... urip opo anane kadyo ilining banyu, ora kedhuwuren gegayuhan, ora kejeron pasrahe ...

Monday, February 10, 2014

Bencana

Gerimis sepanjang senja. Mendung menjelang malam. Bayanganku terpantul di atas aspal basah. Lampu jalan meremang dalam kelam langit. Ada rasa sunyi. Ada rasa sepi. Sesuatu yang terasa akrab. Sesosok tubuh lelaki terlihat terbaring di atas trotoar yang lembab. Sesosok tubuh yang memohon sedekah. Sesosok tubuh yang memintal harap. Adakah dia memilikinya? Maka kukenangkan puluhan tubuh yang bergelimpangan. Ratusan tubuh yang tersapu bencana. Tubuh-tubuh yang tak pernah mengira akhir tiba dengan cara tak terduga. Adakah pernah mereka memiliki isyarat? Adakah pernah mereka membayangkan apa yang kini telah terjadi? Bersalahkah mereka? Apakah sungguh Tuhan telah melupakan mereka?

Bencana. Sering kali kita memikirkan hal itu dalam bayang-bayang ketak-pedulian. Sering kita melalaikan derita yang terjadi sepanjang kita sendiri tak mengalaminya. Kita lupa bahwa selalu ada keterkaitan antara diri kita dengan apa yang telah kita lakukan. Terhadap alam lingkungan kita. Terhadap sesama yang hidup bersama kita. Bahwa, bila kita percaya hanya kepada-Nya, itu cukuplah. Bahkan sering kita bersembunyi di belakang jubah kebesaran-Nya untuk melaksanakan kepentingan kita saja. Lalu kita pun melupakan bahwa Tuhan tak pernah hanya ada dalam diri kita saja. Sebab Dia adalah pemilik kita semua. Kita semua.

Malam tiba. Dalam bayangan langit yang gelap. Dan hujan yang turun deras. Langit tanpa bulan. Langit tanpa bintang. Hanya mendung tebal. Dan sesosok tubuh yang terbaring di atas trotoar basah. Terbaring di bawah pantulan lampu jalan. Kota seakan menyemburkan segenap duka laranya dalam tadahan tangan lelaki itu. Berbedakah kita? Tidak. Dalam derita, dalam bencana, kita adalah satu. Sayang bahwa kita sering lupa saat kesenangan melimpahi kita. Walau kita tetap memuji berkah dari-Nya, kita sering alpa dari derita yang bersembunyi di balik tabir hidup ini. Yang suatu ketika bisa saja muncul dengan tiba-tiba. Dan tak pernah dapat kita ramalkan. Tak akan pernah.

Tetaplah berharap, kawan. Semoga kita tak pernah kehilangan harapan. Semoga kita tak akan kehilangan Dia yang sesungguhnya berada di balik kehidupan kita. Ya, janganlah kita bersembunyi di balik jubah-Nya karena Dia selalu ada di balik setiap kehidupan kita semua. Tanpa kecuali. Sebab jika tidak begitu, untuk apa kita percaya bahwa Dia ada? Hujan menderas malam hari. Hujan dengan begitu banyak duka dan harapan yang memenuhi bumi. Memenuhi setiap kehidupan di baliknya. Semoga dari segala bencana dan kekelaman ini terbitlah kesegaran baru di hari esok.

Kita, kita semua menanti fajar baru yang cerah. Tetap dengan harapan. Tetap dengan berpegangan tangan. Tetap dengan keyakinan bahwa apa yang telah terjadi adalah pada salah seorang dari antara kita adalah juga mungkin terjadi pada kita semua. Hanya Dialah pemilik kita. Dan hanya Dialah milik kita semua. Kita semua.

Buat kawan-kawan yang sedang tertimpa bencana di berbagai belahan tempat, semoga makin kuat dan tetaplah tegar. Be strong, guys !!