... urip opo anane kadyo ilining banyu, ora kedhuwuren gegayuhan, ora kejeron pasrahe ...

Wednesday, September 12, 2007

Puasa, shaum, poso..

Puasa Ramadan adalah bulan renungan dan introspeksi semua kekurangan diri. Karena punya sifat ananiyah (egosentrisme), selama ini pandangan kita demikian tajam kalau melihat kelemahan dan kekurangan orang lain. Tidak demikian bagi yang berpuasa. Kita akui segala kelamahan diri, sekaligus mengakui kelebihan yang dimiliki orang lain. Sikap ini lahir dari perasaan tidak berdaya dan merasa tidak memiliki apa-apa.

Baru saja beberapa jam tidak makan, tidak minum, betapa lunglai, lemah, tubuh ini kita rasakan. Apa hebatnya kita? Lahirlah sikap tawadlu (rendah hati). Tersingkirlah sifat ujub dan takabur (pongah dan sombong). Karena sedang puasa kita "sumpel" juga mulut ini dengan zikir agar tidak leluasa menggunjing aib orang, tidak mengeluarkan kata-kata kotor, tidak mengeluarkan caci-maki, tidak mengadu domba sesama umat, tidak menyakiti perasaan orang, dan tidak sinis kepada orang yang berbeda paham dengan kita.

Berbagai amal saleh akan berdampak positif terhadap kelangsungan hidup manusia. Karena selama sebulan penuh, shaimun/shaimat (yang melaksanakan puasa) ini di up grade lahir batin oleh Allah agar menjadi muttaqien (orang bertakwa). Jika gelar muttaqien telah dia peroleh, maka tempat kembalinya adalah surga.

Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari bulan agung ini. Sekurang-kurangnya, kita diingatkan kembali oleh Allah arti penting hidup bersama dengan manusia lainnya. Dengan kata lain, makhluk sosial ini tidak akan bisa hidup tanpa ada hubungan baik dengan sesamanya. Ketika puasa, kita dapat merasakan pahit getir menahan lapar dan dahaga. Padahal penderitaan ini hanya sesaat, yaitu sejak terbit fajar sampai tenggelam matahari. Buat fakir miskin kesengsaraan ini dijalani sepanjang hayatnya. Melalui cara ini, mata batin kita akan peka, naluri ingin menolong akan semakin sensitif dan kepedulian kita kepada semua manusia akan semakin baik. Dengan cara ini akan lahir perasaan sayang kepada umat manusia.

Bedanya, wujud kasih sayang kepada fakir miskin kita nyatakan dalam bentuk santunan sosial material. Mungkin dengan zakat, sedekah, hadiah dan lain-lain. Wujud kasih sayang kepada mereka yang status sosialnya tidak termasuk miskin, kasih sayang ini dapat kita tampakkan melalui santunan imaterial. Bisa dalam bentuk penghormatan, cinta kasih yang tulus, memberikan rasa aman, menghargai dan menghormatinya, serta memberikan hak-haknya sebagaimana manusia pada umumnya.

9 comments:

aLe said...

selamat berpuasa

deFranco said...

Entah kenapa saya merasakan aura yang laen dari postingan sampeyan yang ini, hehehe...tenan kok!!!! saya bayangkan sampeyan lagi berujar seperti ustad Jefri yang ditipi itu lho...Selamat berpuasa ya bro!!!

sayurs said...

2 ale : sama sobat..
2 Joel : dikau mengada2 bro.. met puase juge sodare..

Anonymous said...

koyo ustad..padahal.....:D huakakakak..

Anonymous said...

hmmm... ^_^, kayaknya joell bener deh :)

have a good ramadhan...

A. Mommo said...

Hehehhe... setuju

Sinopi said...

eamng nya puasa juga?
lha yg kemaren saya liat lg makan siang pk sayur megono sangit siapa??? *kekekekk*

baca koment nya Joell + Adek...

Dony Alfan said...

Tetep aja poso-nya wong yang bener2 kere, dibanding poso-nya wong sugih itu lain. Posonya wong kere itu bisa 24 jam sepanjang tahun, sementara posonya wong sugih cuman sekitar 14 jam setiap harinya selama 30 hari.
Lagi pula posonya wong sugih juga nggak berat2 amat, lha wong di rumah pake AC, di mobil pake AC, di kantor pake AC, nggak terasa berat kan puasanya. Terus pas buka puasa menunya mirip pesta kenduri, alih2 ngirit tapi malah tambah boros.
PS: sampeyan iku lulusan pondok pesantren ngendhi mas? Kok apik timen ilmu agomo-ne.

sayurs said...

@Nophee : asem, jangan crita2 dong, dazar!! makan siang juga bareng gitu lho, malah yang usul pake es buah sapa hayo :P

@Dony : pesantren kilat / petir / tornado :P