... urip opo anane kadyo ilining banyu, ora kedhuwuren gegayuhan, ora kejeron pasrahe ...

Friday, January 21, 2011

Hujan siang hari

Genangan air sudah mencapai halaman depan kantor. Hujan masih deras dan aku hanya duduk terpaku menikmati tirai air yang demikian tebal di depanku. Langit kelam dan udara terasa sejuk. Aku melihat seekor kucing kecil melompat di bawah guyuran air sambil mengebaskan bulunya. Pohon sukun yang tumbuh di halaman kantor, daunnya melambai-lambai terhembus angin yang cukup kencang. Rerumputan di luar pagar depan lelap dalam genangan air dan hanya menyisakan sedikit pucuknya, seakan timbul tenggelam dalam terpaan air saat sebuah kendaraan melintas. Genangan air yang berwarna coklat memenuhi hampir seluruh permukaan jalan. Dan hujan tidak juga berhenti.

Sayup-sayup dari ruang sebelah, aku mendengar nyanyian, sepertinya suara dari seorang teman kerja yang siang itu merasa kesepian tetapi enggan untuk keluar, menerobos genangan air yang cukup tinggi ini. “Tuhan, kirimkanlah aku, kekasih yang baik hati.....” Ah, siapakah yang sedang dirindukannya di siang kelam ini? Hujan, memang sering membuat suasana hati kita menjadi romantis. Dan aku menatap ke langit. Mendung masih saja tebal. Kemudian aku melihat ke kucing kecil yang kini tidur melingkar di pojokan teras yang kering. Suasana demikian tenang dan hanya dipenuhi suara hujan, daun dan nyanyian yang jauh menyelusup ke dalam perasaanku.
Ah, indah!

Tiba-tiba saja perasaanku dipenuhi rasa damai namun riang. Betapa kontrasnya. Udara yang muram di luar namun hati yang senang di dalam. Ternyata bahwa, apa yang aku rasakan tak harus sama dan mengikuti suasana yang mengelilingi diriku. Dan kukira, selayaknya jika hidup kitapun demikian adanya. Hidup yang sulit mungkin saat ini sedang mengelilingi kita, namun hati kita tetap bisa bernyanyi riang. Ya, saat ini tiba-tiba aku pun ingin menyanyikan satu lagu tentang rindu. Rinduku pada sesama, rinduku pada alam, rinduku pada rindu itu sendiri. Ah, indahnya!


Demikianlah, siang ini, di tengah derasnya hujan, di depan genangan air yang memenuhi jalan depan kantor, bersama seekor kucing kecil yang sedang melingkar di pojok teras, bersama pepohonan sukun dan reruputan, serta ditemani suara nyanyian yang sayup-sayup tiba, aku menuliskan ini dengan penuh rasa damai. Aku ingin tersenyum padamu. Aku ingin tersenyum pada dunia. Aku ingin tersenyum pada Tuhan. Aku ingin tersenyum pada apapun yang saat ini sedang menimpa hidupku. Aku larut dalam suasana hati yang tenang saat mendung tebal memenuhi langit. Dan mendadak aku merasa Gusti Yang Maha Ramah pun tersenyum padaku juga. Ya, Dia tersenyum padaku saat aku bisa menerima apa saja yang sedang kualami saat ini.


Hujan belum juga reda.
..

9 comments:

pipiet.... said...

jangan reda dulu,,,,biar pakdhe bisa "senyum senyum sendiri" :P

Tukang Nggunem said...

tinggal njupuk mantol trus dienggo, ngono wae ndadak crewet..dasar wong tuwo manja..hahaha

mursid said...

nek udan yo ngeyup to pakde..
nek ra duwe manthol gowo terpal yo ra po2..haha

mew da vinci said...

meeoooowwwwwww...
saya tahu, emang udah sejak dulu kan mas aku cocok jadi bahan sorotan...

sayurs said...

@piet: dasar... *jitak*
@joel: fast reader ? :P
@mursid: soyo maneh..
@mew: jaka sembung bawa golok lah.. *jewer*

ShePut said...

Keknya yg nulis bukan sayurs negh... kalo beneran sayurs yg nulis... berarti Sayurs berkepribadian ganda dunk yaaa...*bcanda loh Mas (sambil nyilangin jari)*.... wkwkwkwkwkwk

Hanum said...

ehemm. eheemm.. numpang lewat mas... :-) (miss u)

sayurs said...

@put: anda benar, itu yang nulis asisten saya kok.. :P
@numz: silakan lho, mampir bentar juga boleh... :)

indrahuazu said...

wah, udan2 nemu Gusti..ayem tentrem meneh.. mugo2 Indonesia udan sak lawase..ben ayem tentrem...