... urip opo anane kadyo ilining banyu, ora kedhuwuren gegayuhan, ora kejeron pasrahe ...

Thursday, March 24, 2011

Sedikit hati...

Seorang gadis remaja yang baru datang dari daerah pegunungan selatan. Baru pertama kali ini ia menggunakan jasa angkutan umum di kota ini dengan sistem pembayaran baru. Identifikasi tiket kendaraan itu dengan memasukan selembar kartu pada mesin sensor. Bila kartunya dimasukan secara terbalik, maka mesin akan berdering pertanda bahwa harga tiket belum terbayar. Karena itu sang gadis ini memperhatikan secara seksama bagaimana orang-orang menggunakan mesin tersebut.

Di sela-sela itulah, ia melihat sepasang manusia, seorang anak putri dan ibunya yang sudah ubanan. Derap langkah sang ibu tertatih pertanda bahwa ia telah lanjut dimakan usia. Tentu saja ia tak memiliki cukup tenaga. Tangan dan kakinya gemetar ketika menaiki anak tangga bus kota tersebut. Tapi anehnya, anak tersebut terus mendesak dari belakangnya,

“Cepat naik...!! Lambat betul sih.”

Sang gadis kampung yang baru datang dari gunung itu kini terpana. Tak pernah ia mendesak ibunya secara demikian. Tak pernah ia berlaku kasar terhadap ibunya. Ia pasti akan menuntun ibunya, memegang tangannya yang telah keriput agar ia dengan selamat masuk ke dalam bus. Tapi huh bengisnya anak ini. Demikian pikirnya.

Ternyata itu belum cukup. Sang ibu tak tahu bagaimana harus menggunakan kartu tiket, ia tak tahu bagaimana harus memasukan tiket itu ke dalam mesin. Mesin sensor tak henti-hentinya berteriak mengatakan bahwa sang ibu tua itu belum membayar. Tapi anehnya, sang anak hanya memandang dingin bagaimana sang ibunya harus berhadapan dengan kenyataan ciptaan teknologi yang tentu saja tak pernah ada dalam hidupnya sebelumnya. Tangan yang keriput dan gemetar itu terus dipermainkan mesin beku tersebut tanpa memperoleh bantuan.

Kenyataan ini seakan mengiris batin gadis kampung tersebut. Ia terkejut. Hatinya memberontak, hatinya menjerit. Ia ingin membantu sang ibu tersebut, namun ia sendiri belum begitu paham bagaimana harus menggunakan mesin tersebut. Ia sedang belajar. Anehnya semua orang lain yang ada dalam bus kota inipun seakan mati, seakan buta, seakan tak melihat betapa pedihnya sang ibu dipermainkan mesin tersbut. Beginikah manusia hasil ciptaan teknologi canggih? Beginikah manusia metropolitan yang seakan berubah beku? Beginikah manusia kota yang seakan telah kehilangan sebongkah hati?

Huh... kalau seandainya kita cukup menggunakan sedikit hati... Menggunakan sedikit hati mengulurkan tangan membimbing sang ibu menaiki tangga bus ini... Seandainya kita menggunakan sedikit hati untuk mengatakan kepada sang ibu bahwa kartu yang dimasukan ke mesin itu dalam posisi terbalik... Seandainya semua penumpang bus ini menggunakan sedikit hati.. Seandainya semua manusia yang mendiami bumi kita ini menggunakan sedikit hati untuk saling memperhatikan, untuk memandang dengan penuh kasih, untuk memberikan seulas senyum, pasti dunia kita ini akan berubah menjadi dunia yang indah. Demikian sang gadis desa dari pegunungan selatan ini bermimpi. Ia bermimpi di siang hari di tengah sesaknya bus kota ini. Ia bermimpi di antara tumpukan manusia yang hatinya seakan telah berubah beku ini.

Bus masih merayap pelan, sementara gerimis mulai turun..

6 comments:

Ari said...

berbagi dengan hati tidak ada ruginya, justru manfaatnya buanyak, ya ga Om :P

regsa said...

mentrenyuhkan...

darman said...

sedikit hati dengan ke-legawa-an akan jauh lebih berharga dibanding menyebar uang atas nama pencitraan

ShePut said...

weitsss... niy copas-an ya Mas? Ga percaya ah... ini tulisan mas Sayurs... *kaburrrr* kekekekeke

sayurs said...

#ari: supakadh !
#reg: *sodorin tisu*
#darman: ah, sampeyan..
#put: *injak-injak*

Unknown said...

nice story...