... urip opo anane kadyo ilining banyu, ora kedhuwuren gegayuhan, ora kejeron pasrahe ...

Saturday, August 4, 2007

mbok Karti

Bagi mbok Karti, seorang penjaja makanan di pinggiran Jakarta Selatan asal Wonogiri, peringatan tujuh belasan kali ini terasa begitu sepi. Berbeda sekali dengan tahun-tahun sebelumnya. Pangkalnya Gunadi, anaknya semata wayang, sudah tidak ada.

Semasa Gunadi masih ada, menjelang hari kemerdekaan seperti saat ini paling tidak tiap sore dirumah kontrakannya yang kumuh ada keriangan Gunadi dan teman-temannya yang biasanya menyiapkan sesuatu untuk mengikuti lomba-lomba dilingkungannya. Dan kalau menjelang malam, ada yang ia siapkan makanannya, seringnya mie instant rebus. Gunadi dan kawan-kawannya paling suka mie instant buatan mbok Karti.

Namun sekarang Gunadi sudah pergi untuk selamanya. Kata polisi yang datang ke rumahnya sekitar seminggu lalu memberitahukan kabar buruk itu, Gunadi terlibat tawuran dengan sesama pelajar dari sekolah lain. Lambungnya kena tusukan belati, tembus ke limpa. Dalam perjalanan ke rumah sakit dia meninggal dunia.

Mbok Karti antara percaya dan tidak percaya. Percaya, kenyataannya sang anak memang sudah menjadi mayat. Tidak percaya, Gunadi bukan tipe anak yang suka kekerasan. Anak itu sangat penakut kalau berkelahi. Jangankan baku pukul dengan orang, membunuh tikus yang tertangkap saja sering dia tidak tega.

"Gun, Gun, simbok 'kan sudah bilang wanti-wanti, yen bubar sekolah langsung pulang ke rumah," isaknya di sisi jenazah Gunadi kala itu.

Ratapan mbok Karti bukan satu-satunya ratapan orang tua yang kehilangan buah hati tercinta akibat tawuran pelajar. Dan bisa jadi juga bukan yang terakhir. Sebab sampai saat ini, belum ada tanda-tanda keberingasan pelajar itu surut. Tidak jelas, berapa banyak lagi korban yang harus jatuh.

Rupanya memang ada yang salah dengan masyarakat kita. Entah sistem pendidikannya yang compang-camping. Entah budaya hukumnya yang carut-marut. Atau juga keteladanan para pemimpinnya yang berantakan.

8 comments:

Anonymous said...

hiiks..hiks.. menyentuh.. itulah pelajar jaman saiki yur.. ga melok2 jare penakut. melok gaul yo kayak ngene..matek.. piye enake yuurr.. (*jowoku elek yo?*)

Sinopi said...

mmm... bingung mo komentar apa.
secara mendadak inget beberapa waktu yg lalu ngeliat 1 anak sekolah dikroyok rame2 anak skolah juga. ntah brapa orang, kaya nya nyampe 50 deh.
saya mencoba melerai, tp mereka malahan galak membentak saya JANGAN IKUT CAMPUR!!!
masya Allah...
mo digimana in nih, tikus2 pengecut brani nya keroyokan, yg nanti nya jadi penerus bangsa...?!
apa ga ada yg digaji buat mikirin ginian?
ah, gatau deh...

Tari Mokui said...

Semoga Mbok karti dan ortu yang lain diberi ketabahan...

Ada teman dari Singapore pernah nanya: kok orang Indonesia suka tawuran dan demo???
Aku nyaris speechless...bingung juga...ada apa dengan kita.
nekat tawuran karena takut dibilang ga solider pdhl belum tentu juga temannya di pihak yang benar :(

Manda La Mendol said...

Ini kisah nyata ya ? Ya, kekerasan ada di mana saja, kecil tawuran, remaja jadi bonek,gede mukulin istrinya. Duuhhhhhhh

Manda La Mendol said...

Ini kisah nyata ya ? Ya, kekerasan ada di mana saja, kecil tawuran, remaja jadi bonek,gede mukulin istrinya. Duuhhhhhhh

Vina Revi said...

sigh ...

*tapi gak ngerti harus berbuat apa*

Vie said...

Memang gak pantas rasanya orang tua menguburkan anaknya, begitulah kata bule2 sini.

Ngeri juga rasanya klo ngeliat anak2 yg suka tawuran. Sebenarnya mereka adalah anak2 yg pengecut. Aku bilang pengecut, karena mereka beraninya disa'at rame2 gitu, coba aja klo pas sendirian, mana berani apa2!!!

wita said...

kasihan, korban tawuran...napa sih pake berantem segala, sekolah kan untuk belajar? kan kasihan mbok KArti yg ditinggal sendiri....