPB6LGIwQBLTABQnQxIx3DIsVLUQSQCLcBGAs/s200/anak-anak-bermain-bola.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: small;">Maka, benarlah bahwa kesusahan itu berawal dari cara kita memandang sesuatu
keadaan menurut kepentingan diri kita masing-masing? Sebab, diinginkan
atau tidak, toh hujan tetap akan turun jika dia memang harus turun. Tidak dapat kita menghentikannya. Bukankah kita hanya harus menunggu
sejenak saat langit kembali cerah? Mengapa kita harus merasa kecewa atau
malah gusar? Toh, bukan hanya kita seorang saja yang menerima keadaan
tersebut. Tetapi kita masing-masing lalu melihat kesusahan itu dari
sudut sempit kepentingan diri kita saja. Bukankah dari sanalah sumber
asal segala duka cerita hidup ini?</span></span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: small;"> </span></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />Seorang bapak tua, kulihat muncul dan berteriak dari samping lorong,
melarang anak-anak itu bermain di bawah cucuran hujan. Seorang anak
yang terkecil dari antara kelompok itu berlari sambil mengebaskan
bajunya yang basah. Kakinya terangkat saat dia memutar tubuhnya yang
kurus sambil berseru, "<i>biarin aja!</i>" </span></span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: small;">Dan aku pun tersadarkan dari lamunan
panjangku. Bisa jadi, hidup itu sesungguhnya adalah suatu permainan yang tak perlu
terlalu dirisaukan. Bencana boleh datang silih berganti. Namun hidup
terus saja berlanjut. Dan suka atau tidak, kita tak bisa mengelak dari
kesulitan yang kini menerpa kita. Tetapi jika kita menyadari bahwa,
setiap kesulitan yang kita hadapi juga dihadapi sesama kita yang lain,
lalu mengapa kita harus lari dan menyembunyikan diri kita? Mengapa kita
kadang bersikap pengecut atau malah sering harus mencari kambing hitam
atas kesulitan yang sedang menerpa kita? Mengapa kita terkadang merasa
putus asa dan ingin menghabisi hidup ini? Mengapa kita harus merasa
gagal untuk menerima kemalangan itu? Apa mungkin karena kita
telah menjadi sosok yang dewasa dan karena itu kita lalu gagal untuk
menikmati keindahan permainan masa kanak-kanak kita lagi?</span></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: small;"></span></span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />Kini, perlahan-lahan hujan mereda. Menjadi gerimis yang lembut
menirai. Dan dari balik awan yang tak terlalu tebal, seberkas cahaya
menyorot ke bumi. Anak-anak itu masih saja sibuk bermain di sepanjang
sisi jalan, yang juga mulai dipenuhi oleh para pejalan kaki dewasa yang
tadi melindungi diri mereka di emperan toko. Dan aku pun membaur bersama
mereka. Hujan tiba-tiba saja reda. Menyejukkan udara yang tadi
sedemikian menyengat. Bau tanah basah memenuhi paru-paruku. Pastilah,
kesusahan yang kita alami saat ini pun akan segera menghilang, diganti
dengan kesegaran kegembiraan hidup. Asal saja kita sabar menunggu. Asal
saja kita mau menunggu.</span></span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: small;">Gerimis berhenti, aku kembali menyusuri trotoar basah ini menuju arah pulang... </span></span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-49263754980586276282014-02-10T20:05:00.001+07:002018-01-18T14:06:17.078+07:00Bencana<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Gerimis sepanjang senja. Mendung menjelang malam. Bayanganku terpantul
di atas aspal basah. Lampu jalan meremang dalam kelam langit. Ada rasa
sunyi. Ada rasa sepi. Sesuatu yang terasa akrab. Sesosok tubuh lelaki
terlihat terbaring di atas trotoar yang lembab. Sesosok tubuh yang
memohon sedekah. Sesosok tubuh yang memintal harap. Adakah <span class="mm53y6p7" id="mm53y6p7_6">dia</span>
memilikinya? Maka kukenangkan puluhan tubuh yang bergelimpangan. Ratusan
tubuh yang tersapu bencana. Tubuh-tubuh yang tak pernah mengira akhir
tiba dengan cara tak terduga. Adakah pernah mereka memiliki isyarat?
Adakah pernah mereka membayangkan apa yang kini telah terjadi?
Bersalahkah mereka? Apakah sungguh Tuhan telah melupakan mereka?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-t39nCjUUBFw/WmBHXLDCGzI/AAAAAAAABFQ/Q4M0nGnKbNcZK334iAsNcBxo6hrA4l4OQCLcBGAs/s1600/bencana.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1065" data-original-width="1600" height="133" src="https://4.bp.blogspot.com/-t39nCjUUBFw/WmBHXLDCGzI/AAAAAAAABFQ/Q4M0nGnKbNcZK334iAsNcBxo6hrA4l4OQCLcBGAs/s200/bencana.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span id="goog_1959464619"></span><span id="goog_1959464620"></span>Bencana. Sering kali kita memikirkan hal itu dalam bayang-bayang ketak-pedulian.
Sering kita melalaikan derita yang terjadi sepanjang kita sendiri tak
mengalaminya. Kita <span class="mm53y6p7" id="mm53y6p7_2">lupa</span>
bahwa selalu ada keterkaitan antara diri kita dengan apa yang telah
kita lakukan. Terhadap alam lingkungan kita. Terhadap sesama yang hidup
bersama kita. Bahwa, bila kita percaya hanya kepada-Nya, itu cukuplah.
Bahkan sering kita bersembunyi di belakang jubah kebesaran-Nya untuk
melaksanakan kepentingan kita saja. Lalu kita pun melupakan bahwa Tuhan
tak pernah hanya ada dalam diri kita saja. Sebab Dia adalah pemilik
kita semua. Kita semua.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Malam tiba. Dalam bayangan langit yang gelap. Dan hujan yang turun deras. Langit tanpa bulan. Langit tanpa <span class="mm53y6p7" id="mm53y6p7_4">bintang</span>.
Hanya mendung tebal. Dan sesosok tubuh yang terbaring di atas trotoar
basah. Terbaring di bawah pantulan lampu jalan. Kota seakan
menyemburkan segenap duka laranya dalam tadahan tangan lelaki itu. Berbedakah kita? Tidak. Dalam derita, dalam bencana, kita adalah
satu. <span class="mm53y6p7" id="mm53y6p7_1">Sayang</span> bahwa kita
sering lupa saat kesenangan melimpahi kita. Walau kita tetap memuji
berkah dari-Nya, kita sering alpa dari derita yang bersembunyi di balik
tabir hidup ini. Yang suatu ketika bisa saja muncul dengan tiba-tiba. Dan
tak pernah dapat kita ramalkan. Tak akan pernah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tetaplah berharap, kawan. Semoga kita tak pernah kehilangan harapan. Semoga kita tak
akan kehilangan Dia yang sesungguhnya berada di balik kehidupan kita.
Ya, janganlah kita bersembunyi di balik jubah-Nya karena Dia selalu ada
di balik setiap kehidupan kita semua. Tanpa kecuali. Sebab
jika tidak begitu, untuk apa kita percaya bahwa Dia ada? Hujan menderas
malam hari. Hujan dengan begitu banyak duka dan harapan yang memenuhi
bumi. Memenuhi setiap kehidupan di baliknya. Semoga dari segala bencana
dan kekelaman ini terbitlah kesegaran baru di hari esok.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kita, kita semua menanti fajar baru yang cerah. Tetap dengan harapan.
Tetap dengan berpegangan tangan. Tetap dengan keyakinan bahwa apa yang
telah terjadi adalah pada salah seorang dari <span class="mm53y6p7" id="mm53y6p7_7">antara</span> kita adalah juga mungkin terjadi pada kita semua. Hanya Dialah pemilik kita. Dan hanya Dialah milik kita semua. Kita semua.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><i>Buat kawan-kawan yang sedang tertimpa bencana di berbagai belahan tempat, semoga makin kuat dan tetaplah tegar. Be strong, guys !!</i></span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-11880856818474902262014-01-30T13:45:00.000+07:002018-01-18T14:15:46.798+07:00Mendung sore<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Langit sore itu tertutup mendung. <span class="f8nf460e3" id="f8nf460e3_6">Dia</span> memandangi tirai gerimis yang mulai jatuh. <span class="f8nf460e3" id="f8nf460e3_3">Ada</span>
sesuatu yang lelap dalam kemurungan hidupnya. Ada rasa hampa di dalam
dadanya. Kepahitan. Ketidak-pahaman. Pertanyaan-pertanyaan tanpa
jawaban. Dengan raga terbui, dia biarkan pikirannya melayang lepas.
Melesat jauh. Dari masa lalunya yang kelam ke masa depannya yang muram.
Tidak! Tidak satupun, baik kekuasaan karena materi maupun kekuatan
fisik, yang mampu membelenggu pikirannya. Dengan segudang sesal,
segudang harapan yang kandas serta segudang rasa perih di hati dia
menatap nanar jauh ke luar. Ke tirai gerimis yang sedang memeluk bumi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-pefyknnhmuY/WmBJlzeFPaI/AAAAAAAABFc/W6_DwZv0RD03FS04GFfl4Qv5dDv78uTngCLcBGAs/s1600/lorong.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="480" data-original-width="480" height="200" src="https://2.bp.blogspot.com/-pefyknnhmuY/WmBJlzeFPaI/AAAAAAAABFc/W6_DwZv0RD03FS04GFfl4Qv5dDv78uTngCLcBGAs/s200/lorong.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Berdosakah dia? Tidakkah suatu kesalahan sering terjadi justru
karena ketidakmampuan seseorang untuk menolak kondisi pahit yang
mengungkungnya? Dan bukankah kondisi itu justru sering kitalah yang
menciptakannya? Dengan sedih kutatap matanya yang hampa. Segala kenangan
indah bersamanya dulu, baik atau buruk, kini tersisa samar-samar bagai
selaput tipis dalam waktu. Dia telah berupaya untuk melepaskan diri dari
narkoba yang telah meracuni tubuhnya. Tetapi berkali-kali <span class="f8nf460e3" id="f8nf460e3_4">pula</span> dia gagal. Lamat-lamat kukenang kata-katanya dulu, “Aku hanya mencari cinta, <i>bro</i>, hanya cinta…” </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ah, Cinta. Salahkah dia bila ternyata <span class="f8nf460e3" id="f8nf460e3_7">kita</span>,
sebagai masyarakat yang melingkunginya, gagal memberinya cinta?
Salahkah dia bila kemudian dia merasa menemukan cinta bersama
narkobanya? Salahkah dia? Bukankah luka-luka yang kini ditanggungnya
adalah luka-luka kita pula? Jadi sanggupkah kita menghakiminya? Betapa
sering kita hanya mempersalahkan tanpa merasa perlu untuk bertanya
mengapa. Betapa sering kita hanya mendakwa tanpa merasa perlu untuk
mencari tahu sebabnya. Kita <span class="f8nf460e3" id="f8nf460e3_2">malas</span>
dan enggan untuk menghadapi dan menerima akar permasalahan yang
sesungguhnya. Kita mencari gampangnya saja. Dengan mempersalahkan kita
pun dapat cuci tangan dan berguman “itu salahnya sendiri, bukan salah
kami.” Dengan mudah kita sembunyikan keengganan kita dibalik kata-kata
gegap gempita, Lawan Narkoba!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">“Aku hanya mencari cinta,” katanya. Dan
kita ternyata gagal memberikannya. Ya, kita seringkali gagal memberikan
cinta, baik kepada keluarga maupun sesama kita yang sedang berada dalam
kesulitan. Kita meninggalkan orang-orang yang kesepian. Dan kita
membiarkan keterasingan dari dunia sekeliling menutup jalan ke dalam
hati kita. Kita bahkan membiarkan hati kita yang dipenuhi dengan rasa
cinta tenggelam hanya dalam rindu tanpa berbuat apa-apa. Mungkin karena
kita terlalu terlena dengan kepentingan diri kita sendiri. Mungkin
karena kita lupa akan derita orang lain saat kita sendiri mengalami
penderitaan. Pada akhirnya, kita semua kehilangan cinta. “Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” kata pengkhotbah. Masih ingatkah kita? </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Aku melangkah sendirian di lorong panti rehabilitasi <span class="f8nf460e3" id="f8nf460e3_5">ini</span>. Suara kakiku bergema di ruang kosong, memantul dari tembok ke tembok.
Dari wajah hampa satu ke wajah hampa lainnya. Dari kamar-kamar yang bisu
dan tubuh-tubuh yang layu ke jiwa-jiwa yang merana. Hanya ada suara
gerimis memecah sepi. Suara gerimis dari cinta yang telah terlupakan.
Langit masih pekat. </span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-2804482462492494242014-01-25T13:04:00.000+07:002018-01-18T14:17:20.594+07:00Akhir perjalanan itu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-bi1CcS1dC9A/WmBJ8e5oYVI/AAAAAAAABFg/fuEfxyP1ZxQ3m2wnIWYGuP-1YSCXwvz9gCLcBGAs/s1600/ICU.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1067" data-original-width="1600" height="133" src="https://1.bp.blogspot.com/-bi1CcS1dC9A/WmBJ8e5oYVI/AAAAAAAABFg/fuEfxyP1ZxQ3m2wnIWYGuP-1YSCXwvz9gCLcBGAs/s200/ICU.JPG" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tubuhnya terbaring lemah. Kurus seakan hanya kulit yang membungkus
tulang. Matanya terpejam. Dahinya dipenuhi kerutan kasar. Rambutnya
telah habis rontok. Sesekali <span class="x1i4n5yj496" id="x1i4n5yj496_7">dia</span>
menggumankan keluhan. Aku terpana memandangnya. Ah, aku memandangnya sambil bertanya dalam
hatiku. Diakah teman yang pernah bersamaku mengalami keceriaan hidup?
Diakah teman yang dulu selalu bersemangat dalam mengatasi
masalah-masalah yang melanda kami? Diakah itu? Kemanakah perginya
semangat, ambisi, harapan dan kecerdasannya? Kemanakah perginya hati
yang teramat lembut dalam menghadapi kekerasan dan tantangan yang kami
hadapi? Kemanakah?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Hanya beberapa bulan lalu, dia masih tegar saat menerima berita tentang
kanker yang mendera ususnya. Dan dengan tertawa berkata bahwa dia takkan
takluk dengan penyakitnya. Kini, di sini, di <span class="x1i4n5yj496" id="x1i4n5yj496_4">atas</span> pembaringan sebuah rumah sakit swasta, aku memandang tubuhnya yang kian
melemah akibat proses kemoterapi dan perjalanan penyakit yang tak lagi
mampu dibendung. Kritis setelah dua kali operasi yang dilakukan untuk
membuang sel-sel kanker yang menggerogoti ususnya, dan pada akhirnya
sadar bahwa semuanya tak mungkin lagi dihentikan. Semuanya berjalan
sesuai proses alami yang telah terjadi. Dan waktu hampir tiba baginya.
Pada akhirnya, toh, kita semua akan menjalani
proses akhir ini. Pada akhirnya kita semua akan menuju ke sana. Akhir perjalanan diri. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Matanya tetap terpejam. Namun dari <span class="x1i4n5yj496" id="x1i4n5yj496_5">sela</span>-sela
kelopaknya yang tertutup itu, mengalir tetesan air, bening dan lembut.
Ah..., gumamnya perlahan. Aku mengira dia ingin menggumamkan sesuatu,
namun tak mampu lagi dia mengutarakannya sendiri. Apa yang sedang
dirasakannya? Apa yang sedang berada dalam pikirannya? Apa yang ingin
dikatakannya? Dunia perlahan-lahan telah meninggalkan dirinya. Tubuhnya
telah kalah. Tetapi aku merasakan bahwa dia masih sadar dan tetap sadar
dalam ketidak-mampuannya untuk menyuarakan keadaannya sendiri. Dimanakah
dia sekarang? Sementara aku berdiri di sampingnya, memegang tangannya,
berbisik di samping telinganya, memanggil namanya, dia tak lagi berada
bersamaku. Aku merasakan betapa kian jauh dia. Kian jauh pergi.
Jauh....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Gusti Sang Kuasa, siapakah manusia yang lemah <span class="x1i4n5yj496" id="x1i4n5yj496_6">ini</span>?
Siapakah kami, yang saat demikian kuat dan bugar, mampu melawan apa
saja tanpa pernah mau untuk merasa kalah? Siapakah kami, yang bisa
demikian angkuh untuk mencari aneka jawaban atas kehidupan yang telah
kau ciptakan untuk pada akhirnya hanya bisa pasrah terbaring lemah tanpa
mampu berbuat apa-apa lagi? Aku sungguh tergetar saat menyaksikan dan mendampingi tubuh sahabatku
ini. Tubuh yang pernah demikian gesit dan lincah menghadapi segala macam
cobaan. Tubuh yang pernah demikian tegas dan tegar menerima segala
akibat dari apa yang kami lakukan dulu. Mengapa
hanya tersisa sesosok tubuh yang demikian lemah dan tak mampu lagi
menggerakkan tangannya sekalipun? Dimanakah dia saat ini? Dimana?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dari luar ruangan <span class="x1i4n5yj496" id="x1i4n5yj496_1">ICU</span>
ini, sayup-sayup aku mendengarkan suara riuh percakapan orang-orang
yang mungkin sedang membicarakan peristiwa atau orang-orang yang mereka
kenal. Namun di dalam ruangan ini, hanya ada kesunyian
berdiam diri, mengambang di udara yang berbau obat dan bunyi kelikan
mesin penyambung jiwa. Pada akhirnya, kita semua akan sendirian bergulat
dengan diri kita. Aku yang berada di sisi sahabatku ini, tiba-tiba merasa
demikian terpencil. Jauh dan sendirian. Dalam hatiku bergulat banyak
pertanyaan yang dengan kesadaran penuh, kutahu, takkan pernah dapat
kujawab. Semua peristiwa yang telah silam, kembali dalam kenanganku.
Namun aku tahu bahwa segala sesuatu takkan bisa kembali. Ya, waktu yang
telah lewat akan menjadi masa lampau dan suatu saat terbenam dengan
senyap dalam ingatan. Dengan sedih aku menggenggam tangan temanku ini,
mendoakannya sejenak, berbisik di telinganya untuk tetap tabah menerima
akhir yang tiba. Lalu aku bangkit, meninggalkan ruangan ini,
menanggalkan piyama hijau dan menggantungkannya di
tempatnya, kemudian keluar. Dunia nampak tidak berubah. Tetapi aku
merasa amat sendiri. Hanya sendiri...</span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-88838506178613804192014-01-17T20:35:00.001+07:002014-01-17T20:35:48.124+07:00Masih Lamakah Malam Ini ?<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Siapa yang menyangka dapat memastikan masa depan, bertanyalah pada
musim. Saat langit malam menghitam pekat, kita tahu bahwa hujan akan turun. Dan jika melihat gerimis tiba setelah hujan lebat berkepanjangan, kita
tahu bahwa sebentar lagi langit akan cerah. Musim terus berganti, cuaca
terus berubah. Tidak ada yang baru di muka bumi ini kata pengkhotbah.
Tetapi mengapa kita terus mencari jawaban atas hal-hal yang semestinya
kita telah kenali? Pagi akan datang. Tetapi malam juga.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Ada seorang bapak tua yang pernah saya kenal. Kami sering duduk
berdua, bermain catur sambil dia bertutur tentang masa mudanya. Banyak
hal yang telah dialaminya. Pada akhirnya toh, sampailah dia di masa
kini. Kami berdua duduk bermain catur. Di bawah pohon jambu depan
rumahnya yang sederhana. Dia, seorang purnawirawan yang telah banyak
mengalami banyak kejadian pahit dalam hidupnya, kini bersama-sama
denganku bertutur tentang apa saja sambil menertawai hidup. Pantaskah
kita menangisi masa lalu ? Tanyanya kepadaku. Apa yang sudah terjadi
biarlah lewat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Catatan ini kutulis untuk mengenang dia yang kini telah kembali keharibaan-Nya beberapa waktu lalu. Suatu sejarah hidup adalah waktu yang
lewat melintas. Dan jumlahnya sebanyak jiwa-jiwa yang dulu pernah,
sekarang masih dan akan lahir ke dunia ini. Tiap insan memiliki cita
rasa dan pemikiran sendiri dalam menghadapi waktunya. Ada yang lemah
hati, mudah terguncang dan tergoda untuk pasrah dan menyerah pada keadaan.
Ada pula yang tegar, kokoh dan terkesan keras dalam menghadapi
keadaannya. Tetapi banyak juga yang berada pada batas dua sisi tersebut.
Hidup toh tidak semata hitam putih. Sebagian besar kita berada dalam
lingkungan kelabu yang tak nyata. Maka untuk apakah kita harus ngotot,
berjuang mempertahankan ambisi dan pandangan kita jika toh kita tahu
bahwa pada akhirnya kita hanya debu. Pada akhirnya kita cuma debu
belaka.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Maka jika saat ini kita merasa bahwa malam amatlah panjang,
sesungguhnya dia tetap hanya dua belas jam saja. Dan jika sebagian dari kita, merasa bahwa pagi juga tetap gelap, cahaya pagi pasti akan
terbit juga. Tidak peduli bagaimana cara kita menghayatinya. Apakah akan
kita sia-siakan cahaya itu? Ingatlah bahwa Tuhan
menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik,
menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Dia
tidak pilih kasih. Mengapakah kita harus memilah-milah hidup ini? Merasa
lebih besarkah kita dari Gusti kita? Jika demikian, seberapa berhargakah
kita nilai hidup ini? Pada akhirnya toh, kita akan menyerah lalu
kembali menjadi debu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Demikianlah, hidup berputar terus. Tidak ada yang baru di bawah muka
bumi. Segala sesuatu adalah sia-sia belaka. Demikianlah kata pengkhotbah. Muramkah itu? Tidak! Pada akhirnya kita akan menuju kepada
Dia juga. Karena itu, hidup menjadi berharga bukan karena kita
memasrahkan diri pada keadaan tetapi karena kita melakukan apa-apa yang
diinginkan-Nya. Mungkin kita dapat memperkirakan apa yang akan terjadi di masa depan. Tetapi apa gunanya jika
kita tidak berbuat sesuatu demi menggenapkan kasih-Nya di dunia ini? Pagi
akan datang. Tetapi malam juga. Itulah kesadaran yang alami untuk
menghadapi kesusahan di hati kita semua.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">Bapak tua itu kini telah pergi. Sepanjang hidupnya dia telah
berjuang untuk hidup demi memegang prinsipnya. Dia tersisih dari
pangkat dan kedudukan yang lebih tinggi hanya karena dia berbeda dengan
kebanyakan teman se angkatannya. Dia gagal untuk mencapai posisi tinggi
hanya karena membela kebenaran yang diyakininya. Tetapi dia tidak
menyesal. Dia tidak mengeluh. Dia sadar bahwa itulah resiko yang telah
diramalkannya sebelumnya. Pagi akan datang. Tetapi malam juga. Maka
pantaskah kita ragu pada masa depan? </span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-81597334881450270492012-04-26T16:28:00.000+07:002018-01-18T14:57:20.215+07:00Pada suatu hari<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-XuhnxVhxr1M/WmBS_Y_YYAI/AAAAAAAABHY/8ox4w3TT754fRJ7aEv3GBIOLYGGq2BQJgCLcBGAs/s1600/16.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://3.bp.blogspot.com/-XuhnxVhxr1M/WmBS_Y_YYAI/AAAAAAAABHY/8ox4w3TT754fRJ7aEv3GBIOLYGGq2BQJgCLcBGAs/s320/16.JPG" width="320" /></a></div>
<i><span style="font-size: small;">Pagi menjelang subuh, saat sang candra bersiap istirahat menuju peraduannya..</span></i></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<br /></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-AvXU9XQ-xDU/WmBTV2b1JYI/AAAAAAAABHc/bUZivGmNtM0ywhVc_MFZJwOBG5ARiYmvwCLcBGAs/s1600/29.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="240" src="https://4.bp.blogspot.com/-AvXU9XQ-xDU/WmBTV2b1JYI/AAAAAAAABHc/bUZivGmNtM0ywhVc_MFZJwOBG5ARiYmvwCLcBGAs/s320/29.JPG" width="320" /></a></div>
<i><span style="font-size: small;">Akhir senja, kala sang bagaskara hampir tenggelam di cakrawala..</span></i></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><br /></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">Lokasi : Pantai barat pulau jawa, dari balkon kamar sebuah hotel</span>sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-41791036894052475282012-01-09T12:57:00.000+07:002018-01-18T15:00:29.305+07:00Pusara sore<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-Y-JKHe9UV-w/WmBUDjulQmI/AAAAAAAABHs/OMPYlWvEJrAjSAoKrXLVBQWKw9gVXWAXgCLcBGAs/s1600/pusara.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="194" data-original-width="259" height="149" src="https://1.bp.blogspot.com/-Y-JKHe9UV-w/WmBUDjulQmI/AAAAAAAABHs/OMPYlWvEJrAjSAoKrXLVBQWKw9gVXWAXgCLcBGAs/s200/pusara.jpg" width="200" /></a></div>
Unthukan lemah kuwi isih teles. Ing
ndhuwure semebar kembang layon lan tumacep kayu werna soklat ing sakiwa
tengene. Nyawang kayu lan tulisan jeneng kang ana ing kayu luwi, ana
memori kang teka ngelingi pasuryan kang wis dadi wewayangan. Pasuryan
kang edum semanak kuwi wis lebur bareng ibu pertiwi, nanging gegambaran
pasuryan lan kapribadhene ora bakal ilang saka pangeling-eling.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pepesthen
arupa pati ora bisa disemayani lan diendhani dening manungsa kabeh. Aku
ngerti marang pasrahe kang tenanan. Sumareh ikhlas marang apa kang
bakal teka. Ora mung merga wis dadi sifate kang lembah manah, nanging
uga merga parahe penyakit sing diadhepi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Papa gerah napa ta?" pitakone anake sing isih cilik wektu kuwi.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Papa ora lara, le. Papamu mung lagi ngaso," wangsulane lirih.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Namung ngaso, napa kok kedah wonten ruang isolasi?" anake saya nalisik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dheweke
wis ora kuwawa mangsuli pitakonan-pitakonan sakbanjure saka anake. Luhe
netes saka pojoking mripat, nelesi pipi sing saya dhekok.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dina-dina sakbanjure, kondhisi kesehatane saya mudhun. Sore kuwi garwane ditimbali dhokter kanggo dijaluki rembugan bab penanganan larane.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"
Kondhisi kang garwa saya parah. Dalan siji-sijine mlebu nang ICU,
kemungkinan kudu cuci darah amarga getihe wis kecampur racun saka pecahe
peru," ngendikane dhoktere.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Sedaya tindakan medis kula nyumanggakaken, ndherek dhokter kemawon," wangsulane bojone karo kembeng-kembeng luh.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ambegane
dipacu karo tabung oksigen. jantunge dimonitor terus karo komputer.
Garis munggah-mudun ing layar monitor nandhakaken yen isih ana tandha
panguripan. Nganti tekane garis terakhir sing lempeng ora ana munggah lan
mudhune pratandha sedane. Dheweke wis ora ana, wis lunga. Lunga ngleyang
ndhisiki anak lan bojone, marak sowan marang ngarsane Gusti. Lungane
wis ngluwari siksaning penyakit sing wis nggrogoti uripe, nanging
lungane uga ninggalake dhukita kang jero lan ilange pangarep-arep
kanggo anake.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ma, Papa tindak ngendi?" pitakone anake marang mamane.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Papa tindak sowan ngarsane Pengeran," wangsulane alon.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kapan kondure Papa sakwise nemoni Pengeran?" pitakonane anake sakbanjure.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kasedan
jati tansah ninggalaken dhukita, nanging sakwalike kasedihan kuwi ana
pitakonan sakbanjure kaya sing ditakokaken anake bab lungane papane.
Unthukan lemah sinebaran kembang layon wis nyawijekake jasad karo
bumine. Manungsa cinipta saka lemah, mangka sakwise jiwa lunga tinimbalan, ragane kudu bali nyawisi dadi lemah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Raga
pancen lebur kapendhem bumi, nanging jiwa suksma kuwi abadi. Sakwise
kasedan jati, raga pisah kelawan jiwa. Raga lebur nemahi lemah asale,
suksma lunga bali marak sowan marang Gusti. Pisahing raga lan jiwa
nalika seda, sinawang kadya lepasing suksma saka pakunjaraning raga.
Raga kang nalika uripe tansah nyikep jiwane. Merga raga kang ringkih,
kadhang ndadekake jiwa katut ringkih.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sandyakala tumurun luwih cepet ing komplek pasareyan iki. Wit-witan
ngrembuyung sing nutupi lan sororting srengenge ilang luwih dhisik
katolak godhong-godhong tuwa lan semribiting gandane kembang layon.
Pindha kapal sing ngeterake penumpang tekan pelabuhan, dheweke ora
ngerti tujuan sakteruse para penumpang kuwi. Semono uga para asung
belasungkawa lan pangiring jenazah, hamung bisa ngeterake raga kang seda
nangin ora ngerti parane jiwa sakbanjure. Nanging, kanggone kawula kang percaya marang Kang Maha Kuwasa, kabeh yakin yen suksma bakal bali marang <i>Sangkan Paraning Dumadi</i>.</div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-61657280573938921882011-10-15T22:00:00.000+07:002018-01-18T15:08:46.122+07:00Esem...<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-jI-xpABfXeE/WmBV_IW9qyI/AAAAAAAABH8/VSEyJ4fe1rAjMSPbquL1lCdUJjc84KE3wCLcBGAs/s1600/kopi%2Bsenyum.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="300" height="200" src="https://3.bp.blogspot.com/-jI-xpABfXeE/WmBV_IW9qyI/AAAAAAAABH8/VSEyJ4fe1rAjMSPbquL1lCdUJjc84KE3wCLcBGAs/s200/kopi%2Bsenyum.jpg" width="200" /></a></div>
Sedulur... wingi sliramu teka kanthi kebak ing sambat. Dina iki sliramu sambat maneh. Aku bisa paham apa sing mbok rasakake, utamane nalika sliramu menehi esem. Ya, menehi esem sing mbok anggep paling endah, marang kancamu. Nanging sing mbok tampa minangka piwalese mung sawijining sikep kang adhem. Aku ngerti yen sliramu nesu, kepara sengit marang kancamu sing nduweni polah sing kaya mangkono. Aku paham yen sliramu ngarepake supaya dheweke mbales kanthi sikep sing trep, sak ora-orane ya mbales kanthi esem, najan dudu esem sing paling endah.</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br />
Sakjroning lara atimu, sliramu sumpah, "Tobat, aku ora arep kekancan maneh karo dheweke. Ora pantes dak dadekake kanca !" Lan sliramu getem-getem muntab, kaya-kaya arep nguncalake dheweke nang panggon uwuh. Sliramu ngarepake supaya dheweke ilang saka panyawange netramu. Sliramu mikir gampang ngowahi kekancan pindha molak-maliking tangan. "Apa isih ana pasrawungan raket kang awet?" sliramu isih wae takon marang atimu dhewe.</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
Sedulur... aja gampang nesu. Dheweke ora mbales esemu bisa wae merga dheweke lagi ora bisa mesem. Ana kedadeyan utawa perkara kang dumadi marang dheweke sing ya mung dheweke dhewe sing mangerteni. Mbok menawa wae dheweke wingi ora ngati-ati, banjur kesandhung lan njarem sikile. Mbok menawa dheweke wingi wis sinau kanthi direwangi lek-lekan nanging bijine tetep ora maremake. Mbok menawa atine isih rinujit nalika wong sing ditresnani ngaturake salam pisah. Isih akeh "mbok menawa" sing ndadekake dheweke ora bisa mesem kanggo mbales esemu.</div>
<div style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sedulur... sliramu isih bisa mesem. Isih bisa ngguyu. Wenehana esem marang dheweke. Dadia pindha saklariking sunar pepadhang rikala dheweke ana jroning petenging wengi. Apuranen dheweke menawa dheweke durung bisa asung esem marang sliramu rikala iki.</span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-86254599019314028002011-07-08T17:48:00.004+07:002018-01-18T15:10:44.702+07:00Es teh tawar<div style="text-align: justify;">
Saat itu aku sedang berada di tempat makan bakmi ayam di seputaran stadion bersama beberapa temanku. Aku sedang tidak ingin minum yang manis.<br />
<br />
“Es teh tawar, jangan manis ya bu”, pesanku kepada ibu penjual bakmi.<br />
<br />
“Tidak ada mas, adanya es teh manis”, jawab ibu itu.<br />
<br />
Kemudian temanku melihat ke arahku seakan bingung dan aku pun terus terang bingung juga, kok es teh tawar tidak ada, tapi es teh manis ada ?<br />
<br />
Temanku menyahut, "<span style="font-style: italic;">gini</span> bu, waktu buat es teh, jangan dipakaikan gula, jadi nggak manis".<br />
Tapi si ibu ini tetap bilang, "nggak bisa mas, pasti manis".<br />
<br />
Kemudian logikaku berpikir, mungkin dia sudah membuat dalam jumlah banyak dan sudah dicampur gula, jadinya semuanya manis.<br />
<br />
Karena penasaran temanku <span style="font-style: italic;">bilang</span>, "Tolong <span style="font-style: italic;">deh</span> bu, bawa kesini tehnya, kami ingin lihat cara buatnya".<br />
<br />
Si ibu ke dalam dan kembali dengan beberapa buah gelas berisikan es batu dan beberapa botol <span style="font-weight: bold;">‘Teh Botol’</span>. Mengertilah kami, dan kami pun tertawa akan hal ini, ternyata es teh itu <span style="font-style: italic;">yah</span> ‘teh botol’ itu, ya... otomatis manis, <span style="font-style: italic;">gimana</span> buat jadi nggak manis.<br />
<br />
Kami katakan kepada ibu, “<span style="font-style: italic;">bilang dong</span> bu, kalau ini teh botol namanya, jadi kami mengerti kenapa nggak bisa nggak manis”. Lalu kami meminumnya dan menyantap bakmi ayam itu.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-UKziokrF02A/WmBWd8huN_I/AAAAAAAABIE/bmTzeD3Z35MIUG2LDioU_pZaQoC0H6phACLcBGAs/s1600/es%2Bteh.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="500" data-original-width="375" height="200" src="https://4.bp.blogspot.com/-UKziokrF02A/WmBWd8huN_I/AAAAAAAABIE/bmTzeD3Z35MIUG2LDioU_pZaQoC0H6phACLcBGAs/s200/es%2Bteh.jpg" width="150" /></a></div>
Kadang kala kita ingin memaksakan suatu kehendak kepada orang lain, seperti halnya sewaktu saya ingin meminta eh teh tawar itu, kita sudah punya pikiran sendiri bagaimana es teh itu dibuat. Tapi dilain hal ternyata yang tersedia itu justru teh yang sudah dalam kemasan botol. Apa yang ternyata kita pikirkan itu berbeda sekali dengan apa yang ada.<br />
<br />
Dalam berdoa kita juga sering memaksakan kehendak kita dan merasa kecewa jika doa kita tidak terkabul, seperti seseorang yang<span style="font-style: italic;"> curhat</span> padaku beberapa waktu lalu, dimana dia mendoakan kesehatan ayahnya, dan ia rela memberikan setengah umurnya kepada kehidupan sang ayah. Tapi ternyata sang ayah meninggal, dan dia kecewa kepada Tuhan kenapa Tuhan tidak mendengarkan doanya padahal ia telah memberikan setengah umurnya untuk umur sang ayah.<br />
<br />
Temanku mungkin beranggapan ia bisa mengatur melalui doa yang ia panjatkan tapi kehendak Tuhan berbeda, mungkin saja si ayah itu juga berdoa hal yang sama, sehingga si ayah rela memberikan juga umurnya untuk anak-anaknya, dan semuanya itu kembali kepada kehendak Tuhan.<br />
<br />
<span style="font-style: italic;">Pengeran iku sing paling kuwasa, tetepa nenuwun kanthi lembahing ati..</span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-69235538091063299802011-05-20T10:00:00.003+07:002018-01-18T15:14:03.628+07:00Pacar Atheis (joke)<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-HcSKDtOOiEo/WmBW8dXh1WI/AAAAAAAABIM/izuhF8AwW0coaj-3RVs78AO6sP-yj4DWQCLcBGAs/s1600/atheis.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="160" data-original-width="146" height="200" src="https://3.bp.blogspot.com/-HcSKDtOOiEo/WmBW8dXh1WI/AAAAAAAABIM/izuhF8AwW0coaj-3RVs78AO6sP-yj4DWQCLcBGAs/s200/atheis.jpg" width="182" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Seorang ibu katolik semula menolak keras anak gadisnya pacaran dengan pria atheis. Ia kuatir, anak semata wayang yang pintar menjual itu bakal keseret jadi atheis.</span><br />
<span style="font-family: "arial";"><br /></span>
<span style="font-family: "arial";">Ketika sang anak merajuk lagi supaya diijinkan melanjutkan hubungannya, sang ibu punya ide brilian : </span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">"Baiklah, kau boleh pacaran, asal bujuk dia masuk katolik," kata sang ibu. </span><br />
<span style="font-family: "arial";">"Kalau dia mau masuk katolik..." kata si anak setengah bergumam.</span><br />
<span style="font-family: "arial";">"Kamu boleh kawin dengannya. Dan ingat, jangan tangung-tanggung meyakinkan orang atheis," sambung sang ibu.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Begitu mendapat restu, si anak tambah semangat menjual gagasan katolik pada sang pacar, si pria atheis menampakkan rasa tertarik pada jualan pacarnya, dan sang ibu makin yakin ide mengkatolikkan pria atheis itu bakal jadi kenyataan. </span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Suatu hari, menjelang hari H perkawinan mereka, si gadis pulang ke rumah dengan mata berlinang,</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">"Ada apa sayang? semua sudah oke, kan ?" tanya si ibu. </span><br />
<span style="font-family: "arial";">Sang anak menjawab sambil terisak, "Bubar semua deh! Gara-gara aku gencar menjual gagasan katolik, sekarang dia malah memutuskan jadi Pastur !"<br /><br /><span style="font-size: 85%; font-style: italic;">sorry, repost, just for joking :D</span></span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-49872486962118454442011-04-26T19:35:00.003+07:002018-01-18T15:15:08.406+07:00Hastinapura makin kelam<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-KgPpCDXoc5Q/WmBXf1nTpyI/AAAAAAAABIY/n9Ug0JXVr0oY0I86Qx0lOObZmN0lJAMIgCLcBGAs/s1600/hastinapura.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="210" data-original-width="240" src="https://2.bp.blogspot.com/-KgPpCDXoc5Q/WmBXf1nTpyI/AAAAAAAABIY/n9Ug0JXVr0oY0I86Qx0lOObZmN0lJAMIgCLcBGAs/s1600/hastinapura.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Duryudana, pemimpin tertinggi negri Hastinapura, kemarin tiba-tiba muncul dalam berita sebuah situs berita </span><em style="font-family: arial;">online</em><span style="font-family: "arial";"> terkemuka negri. Beliau diberitakan sedang memimpin rapat kabinet kerajaan sambil seolah menunjukkan kepada seantero negri bahwa beliau masih eksis dan sehat. Memang beberapa waktu akhir-akhir ini beliau sepertinya menghilang, sepi dari pemberitaan media. Mantan jendral angkatan perang Hastinapura yang semasa kampanye dulu membawa slogan "TERUSKAN !" akhirnya setelah berhasil menjabat, benar-benar melaksanakan slogannya tersebut. Beserta jajarannya, beliau benar-benar "meneruskan" keruwetan tata pemerintahan negri Hastinapura yang sudah terlanjur semrawut sejak periode pertama beliau menjabat.</span></div>
<div class="mbl notesBlogText clearfix" style="font-family: "arial"; text-align: justify;">
<div style="font-family: arial;">
</div>
<span style="font-family: "arial";">Rata-rata media nasional maupun lokal Hastinapura lebih </span>ramai mewartakan tentang tokoh "cerdas" berpostur kerempeng, Arya Sangkuni, yang kebagian posisi memimpin Dewan Kerajaan, yang makin tidak menentu ucapan maupun pernyataan-pernyataannya. Apalagi setelah ditentang banyak kalangan dalam kengototannya membangun gedung baru bagi lembaga yang dipimpinnya. Tokoh ini sedikit menurun pamornya dalam media setelah salah seorang anggota lembaganya, Durmagati, membuat sensasi dengan menonton adegan bilm forno (BF) melalui <em>gadget</em>-nya ditengah sidang dewan kerajaan.<br />
Tak kalah sensasional meramaikan kehebohan negri berikutnya adalah Dewi Krepi, istri Durna. Perempuan berparas biasa yang dengan ajian <em>Salinrogo</em> bisa merubah fisik dirinya menjadi sosok seksi nan montok. Dia bekerja pada sebuah bank dengan jaringan internasional namun justru menyalahgunakan kewenangannya untuk mengibuli banyak nasabah demi keuntungan pribadinya, bahkan sempat tersiar kabar banyak nasabah korbannya yang berasal dari institusi lingkar kerajaan, istilah sebelumnya adalah "senapati berekening gendut". Tetapi, kehebohan Dewi Krepi ini hanya berlangsung sesaat, karena segera dilibas oleh kabar yang meninabobokan para kawula. Yaitu tentang Citraksi, prajurit punggawa keamanan berpangkat briptu yang bergoyang ala Hindustan, negri sesepuh para wayang.<br />
Sebuah organisasi non kerajaan yang selama ini mengurusi hiburan murah nan merakyat, bola sepak, seolah tak mau ketinggalan dalam menyumbang kekisruhan negri. Dursasana, sang pemimpin yang sudah berulang kali bolak-balik penjara akhirnya lengser secara paksa. Kahyangan sudah tidak menghendaki kepemimpinannya. Namun antek Dursasana terlanjur mengakar dan merajalela. Meski Citrakandha, sang sekjen, telah berusaha (seolah-olah) elegan mengundurkan diri, namun banyak anak buahnya yang tak rela dengan kondisi suksesi ini berjalan lancar. Mereka berlomba mencari (sekaligus mengaku-ngaku punya) akses ke kahyangan untuk meminta petunjuk penghuni langit. Dewan kahyangan akhirnya menunjuk beberapa wayang untuk menjadi Komite Penormalan. Tapi lagi-lagi komite ini juga mendapat mosi tidak percaya karena petunjuk dewa tidak selaras dengan yang diinginkan 78 pemilik (penyambung) suara Dursasana.<br />
Semetara itu Adipati Karna, komandan punggawa keamanan kerajaan kembali dibuat pusing dengan munculnya lagi teror bom yang mengguncang negri. Senapati berkumis tebal itu tak habis pikir apa sebenarnya yang dimaui oleh para orang-orang konyol yang menebar teror berkepanjangan, apalagi beberapa waktu silam prajuritnya ada yang sudah kehilangan tangannya akibat bom buku. Lagi-lagi angin pemberitaan meliuk tajam, kabar teror bom tersebut segera menenggelamkan berita tentang nasib kawula yang sedang disandera perompak di Jazirah Banakeling, negri di barat dunia wayang yang berbatasan dengan Kerajaan Samudra.<br />
Ketika dicegat para juru warta istana untuk dimintai tanggapannya tentang kekisruhan negri yang berlarut-larut, Baginda Prabu Duryudana hanya berhenti sesaat dan berkata pelan,<em> </em><br />
<em>"Maaf, saya lagi sibuk mempersiapkan pernikahan putraku dengan putri senapati berambut putih itu,dan tentang keruwetan negara ini, saya sudah berkali-kali menyampaikan melalui media, yaitu SAYA PRIHATIN !"</em><br />
-------------<br />
Gendhing <em>monggang</em> mengalun pelan seiring meredupnya <em>blencong</em>..<br />
<br />
<span style="font-size: 85%;">*gambar nyolong dari Jawapos</span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-51898935253165053362011-03-24T19:45:00.003+07:002018-01-18T15:17:04.496+07:00Sedikit hati...<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-cfuHoiPdhY8/WmBX95LNucI/AAAAAAAABIc/Inqc1BApNGwCgd5LXVdNQz_XVjIab7XMACLcBGAs/s1600/hati.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="203" data-original-width="249" height="163" src="https://3.bp.blogspot.com/-cfuHoiPdhY8/WmBX95LNucI/AAAAAAAABIc/Inqc1BApNGwCgd5LXVdNQz_XVjIab7XMACLcBGAs/s200/hati.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Seorang gadis remaja yang baru datang dari daerah pegunungan selatan. Baru pertama kali ini ia menggunakan jasa angkutan umum di kota ini dengan sistem pembayaran baru. Identifikasi tiket kendaraan itu dengan memasukan selembar kartu pada mesin sensor. Bila kartunya dimasukan secara terbalik, maka mesin akan berdering pertanda bahwa harga tiket belum terbayar. Karena itu sang gadis ini memperhatikan secara seksama bagaimana orang-orang menggunakan mesin tersebut. </span></div>
<div style="font-family: arial; text-align: justify;">
<br />
Di sela-sela itulah, ia melihat sepasang manusia, seorang anak putri dan ibunya yang sudah ubanan. Derap langkah sang ibu tertatih pertanda bahwa ia telah lanjut dimakan usia. Tentu saja ia tak memiliki cukup tenaga. Tangan dan kakinya gemetar ketika menaiki anak tangga bus kota tersebut. Tapi anehnya, anak tersebut terus mendesak dari belakangnya,<br />
<br />
“Cepat naik...!! Lambat betul <span style="font-style: italic;">sih</span>.”<br />
<br />
Sang gadis kampung yang baru datang dari gunung itu kini terpana. Tak pernah ia mendesak ibunya secara demikian. Tak pernah ia berlaku kasar terhadap ibunya. Ia pasti akan menuntun ibunya, memegang tangannya yang telah keriput agar ia dengan selamat masuk ke dalam bus. Tapi <span style="font-style: italic;">huh</span> bengisnya anak ini. Demikian pikirnya. <br />
<br />
Ternyata itu belum cukup. Sang ibu tak tahu bagaimana harus menggunakan kartu tiket, ia tak tahu bagaimana harus memasukan tiket itu ke dalam mesin. Mesin sensor tak henti-hentinya berteriak mengatakan bahwa sang ibu tua itu belum membayar. Tapi anehnya, sang anak hanya memandang dingin bagaimana sang ibunya harus berhadapan dengan kenyataan ciptaan teknologi yang tentu saja tak pernah ada dalam hidupnya sebelumnya. Tangan yang keriput dan gemetar itu terus dipermainkan mesin beku tersebut tanpa memperoleh bantuan. <br />
<br />
Kenyataan ini seakan mengiris batin gadis kampung tersebut. Ia terkejut. Hatinya memberontak, hatinya menjerit. Ia ingin membantu sang ibu tersebut, namun ia sendiri belum begitu paham bagaimana harus menggunakan mesin tersebut. Ia sedang belajar. Anehnya semua orang lain yang ada dalam bus kota inipun seakan mati, seakan buta, seakan tak melihat betapa pedihnya sang ibu dipermainkan mesin tersbut. Beginikah manusia hasil ciptaan teknologi canggih? Beginikah manusia metropolitan yang seakan berubah beku? Beginikah manusia kota yang seakan telah kehilangan sebongkah hati?<br />
<br />
<span style="font-style: italic;">Huh</span>... kalau seandainya kita cukup menggunakan sedikit hati... Menggunakan sedikit hati mengulurkan tangan membimbing sang ibu menaiki tangga bus ini... Seandainya kita menggunakan sedikit hati untuk mengatakan kepada sang ibu bahwa kartu yang dimasukan ke mesin itu dalam posisi terbalik... Seandainya semua penumpang bus ini menggunakan sedikit hati.. Seandainya semua manusia yang mendiami bumi kita ini menggunakan sedikit hati untuk saling memperhatikan, untuk memandang dengan penuh kasih, untuk memberikan seulas senyum, pasti dunia kita ini akan berubah menjadi dunia yang indah. Demikian sang gadis desa dari pegunungan selatan ini bermimpi. Ia bermimpi di siang hari di tengah sesaknya bus kota ini. Ia bermimpi di antara tumpukan manusia yang hatinya seakan telah berubah beku ini.<br />
<br />
Bus masih merayap pelan, sementara gerimis mulai turun..</div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-87103735085167078152011-02-25T14:27:00.005+07:002018-01-18T15:18:44.729+07:00Angin<div style="text-align: justify;">
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial";">“Aku tidak tahu mengapa kita semua telah menjadi bangsa yang tegar tengkuk. Celakanya, dalam banyak segi, kita melakukan perbuatan-perbuatan itu demi nama Tuhan. Padahal yang kita perjuangkan hanya kepentingan kita sendiri. Karena kita telah menjadi korban, maka kita pun lalu mengorbankan orang-orang lain. Orang-orang yang sering tidak bersalah sama sekali. Maka apakah sungguh adil jika kita memperjuangkan keadilan dengan melakukan ketidak-adilan? Apakah sungguh benar jika kita berupaya menegakkan kebenaran dengan melaksanakan hal-hal yang melanggar kebenaran itu sendiri? Cobalah untuk merenungkan, bagaimana perasaan kita sebagai korban. Begitulah perasaan mereka juga yang telah kita korbankan. Atas nama apa pun juga....”</span></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-AeCWbkOnZZk/WmBYW5hSeGI/AAAAAAAABIo/3PDNK5DaVIw1O8CmqrTFqGTZ6xdiENe1wCLcBGAs/s1600/skul.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="162" data-original-width="200" height="162" src="https://1.bp.blogspot.com/-AeCWbkOnZZk/WmBYW5hSeGI/AAAAAAAABIo/3PDNK5DaVIw1O8CmqrTFqGTZ6xdiENe1wCLcBGAs/s200/skul.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Demikianlah, kemarin seorang bapak tua mengungkapkan perasaannya saat menonton tivi di poskamling yang menayangkan berita tentang kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini. Pembunuhan. Pemerkosaan. Penindasan. Teror. Kita memang hidup di zaman dimana percepatan informasi telah menciptakan gelombang sensasi sehingga dengan mudah kita melakukan pembalasan bukan untuk pembalasan itu sendiri. Tetapi demi popularitas dan demi menyatakan keberadaan kita di dunia ini. Kita ingin orang-orang tahu bahwa kita sungguh eksis, bukan hanya sebagai batu-batu yang diam yang mudah untuk dipermainkan begitu saja. Maka kita melakukan aksi. Agar kita dikenal. Agar kita ada.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Perlukah itu? Saya meragukannya.</span><span style="font-family: "arial"; font-style: italic;"> "Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang.”</span><span style="font-family: "arial";"> Sabda itu terus menggema di hatiku, saat membaca berita tentang kekerasan berbau SARA beberapa waktu lalu. Kekerasan hanya membuahkan kekerasan. Pembalasan hanya mendatangkan pembalasan. Dan sampai kapankah ini berakhir? Tidakkah semuanya hanya sia-sia saja? Untuk apakah kita eksis jika kita harus mengenyahkan keberadaan yang lain? Demi suatu keseragaman? Atau untuk apakah kita kita eksis jika kita hanya eksis demi diri kita sendiri saja? Bukankah Gusti Yang Maha Bijaksana, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Maka apabila kamu hanya mengasihi orang yang mengasihi kamu, apa upahmu?</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Tetapi kita memang hanya manusia yang lemah. Kita tak pernah belajar dari sejarah. Kita selalu ingin agar kebenaran dapat ditegakkan. Tetapi sayang bahwa, kebenaran itu hanya menurut versi kita sendiri saja. Maka kita hanya dapat melihat selumbar di mata orang lain tanpa peduli pada balok di mata kita sendiri. Kita menjadi insan yang tegar tengkuk, insan yang hanya dapat memandang kemauan kita sendiri saja sebagai kebenaran yang pasti. Dan harus ditegakkan. Sambil menganggap keberadaan yang lain hanya sebagai angin yang lalu saja. Kita lupa bahwa angin itu dapat menjadi badai yang dapat merobohkan apa saja. Termasuk diri kita sendiri. Maka jika para korban-korban itu suatu saat kelak menjadi badai, siapakah yang harus disalahkan?</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";"><span style="font-style: italic;">“Cobalah merenungkan perasaan mereka yang telah menjadi korban…"</span> Ya, marilah kita tidak hanya saling menyalahkan, tetapi juga saling memahami satu sama lain. Sebab mereka serupa angin. Dan angin dapat berhembus dengan lembut dan menyibakkan rambut kita dengan segenap kesegarannya. Tetapi dapat juga menjadi topan badai yang dapat merusak dan merobohkan rumah kemanusiaan kita semua. Sebab hanya ada satu bumi.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Hanya satu bumi. </span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-51640194132043005592011-02-11T15:37:00.005+07:002018-01-18T15:20:02.272+07:00Waktu, Kehidupan..<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-YphICnsoOlA/WmBYqZI8mwI/AAAAAAAABIs/Cgf31EMMju83kNf-Sg2KreNs80nb57UuQCLcBGAs/s1600/belimbing.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="194" data-original-width="259" height="149" src="https://1.bp.blogspot.com/-YphICnsoOlA/WmBYqZI8mwI/AAAAAAAABIs/Cgf31EMMju83kNf-Sg2KreNs80nb57UuQCLcBGAs/s200/belimbing.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Aku memandang pohon belimbing yang tumbuh di samping rumah. Aku mengenang saat beberapa tahun lalu aku menanam pohon itu, saat itu dia masih amat munggil, kecil dan nampak lemah tak berarti. Aku kagum melihatnya sekarang. Aku juga memikirkan pada keponakan kecilku yang beberapa hari lalu kujumpai. Aku ingat saat terakhir aku melihatnya, dia hanya seorang anak kecil yang lucu dan menggemaskan. Beberapa hari lalu, yang kujumpai sudah menjadi gadis remaja yang centil dan manis. Kehidupan nampak bergerak di dalam segala sesuatu yang hidup. Dan waktu tidak menyisakan apa-apa bagi kita yang selalu terkungkung dalam masa lalu, kecuali kenangan.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Seberapa banyakkah kita telah berubah? Sadarkah bahwa kita telah berubah? Apakah arti kesedihan dan kegembiraan yang telah kita alami selama menjalani waktu-waktu keberadaan kita? Kita menangis. Kita tertawa. Kita berduka. Kita bahagia. Berapa banyakkah yang telah kita tinggalkan di masa lalu? Berapa banyakkah yang masih akan kita alami di masa depan? Sadarkah kita hari ini? Apakah memang hidup ini hanya sebuah penantian panjang menuju akhir? Apakah arti keberadaan kita saat ini? Untuk apa kita merasakan? Untuk apa kita berpikir? Apa gunanya semua kehidupan yang kita jalani selama ini? Untuk apakah kita ada di sini? Untuk apakah?</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Kehidupan terkadang terasa sebagai suatu barang aneh yang kita jalani tanpa dipikirkan. Kita lahir. Kita bermain. Kita bercinta. Kita bergaul bersama teman dan sesama. Kita menikmati kebersamaan dalam keluarga kita. Baik atau buruk, kita ada dan menjalaninya, sering tanpa merasakan keberadaan kita sendiri. Kita lelap dalam rutinitas seharian. Tertawa. Menangis. Dan waktu bergulir terus tanpa kita sadari. Waktu bergulir terus. Kita mulai menua. Setiap tahun kita memperingati ulang tahun kelahiran kita. Mungkin dalam sunyi. Mungkin dalam derai tawa. Namun waktu keberadaan kita kian memendek. Dan kita sering gagal memahaminya. Atau tak peduli mengenai hal itu. Atau kita tak mau bersusah hati menghadapinya. Hidup telah berjalan dengan normal selama kita menjalaninya apa adanya. Kita, sang manusia, ada dan berada dengan segala kesusahan dan kesenangan kita, seringkali melupakan lewatnya sang waktu yang datang dan pergi dalam diam. Ah, sang waktu yang deras mengalir sesuai dengan perasaan kita....</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Pohon belimbing yang dulu amat mungil dan lemah kini tumbuh menjadi sebuah pohon yang kuat dan tinggi. Keponakan kecilku yang dulu imut dan menggemaskan kita telah berubah menjadi seorang remaja yang lincah dan dewasa. Kita sadar bahwa saat ini tak lagi sama dengan saat kemarin. Tahu bahwa segala keputus-asaan dulu tak lagi punya makna saat ini. Untuk apakah kita bersedih hati? Jika pada akhirnya kita tahu kepastian apa yang akan dihadapi, perlukah segala rasa takut dan khawatir akan hari-hari kemudian? Sepi dan sunyi saat ini. Sepi dan sunyi. Tetapi manusia manakah yang tidak mengalami dan menyadari kesendiriannya dalam sepi dan sunyi itu? Manusia manakah? Kita, manusia. Kita, ada dan hidup. Kita merasa dan berpikir. Kita bersedih dan bergembira. Dalam waktu, kita hanya dapat lewat sejenak untuk istirahat selamanya...</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial"; font-style: italic;">Urip iki mung mampir ngombe.</span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-88164971498757817342011-01-21T11:09:00.003+07:002018-01-18T15:22:28.192+07:00Hujan siang hari<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-FlkuLFA0FZg/WmBZJM6I6qI/AAAAAAAABI8/QfIanPlnexsJziNI8LUijsvL8-g-TTjIwCLcBGAs/s1600/rintik.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="183" data-original-width="276" height="132" src="https://1.bp.blogspot.com/-FlkuLFA0FZg/WmBZJM6I6qI/AAAAAAAABI8/QfIanPlnexsJziNI8LUijsvL8-g-TTjIwCLcBGAs/s200/rintik.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Genangan air sudah mencapai halaman depan kantor. Hujan masih deras dan aku hanya duduk terpaku menikmati tirai air yang demikian tebal di depanku. Langit kelam dan udara terasa sejuk. Aku melihat seekor kucing kecil melompat di bawah guyuran air sambil mengebaskan bulunya. Pohon sukun yang tumbuh di halaman kantor, daunnya melambai-lambai terhembus angin yang cukup kencang. Rerumputan di luar pagar depan lelap dalam genangan air dan hanya menyisakan sedikit pucuknya, seakan timbul tenggelam dalam terpaan air saat sebuah kendaraan melintas. Genangan air yang berwarna coklat memenuhi hampir seluruh permukaan jalan. Dan hujan tidak juga berhenti.</span> <span style="font-family: "arial";"><br /><br />Sayup-sayup dari ruang sebelah, aku mendengar nyanyian, sepertinya suara dari seorang teman kerja yang siang itu merasa kesepian tetapi enggan untuk keluar, menerobos genangan air yang cukup tinggi ini. “<span style="font-style: italic;">Tuhan, kirimkanlah aku, kekasih yang baik hati.....</span>” Ah, siapakah yang sedang dirindukannya di siang kelam ini? Hujan, memang sering membuat suasana hati kita menjadi romantis. Dan aku menatap ke langit. Mendung masih saja tebal. Kemudian aku melihat ke kucing kecil yang kini tidur melingkar di pojokan teras yang kering. Suasana demikian tenang dan hanya dipenuhi suara hujan, daun dan nyanyian yang jauh menyelusup ke dalam perasaanku.</span> <span style="font-family: "arial";">Ah, indah!<br /><br />Tiba-tiba saja perasaanku dipenuhi rasa damai namun riang. Betapa kontrasnya. Udara yang muram di luar namun hati yang senang di dalam. Ternyata bahwa, apa yang aku rasakan tak harus sama dan mengikuti suasana yang mengelilingi diriku. Dan kukira, selayaknya jika hidup kitapun demikian adanya. Hidup yang sulit mungkin saat ini sedang mengelilingi kita, namun hati kita tetap bisa bernyanyi riang. Ya, saat ini tiba-tiba aku pun ingin menyanyikan satu lagu tentang rindu. Rinduku pada sesama, rinduku pada alam, rinduku pada rindu itu sendiri. Ah, indahnya!</span> <span style="font-family: "arial";"><br /><br />Demikianlah, siang ini, di tengah derasnya hujan, di depan genangan air yang memenuhi jalan depan kantor, bersama seekor kucing kecil yang sedang melingkar di pojok teras, bersama pepohonan sukun dan reruputan, serta ditemani suara nyanyian yang sayup-sayup tiba, aku menuliskan ini dengan penuh rasa damai. Aku ingin tersenyum padamu. Aku ingin tersenyum pada dunia. Aku ingin tersenyum pada Tuhan. Aku ingin tersenyum pada apapun yang saat ini sedang menimpa hidupku. Aku larut dalam suasana hati yang tenang saat mendung tebal memenuhi langit. Dan mendadak aku merasa Gusti Yang Maha Ramah pun tersenyum padaku juga. Ya, Dia tersenyum padaku saat aku bisa menerima apa saja yang sedang kualami saat ini.</span> <span style="font-family: "arial";"><br /><br />Hujan belum juga reda.</span>..</div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-88821334638032880612010-12-30T18:43:00.005+07:002018-01-18T15:27:00.319+07:00pungkasane warsa<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-NgtxSsc2-I4/WmBaPIOvn1I/AAAAAAAABJI/OMgUOtfTnXIX4TOknlXN9v35xzCtjHrzwCLcBGAs/s1600/LANGIT.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="157" data-original-width="236" height="133" src="https://2.bp.blogspot.com/-NgtxSsc2-I4/WmBaPIOvn1I/AAAAAAAABJI/OMgUOtfTnXIX4TOknlXN9v35xzCtjHrzwCLcBGAs/s200/LANGIT.JPG" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial"; font-size: 100%;">Tahun rongewu sepuluh wis ngancik tumeka pungkasane. Akeh kedadeyan sak dawane tahun sing kudune bisa dadi pekeling tumrap manungsa. Seneng susah, bejo apes, tumus cidra lan sapanunggalane sing wis kelakon, tansah ngemu </span><span style="font-family: "arial"; font-size: 100%; font-style: italic;">pelajaran</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 100%;"> sing bisa dadi pengati-ati kanggo nglakoni dalan-dalan ing wektu sing bakal teka.</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 100%;"> </span><span style="font-family: "arial"; font-size: 100%;"><br /><br />Sedulur, sliramu kabeh ya mesthi nduweni gegayuhan lan pangarep-arep ing tahun rongewu sewelas ing ngarep iki. Apa wae <span style="font-style: italic;">resolusi</span>ne kuwi , ayo, awake dhewe tetepa tansah ndedonga muga Gusti paring ridho lan dalan kang paling apik (</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 100%; font-style: italic;">the best</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 100%;"> - ?) tumuju tumuse gegayuhan. Uga tansaha eling marang pengangger-anggere Kang Maha Winasis, saengga ora malah kejlomprong marang dalan kang ora sakmesthine.</span><span style="font-family: "arial"; font-size: 100%;"> <br /><br />Sedulur, muga tahun kang arep teka iki dadia tahun kang endah lan kebak berkah kanggo sak kabehing titah. Amin.<br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-UqOhONnfYHU/WmBaTiCzC7I/AAAAAAAABJM/JVdPppGYBwQbbfPI-JFVECssHwBfVSkbwCLcBGAs/s1600/WARSA.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="477" data-original-width="1235" height="123" src="https://3.bp.blogspot.com/-UqOhONnfYHU/WmBaTiCzC7I/AAAAAAAABJM/JVdPppGYBwQbbfPI-JFVECssHwBfVSkbwCLcBGAs/s320/WARSA.JPG" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";"><span style="font-family: "arial";"></span><br />Sedulur, pranyata angel gawe tulisan nganggo basa dhaerah, ya ? he..he.. Sepurane, sedulur.</span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-27742773770629352982010-10-18T19:37:00.004+07:002018-01-18T15:30:33.356+07:00Aku Menabrak Mobil<br />
<div align="justify">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-vN4l08iVINY/WmBbIaHr0rI/AAAAAAAABJc/ulgVyo65NCA0I_tgvk6vOtvrcUeXhOBHwCLcBGAs/s1600/menabrak.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="204" data-original-width="247" src="https://1.bp.blogspot.com/-vN4l08iVINY/WmBbIaHr0rI/AAAAAAAABJc/ulgVyo65NCA0I_tgvk6vOtvrcUeXhOBHwCLcBGAs/s1600/menabrak.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Sore itu aku baru pulang kerja, aku turun dari angkot tepat di depan sebuah kios foto copy. Aku mengeluarkan beberapa lembar berkas yang memang perlu ku-<em>copy</em>, lalu aku serahkan ke penjaga kios tersebut. Namun si tukang foto copy menolak sambil mengatakan kalau mesinnya <em>lagi</em> rusak. Aku menoleh ke seberang jalan, syukurlah, ada kios foto copy yang lain. Segeralah aku beranjak bermaksud menuju ke sana.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: "arial";"></span></div>
<br />
<div align="justify">
<span style="font-family: "arial";">Sesuai pesan pak polantas, sebelum menyeberang jalan <em>kudu</em> tengok kiri kanan dan pastikan aman tidak ada kendaraan yang melintas. Aku pun bertindak demikian. Setelah yakin tidak ada mobil maupun pengguna jalan lain yang melintas, dengan langkah mantap aku segera menyeberang. Namun beberpa saat kemudian.. <strong>"praakkk!!"</strong> aku menabrak sebuah mobil yang baru saja diparkir di samping kios foto copy yang kutuju. Tanpa <em>tolah-toleh</em> --demi menghindari pandangan orang yang <em>cekikikan</em>-- :D aku langsung saja menuju kios foto copy sambil memegangi kepala yang <em>rada</em> pusing.</span></div>
<div align="justify">
<span style="font-family: "arial";"></span></div>
<br />
<div align="justify">
<span style="font-family: "arial";">Satu pelajaran lagi kudapat hari itu, bahwa pesan yang menyarankan untuk tengok kiri kanan sebelum menyeberang jalan ternyata kurang lengkap. Harusnya, "tengok kiri kanan lalu <strong>pandang ke depan</strong> dan pastikan keadaan aman" !!</span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-76261380976303468272010-09-03T18:56:00.005+07:002018-01-18T15:37:08.735+07:00Rajawali<br />
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-XXjdzpxQJFU/WmBcqcdNq1I/AAAAAAAABJo/ctWSE_MTeroPQjsWQrbI5rU3uRNq8KNLwCLcBGAs/s1600/rajawali.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="180" src="https://4.bp.blogspot.com/-XXjdzpxQJFU/WmBcqcdNq1I/AAAAAAAABJo/ctWSE_MTeroPQjsWQrbI5rU3uRNq8KNLwCLcBGAs/s320/rajawali.jpg" width="320" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";"><br /></span>
<span style="font-family: "arial";">Berbeda dengan jenis burung lainnya, rajawali diciptakan untuk terbang di tempat-tempat yang tinggi, jauh dari pandangan mata telanjang dan jauh dari jangkauan para pemburu. Burung rajawali memiliki keunikan, jika ia berada di alam bebas, akan menjadi burung yang paling bersih di antara burung lainnya, tapi jika dia berada di dalam 'penjara' dan terikat, ia akan menjadi burung yang paling kotor. Hal ini dikarenakan rajawali mengkonsumsi makanan yang berbeda dengan burung lainnya. </span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Dan Gusti sang pencipta menitahkan kita untuk selalu terbang dan berada di tempat yang tinggi, yaitu selalu berada dalam panduan-Nya dan bebas dari kontrol dunia, manusialah yang seharusnya mengontrol dunianya. Kala manusia terjerat (atau menjeratkan diri) dalam ikatan-ikatan duniawi, ia akan menjadi orang yang terkotor dibandingkan dengan orang lain. </span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-55608151001407118852010-08-27T09:03:00.005+07:002018-01-18T15:38:01.215+07:00Musuh imajiner<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-0W_zjMUMo20/WmBc32MfjSI/AAAAAAAABJs/1CxhJr8v0M4O-pCy9WEfFgRyxrgAronIgCLcBGAs/s1600/musuh%2Bimajiner.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="210" data-original-width="241" height="173" src="https://1.bp.blogspot.com/-0W_zjMUMo20/WmBc32MfjSI/AAAAAAAABJs/1CxhJr8v0M4O-pCy9WEfFgRyxrgAronIgCLcBGAs/s200/musuh%2Bimajiner.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Suatu malam, seorang lelaki bermimpi buruk. Dalam mimpinya ia melihat seseorang berambut cepak, bersepatu <span style="font-style: italic;">lars</span>. Ketika kedua mata mereka berpapasan, tiba-tiba orang tersebut mengeluarkan kata-kata cacian, kata-kata pedas yang ditujukan padanya. Orang tersebut juga secara kejam meludahi wajahnya. Sungguh suatu penghinaan yang teramat besar. Selama hidupnya belum pernah ia dihina seperti ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
<span style="font-family: "arial";">Saat bangun pagi, dipenuhi dengan perasaan yang kurang enak ia mengingat kisah hina yang menimpa dirinya dalam mimpi semalam. "Sejak kecil hingga kini aku belum pernah dihina oleh orang lain. Tapi malam tadi, aku bukan saja dihina, bahkan wajahkupun diludahi. Aku sungguh tidak bisa terima diperlakukan secara demikian. Aku harus menemukan orang ini dan memberikan imbalan yang setimpal," gumam lelaki itu penuh rasa benci sambil menggertakan giginya.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Sejak itu, setiap hari setelah bangun tidur ia akan berdiri di persimpangan jalan yang ramai dilewati orang, dengan harapan suatu saat bisa menemukan musuh yang dilihatnya dalam mimpi itu. Seminggu, sebulan, setahun kini berlalu. Orang yang dicari itu tak pernah menunjukkan batang hidungnya. Lelaki tersebut telah menghabiskan separuh dari waktu hidupnya hanya demi sesuatu yang tidak nyata. Ia meracuni hatinya sendiri dengan rasa benci hasil ciptaannya sendiri.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Sering kita menciptakan musuh yang tidak nyata, dan memupuk kebencian dalam hati yang pada baliknya merupakan racun yang menghancurkan diri sendiri. Apakah anda juga memupuk kebencian dalam hati anda? </span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-4312780556985811842010-07-26T16:41:00.005+07:002018-01-18T15:47:48.056+07:00Terjerat kesibukan<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial"; font-size: 100%; font-style: italic; font-weight: bold;">“I’m shining like a candle in the dark,<br />when you tell me that you love me” </span><br />
<br />
<span style="font-family: arial; font-size: 100%;"></span><br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 16px;">Aku bersinar bagaikan lilin dalam kelam, saat kau katakan bahwa kau mencintaiku.</span> Demikian alunan lembut Diana Ross mengisi ruang <span style="font-size: 100%; font-style: italic;">coffee shop</span><span style="font-size: 100%;"> yang dingin ber-AC saat kulihat dia memasuki pintu utama. Sendirian. Dengan wajah yang riang dia mendatangi mejaku. Kami lalu bersalaman. Empat belas tahun lebih kami tidak bersua. Dan kini, jauh dari kota kelahiran, kami kembali menuturkan masa silam. Tentang kenangan indah yang telah lelap dalam waktu. Sebuah reuni.</span></div>
<br />
<br />
<span style="font-family: arial; font-size: 100%;">Beberapa waktu setelah pertemuan itu, aku merenungkan suatu hal yang terasa ganjil. Hampir dua jam kami bersama, bertukar tutur. Tetapi antara kami terbentang keterasingan hati. Keakraban masa lalu telah menjadi fosil. Yang kami perbincangkan hanyalah kulit-kulit kehidupan. Dia dan aku. Dan istrinya yang tidak sempat hadir karena tertelan kesibukan pekerjaannya. Waktu nampak seperti raksasa bengis yang merobek-robek kehidupan. Kehiruk-pikukan mengasingkan kami satu sama lain. Inikah hakekat kemoderenan? Saat komunikasi semakin tidak mengenal tapal batas, saat itu pula hubungan muka dengan muka antar individu semakin menjauh.</span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-YAHb-m9NaxM/WmBe8rnnv9I/AAAAAAAABJ4/Zle5LXzUPbI1-nDuoICPQhWC1YFY2UhmQCEwYBhgL/s1600/sibuk.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="483" data-original-width="743" height="130" src="https://3.bp.blogspot.com/-YAHb-m9NaxM/WmBe8rnnv9I/AAAAAAAABJ4/Zle5LXzUPbI1-nDuoICPQhWC1YFY2UhmQCEwYBhgL/s200/sibuk.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: arial; font-size: 100%;">“Saya merasa bahwa kita sedemikian tenggelam dalam kesibukan, bahkan hingga tidak ada waktu lagi untuk memperhatikan dan memberikan senyuman kepada satu sama lain,” kata Bunda Teresa menyikapi situasi keterpencilan manusia-manusia modern. Hidup kian menegangkan. Tiap orang mencari kesejahteraannya dan menafikan keberadaan yang lainnya. Hidup menjadi sebuah perjalanan dalam labirin yang tidak lagi diketahui ujungnya. Pada akhirnya, kita hanya berputar-putar tanpa arah dan tanpa tujuan kecuali demi kesenangan hidup yang sesaat saja. Kita saling meninggalkan dan ditinggalkan. Sepi, sendiri dan terkucil. Kebersamaan mati. Tempat kediaman yang kita bangun kita kelilingi tembok tebal serta pagar berduri. Jiwa dan perasaan kita pun terpagari dengan topeng tebal, menolak siapapun yang mencoba masuk. Tak mengenal dan dikenal. Terasing satu sama lain. </span> <span style="font-family: arial; font-size: 100%;"><br /><br />Aku bersinar bagaikan lilin dalam kelam, saat kau katakan bahwa kau mencintaiku, desah Diana Ross. Tidakkah seharusnya kita menyatakan hal itu juga? Kita, satu sama lain, jika saling peduli dapat menerangi dunia yang gelap ini. Mengapa hal itu terasa demikian sulit? Mengapa kita selalu dikungkung oleh kesombongan, keengganan atau rasa takut ditolak hingga sudi mematikan cinta itu sendiri? Mengapa? Haruskah pengejaran terhadap materi semakin menjauhkan kita satu sama lain? Dan kalau begitu perlukah kebersamaan itu? Tidakkah lebih baik kita mengunci diri dan tenggelam dalam kebisuan kita masing-masing? Kebisuan dan kehampaan di dalam jiwa yang terkungkung oleh segala nafsu, ambisi dan keakuan kita? </span><span style="font-family: arial; font-size: 100%;"> <br /><br />Kian kita merasa menjadi modern kian terasing pula kita satu sama lain. Hanya kesuksesan dan keberhasilan dalam bentuk materi, kekuatan dan kekuasaan yang menguber hidup. Suara hati menjadi sayup dan menjauh. Empati menjadi gaung masa lampau yang tak bermakna dan tidak lagi menyentuh kita. Maka aku dan dia, duduk bersama, saling bertukar kisah tetapi melulu tentang apa-apa yang terjadi di luar dari diri sendiri. Sedang nasib diri hanya tertinggal dalam tahanan yang tak ingin dikenal, tak ingin diketahui. Lelap dalam rahasia kegelapan hidup masing-masing. Maka tepat pada waktunya, dia pun meninggalkanku. Waktu menguber kami. Waktu dalam jadwal. Waktu untuk hidup. Waktu yang membuat hidup menjadi asing satu sama lain. Desahan Diana Ross hanya bergaung sepi sendiri. Lalu menghilang perlahan-lahan.</span></div>
<span style="font-family: arial; font-size: 100%;"><br />Menghilang perlahan-lahan. </span>sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-19337709203808512362010-07-23T13:51:00.003+07:002018-01-18T15:48:47.588+07:00Senyum<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-3ccI95ClD50/WmBfZhw5XNI/AAAAAAAABJ8/lZ8s1X8FrOkpHONslJYkWtPl71AA8AywwCLcBGAs/s1600/senyum.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="259" data-original-width="194" height="200" src="https://3.bp.blogspot.com/-3ccI95ClD50/WmBfZhw5XNI/AAAAAAAABJ8/lZ8s1X8FrOkpHONslJYkWtPl71AA8AywwCLcBGAs/s200/senyum.jpg" width="149" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Kita disarankan untuk memberikan senyum pada orang lain. Namun, sepertinya tak banyak orang belajar tersenyum pada dirinya sendiri. Mengapa anda tak memulainya? Ambillah cermin yang cukup besar. Bercerminlah tidak terlalu jauh atau terlalu dekat. Carilah jarak agar anda dapat melihat seluruh wajah anda dengan baik. Kemudian, tersenyumlah. Berikan senyum terbaik anda pada diri anda sendiri. Perhatikan seluruh lengkung bibir, penampakan gigi, kerut di sudut mata, garis pipi, desir rambut dekat telinga dan jangan lupa, cahaya yang terpancar dari bola mata serta air muka berseri-seri yang mengalir dari seluruh gerak senyum anda. Tersenyumlah sedemikian rupa sehingga anda bisa menerima bahwa senyum anda telah menghibur diri anda sendiri.</span></div>
<div style="font-family: "arial"; text-align: justify;">
</div>
<div style="font-family: "arial"; text-align: justify;">
Ini bukan berlatih agar tampak tampan, cantik atau menarik. Sama sekali bukan. Ini adalah bagaimana anda bisa menerima dan berdamai dengan diri anda sendiri. Bila anda tidak mampu bersahabat dengan senyum anda sendiri, bagaimana senyum anda bisa menyejukkan orang lain?</div>
<div style="font-family: "arial"; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="font-family: "arial"; text-align: justify;">
<span style="font-style: italic;">PS : jangan kawatir dianggap </span>"kenthir"<span style="font-style: italic;"> sepanjang anda melakukannya tidak di area publik</span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-80677369215699494362010-05-19T14:17:00.003+07:002018-01-18T15:50:04.546+07:00Langit<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-NgtxSsc2-I4/WmBaPIOvn1I/AAAAAAAABJQ/CcU6BthAhokxCTJbn5bKGK5lBjdu7ZwyACEwYBhgL/s1600/LANGIT.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="157" data-original-width="236" height="133" src="https://4.bp.blogspot.com/-NgtxSsc2-I4/WmBaPIOvn1I/AAAAAAAABJQ/CcU6BthAhokxCTJbn5bKGK5lBjdu7ZwyACEwYBhgL/s200/LANGIT.JPG" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Langit memang selalu menyimpan rahasianya sendiri. Upaya kita untuk menguaknya sedikit demi sedikit, selalu membuka selapis pintu dan kita lalu memasuki ruang berisi ribuan pintu lagi yang tertutup rapat. Lalu apakah rahasia itu? Ya, kita berjalan dengan meraba sesuai asumsi yang kita tetapkan sendiri. Kita berjalan dengan keyakinan sesuai dengan teori yang kita susun sendiri. Lalu, bagaimana jika ternyata bahwa segala asumsi dan teori yang kita pakai itu ternyata salah? Siapa yang bisa tahu? Siapa yang bisa memastikan suatu kebenaran? Bukankah dengan memastikan suatu hal berarti bahwa kita mematikan asumsi dan teori lain yang kelihatan tidak masuk akal, tetapi boleh jadi lebih mendekati kenyataan. Ya, siapa tahu Tuhan saat ini memandang kita sambil tersenyum. Dia mungkin tersenyum saat kita, dengan bangganya mengakui bahwa kita bisa tahu pikiran-Nya. Tetapi ternyata yang kita temukan hanya rembesan kecil air dari samudera yang luasnya tak terkira. Sama seperti saat kita memandang langit yang kelam di malam hari sambil menikmati masa lalu. Apa yang ada sekarang dan saat ini bahkan dalam mimpi pun tak pernah bisa kita pikirkan. Sungguh, inilah kehidupan kita.</span></div>
<div style="font-family: arial; text-align: justify;">
<br />
Malam ini aku menatap langit. Ada ribuan cahaya berkelap-kelip di atas sana. Dan ada pula awan-awan putih yang membias bagaikan suatu gugus cahaya yang kabur. Anehnya, aku langsung teringat pada ribuan wajah yang kutemukan hari ini. Wajah-wajah yang masing-masing menyimpan ekspresinya sendiri secara unik dan tak tergantikan. Wajah-wajah yang menyembunyikan rahasia perjalanan hidup mereka masing-masing. Hidup. Inilah realitas itu. Wajah seorang gadis kecil yang nampak tersenyum tersipu-sipu. Wajah seorang nenek tua yang murung. Wajah seorang dara cantik yang ceria. Wajah seorang kakek yang memantulkan keangkuhannya karena telah menaklukkan sang waktu sejauh usianya. Wajah-wajah kita semua. Wajah-wajah asing tetapi nyata. Wajah-wajah hidup. Ah langit, bisakah kau mengisahkan padaku alasan keberadaan kami semua di dunia yang beraneka ragam ini? Mungkin disinilah kita akan dapat menemukan senyuman Tuhan. Senyuman pada kemanusiaan kita. Dan pikiran Tuhan pada pikiran setiap pribadi yang berbeda-beda.<br />
<br />
Saat mencari aneka solusi dalam menghadapi aneka macam persoalan kehidupan yang sedang kita alami sekarang, kita semua sedang dan akan menuju pada satu Tuhan Sang Maha Pencipta. Inilah kepastian itu, teman. Inilah kepastian itu. </div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-4776050452333930572010-03-30T10:48:00.003+07:002018-01-18T15:52:04.451+07:00Dia bukan cuma pendukung<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial";">Apakah Tuhan benar-benar ada ?</span><br />
<span style="font-family: "arial";">Dimana Dia saat ini ?</span><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-lhBrXvQp3Xo/WmBgJGHToYI/AAAAAAAABKM/-wtdxWucj-QiLHMc6n8QBFY_rBYhItBogCLcBGAs/s1600/suntuk.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="111" data-original-width="118" height="188" src="https://3.bp.blogspot.com/-lhBrXvQp3Xo/WmBgJGHToYI/AAAAAAAABKM/-wtdxWucj-QiLHMc6n8QBFY_rBYhItBogCLcBGAs/s200/suntuk.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Pertanyaan ini sering kali muncul pada orang yang sedang dalam penderitaan. Kegagalannya membuat orang itu menggugat Sang Pencipta. Mengapa orang menjadi ingat Gustinya disaat dia masuk dalam masa gelap? Adilkah dia kalau menuntut Tuhan untuk berlaku adil? Pada saat dia membuat rencana, Penguasa itu tidak dilibatkan. Dia merasa dengan apa yang dimilikinya mampu menyelesaikan masalahnya, namun setelah tidak mampu maka dia menyalahkan Tuhan. Jika dia tidak memasukkan Tuhan dalam rencananya mengapa dia sekarang menuntut Sang Pengatur itu. Dalam hidup sehari-hari Tuhan sering menjadi kernet, sedangkan manusialah sopirnya. Dia hanya dimasukkan dalam rencana manusia, padahal Tuhan adalah maha kuasa yang mempunyai rencana yang jauh dari kemampuan akal budi dan perhitungan manusia. Sering kali manusia tidak mau mencari kehendak-Nya, sebab dia sibuk dengan kehendaknya sendiri. Manusia tidak mau mencari tahu rencana-Nya sebab dia sudah yakin akan rencana hidupnya sendiri. Tidak berusaha menjalankan rencana-Nya, sebab dia tidak melihatnya.<br /><br />Sering kita hanya melibatkan Gusti Yang Perkasa dalam sebagian rencana kita. Kadang kita mengatakan bahwa sebelum menjalankan rencana, kita sudah berdoa agar semuanya berhasil. Dalam hal inipun kita hanya memasukkan Tuhan sebagai pendukung rencana kita. Beliau tetap sebagai kernet yang dibutuhkan ketika dalam menghadapi bencana atau untuk mendukung keinginan. Jika demikian, kenapa Dia dimintai tanggungjawab?<br /></span><span style="font-family: "arial";">Kepasrahan bukan hanya keberanian untuk hidup saat ini, melainkan juga keberanian memposisikan Sang Pengatur sebagai sopir dan memposisikan diri sendiri sebagai kernet. Manusia yang mengikuti kehendak Gustinya dalam hidupnya. Namun ini masih butuh perjuangan. Jika kita mau berpasrah, kita tidak perlu terlalu gundah saat mengalami episode kelam dalam perjalanan hidup ini. Kita akan tetap bersemangat untuk berjuang mempersiapkan hari esok. Jangan putus asa dan meratapi masa lalu atau kegelisahan masa datang. Semua dikembalikan pada Gusti, <span style="font-style: italic;">Sangkan Paraning Dumadi</span>.</span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-26695780798937124702010-02-19T17:23:00.004+07:002018-01-18T15:58:37.124+07:00Menuju puncak<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-f747P4dfrlo/WmBhkTw64kI/AAAAAAAABKY/yW9qSjjhyXkD-W8mX45uWmfnm_ChlXxMQCLcBGAs/s1600/puncak.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="453" data-original-width="604" height="150" src="https://2.bp.blogspot.com/-f747P4dfrlo/WmBhkTw64kI/AAAAAAAABKY/yW9qSjjhyXkD-W8mX45uWmfnm_ChlXxMQCLcBGAs/s200/puncak.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Tentang seorang pendaki gunung, yang memaknai hidup dari perjuangan yang dia lakukan. Hampir seluruh waktu dalam hidupnya dipakai untuk menjelajahi gunung-gunung yang menjulang tinggi, hanya untuk melihat pemandangan mana yang terindah. Semakin tinggi gunung yang dia tapaki, semakin indah pemandangan yang ia dapatkan. Hingga pada suatu kesempatan, dia memutuskan untuk mendaki sebuah gunung di daratan Andalas sana. Memang bukan gunung tertinggi, tapi dia merasa itulah gunung tersulit yang pernah ia hadapi. Dalam hatinya ada sedikit ketakutan, hal yang selalu datang dalam hatinya setiap akan mendaki sebuah gunung. Seperti biasanya, dia berusaha menenangkan hatinya. </span> <span style="font-family: "arial";"><br /><br />Setelah merasa cukup tenang dan </span><span style="font-family: "arial"; font-style: italic;">timing</span><span style="font-family: "arial";"> yang pas mulai melangkahkan kaki, selangkah demi selangkah. Mendaki gunung yang akan menghadiahi dia banyak tantangan dengan bekal seadanya. </span> <span style="font-family: "arial";"><br /><br />Saat mencapai seperempat dari gunung tersebut, dia melihat sejenak ke belakang, jalan yang sudah ia lalui. Dalam pikirannya, dia berkata, "Ah, masih belum jauh." Sambil terus melangkahkan kakinya. Sampai langkahnya harus terhenti oleh seekor ular yang berjalan di hadapannya. Sesaat dia panik, dan ingin menghindar. Namun, sedikit gerakan tubuhnya, menyadarkan ular tersebut akan kehadirannya di sekitarnya. Ular tersebut memandangnya yang sedang berusaha tenang, dan ternyata ketenangan itu akhirnya membuat ular tersebut pergi.</span><span style="font-family: "arial";"><br /></span><br />
<span style="font-family: "arial";">Lalu dilanjutkannya perjalan itu dengan sisa bekal yang masih ada. Ketegangan karena ular tadi cukup membuatnya kehilangan tenaga. Kini dia sampai di posisi tengah dari gunung tersebut. Saat sadar akan posisinya, ada </span><span style="font-family: "arial";">ketakutan muncul kembali dalam hatinya. Betapa jauh dan terjalnya jalan yang sudah ia lalui, dan yang masih akan dia jalani. Ditambah dengan bekal yang sudah sangat menipis. Sesaat kembali ia duduk dan mengumpulkan semangat, kembali pada motivasinya. Setelah yakin, ia kembali melangkah. Dia mulai dapat melihat pemandangan yang indah namun masih buram.</span><span style="font-family: "arial";"><br /></span><br />
<span style="font-family: "arial";">Sampailah dia pada tiga per empat bagian gunung itu. Ada pemandangan yang sangat mengerikan. Terdapat beberapa tulang belulang manusia di sana. Yang mungkin tewas saat mendaki dunung tersebut. Segera ia membuka bekal dan terkejut. Tinggal sepotong roti di sana. Pikirannya terguncang, takut akan kematian yang ada dalam benaknya. Namun saat memandang ke bawah, ia sadar, sudah terlalu jauh. Saat memandang sekelilingnya, ia mulai melihat pemandangan yang belum pernah ia lihat, namun masih buram. Dan saat ia memandang ke atas, dia sadar, tinggal beberapa langkah lagi. Segera ia menghabiskan roti itu, dan dengan tekad bulat memutuskan akan mendaki gunung tersebut sampai tuntas. </span> <span style="font-family: "arial";">Langkah-langkah terus bergantian, walau lelah sudah tak terkatakan lagi. Dia terus berusaha, walau terjatuh beberapa kali. Naik, naik, dan terus naik.<br /><br />Sampai ia melihat sebuah hamparan tanah datar, dan kembali terjatuh. Jatuh dan tak sanggup untuk bangun lagi. Dicobanya untuk membuka mata dan melihat pemandangan yang sangat indah dan jelas. Keindahan dunia di bawah sana. Warna-warni yang dihasilkan dengan sangat harmonis oleh alam. Ia sampai di puncak gunung. Ia mengucap syukur, dan dengan pasrah menyerahkan tubuhnya, menyerahkan kelelahannya pada Sang Pencipta. Dia mati. Mati dalam kepuasan hidup. Mati dalam pengertian akan perjuangan hidup dan warna-warni kehidupan. Debu dan tanah gunung menjadi selimut untuk tidur panjangnya. Eidelweiss sebagai hiasan dan batu gunung sebagai batu nisannya. </span> <span style="font-family: "arial";"><br /><br />Gambaran kehidupan yang akan, atau sedang, atau mungkin yang seharusnya kita alami. Tetaplah berusaha, yakin pada tujuan hidup kita. Percaya bahwa dari setiap perjuangan akan ada hasil. Sehingga kita pun dapat menghargai hidup kita, dan semakin percaya bahwa Tuhan akan selalu ada dalam hidup kita. Yang akan menghargai setiap usaha dalam hidup kita sesuai harga yang telah Dia tentukan. Sampai akhirnya kita pergi dari dunia dengan kepuasan hidup, dan yang terutama kelepasan yang sesungguhnya.</span> <span style="font-family: "arial"; font-style: italic;"><br /><br />maka putusa sang hyang kalepasan..</span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1347349947970347968.post-84996238466407086552009-11-26T02:53:00.004+07:002018-01-18T16:01:49.566+07:00Punakawan<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-t5FQ_Ce6GNg/WmBicopwzPI/AAAAAAAABKk/OQUF7sEpFJYkKL-FGbQIRzhLyOs-RIOWwCLcBGAs/s1600/punakawan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="967" data-original-width="1384" height="139" src="https://3.bp.blogspot.com/-t5FQ_Ce6GNg/WmBicopwzPI/AAAAAAAABKk/OQUF7sEpFJYkKL-FGbQIRzhLyOs-RIOWwCLcBGAs/s200/punakawan.jpg" width="200" /></a></div>
<span style="font-family: "arial";">Bukan penampilan fisik yang akan mengantarkan manusia mencapai derajat mulia di sisi Sang Gusti. Wujud lahiriah hanyalah wadah bagi sukma. Jasad akan kembali menjadi tanah, sementara sang roh akan kembali <span style="font-style: italic;">marak sowan</span> kepada Yang Maha Wikan.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial";">Melalui penampilan fisiknya yang tidak sempurna, Punakawan seperti menegaskan bahwa kemuliaan seseorang terletak pada keluhuran akhlak, budi pekerti, ilmu dan ketakwaannya kepada Gustinya. Sekalipun Punakawan hanyalah abdi, namun mereka mampu menjadi guru dan pembimbing bagi para tuannya, menjadi tempat rujukan bagi para ksatria.</span> <span style="font-family: "arial";"><br /><br />Kapasitas dan ketinggian ilmunya tidak lantas menyebabkan Punakawan bernafsu menguasai dunia. Punakawan lebih memilih tetap menjadi abdi yang menancapkan kemuliaan dan kebenaran kepada setiap insan agar bumi ini dipenuhi kedamaian.</span> <span style="font-size: 85%; font-style: italic;"><span style="font-family: "arial";"><br /><br />ref: M Z Haq, 2009</span></span></div>
sayurshttp://www.blogger.com/profile/00121121415632524294noreply@blogger.com9