... urip opo anane kadyo ilining banyu, ora kedhuwuren gegayuhan, ora kejeron pasrahe ...

Sunday, January 20, 2008

Mulat Sariro

Mbesuk yen ono rusaking projo nadyan kari sak eyubing payung jajal isih katon projo podho gondhelono

Semalam aku melewatkan malam mingguku dengan menghadiri (halah) sebuah pembukaan pameran lukisan di Joglo Taman Sriwedari Solo. Pameran lukisan dengan tema "Mulat Sariro" Sebuah potret fenomena ajaran budi luhur dalam paradigma seni. Menampilkan karya pelukis Basuki Bawono, pelukis yang salah satu karyanya tak habis-habisnya mensugesti siapapun yang melihatnya di Samudra Beach Hotel Pelabuhan Ratu, Nyai Roro Kidul (1996). Karya lukisnya disamping mengangkat sosok manusia, terutama para tokoh, juga sesuatu yang memiliki nilai sejarah dan mitologi sehingga beberapa karyanya bahkan dianggap bersifat supranatural oleh banyak pihak.

Pameran kali ini memajang beberapa lukisan potret raja-raja Jawa dengan gaya naturalis impress, mengingatkan kita tentang ajaran budaya yang mereka (para raja) bangun sebagai ajaran kautaman kepada masyarakat tentang tata laku hidup dan kehidupan. Renungan budi luhur yang menjadi dasar dan sarana untuk mencapai kasampurnaning urip (kesempurnaan sejati).

DR Dharsono, MSn., dosen seni rupa ISI Surakarta, pada sambutan pengantar pameran ini mengingatkankan, renungan ajaran budaya Jawa tentang sikap dan tata laku hidup sebagai kesatria utama yaitu renungan tentang bagaimana seseorang harus mempertahankan hidup dan kehidupannya (hak dan kewajibannya) sebagai manusia. Renungan tentang tata laku susila (etika) bukan merupakan refleksi teoritis belaka, melainkan merupakan kelakuan baik sebagai sarana mencapai kesempurnaan, menjalankan "dharma ksatria", kewajiban seorang kesatria, bilamana kewajiban ini senantiasa dilakukan dengan baik "maka putusa sang hyang kalepasan", dia akan mencapai kamuksan atau kebebasan (liberation).

Pandangan orang Jawa dalam melihat, memahami, berperilaku selalu berorientasi terhadap budaya sumber. Proses budaya Jawa selaras dengan dinamika masyarakat yang mengacu pada budaya induk, "sangkan paraning dumadi". Kelahiran dan keberadaan karena adanya hubungan manusia dengan Tuhannya melalui proses kelahiran, hidup dan mendapatkan kehidupan, yang semuanya terjadi oleh adanya sebab dan akibat. Konsep tersebut dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah nunggak semi.

gambar : Sultan Agung Hanyakrakusuma, Basuki Bawono, oil on canvas, 2007

19 comments:

Anonymous said...

kasampurnaning urip, ki koyo ngopo yo ?
Dan bila ia telah melakukan kewajiban tsb dengan baek maka dia akan mencapai kamuksan ato kebebasan . bisa dijelaskan di hal kebebasan ato kamuksan ini ?

makaseh.. *ngelek idu*

sayurs said...

#ki Regso Madyokromo :
wah klo pertanyaan yang kaya gitu, bukankah alangkah jauh lebih indah di simaknya jika yang 'njlentrehke' Ki Regso sendiri..
*nunduk ga berani memandang wajah sang Kyai*

`.¨☆¨geLLy¨☆¨.´ said...

(`*•.¸ (`*•.¸ ★★★¸.•*´) ¸.•*´)
oOo,ciyeee☆•.¸¸.•´¯`•.¸¸.✿
sayur malmingan,cuit2...

ichal said...

wekekekek...

bikin aku pengen belajar bahasa jowo!!

Kelahiran dan keberadaan karena adanya hubungan manusia dengan Tuhannya melalui proses kelahiran, hidup dan mendapatkan kehidupan, yang semuanya terjadi oleh adanya sebab dan akibat... >>>> ciamik bangettt

Anonymous said...

bait pertama artinya apa tuh???

gubuk cah bodoh cla_x said...

wah kang!, seru tuh! emang banjirnya u surut tho! ko ada pameran. ko gak ditampilin foto lukisan2 sing dipamerake.

Rey said...

oh yur, aku kembali terharu, akhirnya aku bisa melihat wajahmu, ternyata kau tampak tua dan lelah (kayak lagunya Ebiet G. Ade). Tapi aku salut yur, kau mbela2in pake pakean lengkap gitu... niat banget...

wakakakakakkk :D

Loedin said...

bisa berguru nih.... soal-le aku udah lupa ngeja honocoroko

Anonymous said...

tenan to...
Jawani tenan to tulisan jenengan.. ampe aku ra ngerti..
Sinau ah.. ben dadi wong jowo tenanan..

Anonymous said...

lha terus piye jal yen realitasnya wong Jowo juga banyak yang jadi penjajah di luar jawa? Biasane mengawali karir sebagai pulisi atau tangtara

Anonymous said...

muahahaha... lukisannya gak kuku...

almascatie said...

holoh jadi inget mbaca koran solo yang lama pake bahasa jawa halus itu lho.. btw sayah seneng membaca filosofis jawa tentang kehidupan menikmati setiap ajaran2 yang ditelurkan namun seakan-akan melihat jawa dari luar
:)

*regsa skr jadi kiyai????*

amethys said...

projo ojo dirusak le....kudu dilestarikan..kekekekeke :)

Anonymous said...

Artikel-artikel di blog ini bagus-bagus. Coba lebih dipopulerkan lagi di Lintasberita.com akan lebih berguna buat pembaca di seluruh tanah air. Dan kami juga telah memiliki plugin untuk Blogspot dengan installasi mudah. Salam!

http://www.lintasberita.com/Lokal/Mulat_Sariro/

Anonymous said...

Jebul kowe yo iso ndalang to...aku yo nonton pameran kuwi, apik2 yo... (satu lagi comment gak penting dari saya..hahahaha)

zen said...

aku gek wae moco buku direktori aliran kepercayaan di indonesia, jebule MULAT SARIRO juga dijadikan salah satu aliran kebatinan. hihihih...

Anonymous said...

Woouuw !
Jowo banget, aku rak ngerti kromo.
Rak usah komen ah, ndang salah ngomong malah ora ilok!

sayurs said...

#gelly : wo.. lha bocah iki..

#ichal : thx Om :D

#senja : kira2 begini nduk (halah), suatu saat jika terjadi rusaknya tatanan kehidupan, walau cuma selebar payung jika masih terlihat tertata, jadikan itu pegangan. :D

#anto klaten : lha itu salah satu foto lukisannya

#rey : karepmu yu..

#udin : mari belajar bersama bro

#bunda Hazen : ah bunda ini..

#must Joem : ah itu oknum :P

#siti jen : lhah..lhah..

#almaz : mo jadi Ambon rasa Jawa ?? wkakaka..

#wieda : kasinggihan kanjeng ratu..

#Lintasberita :
usul, bagaimana seandainya manakala situ mo "mempopulerkan" suatu artikel didahului konfirmasi. thx.

#panJoel : halah dadi ra penak ki..

#zen : opo iyo bro, malah lagi ngerti aku.. suwun.

#dwi : sante bae o jon, kabeh sedulur, iya ?

Anonymous said...

wow..bahasa jowo...tambah jarang bocah jowo iso ngomong jowo...