... urip opo anane kadyo ilining banyu, ora kedhuwuren gegayuhan, ora kejeron pasrahe ...

Monday, July 7, 2008

Ilmu selamat

Di sebuah perempatan di kampungku, mangkal sejumlah kecil tukang ojek. Satu diantaranya seorang yang kumisnya sudah memutih sempurna. Oleh rekan-rekannya dipanggil “Pakdhe” karena memang terlihat paling tua diantara mereka. Motor tua keluaran tahun tujuh puluhan yang ia pakai narik tidak pernah ia pacu dengan kecepatan tinggi layaknya ojek di kampungku. Disamping karena memang sang motor tidak mungkin bisa lari kencang, kakek satu ini mengantar penumpang dengan mengutamakan keselamatan.

“Biar pelan asal jalan, lambat asal selamat,” kata Pakdhe.

Ketika sebuah angkutan berhenti mendadak, dan kakek itu terpaksa menginjak rem secara mendadak juga, sehingga ujung ban sepedanya hampir menempel bagian belakang angkudes itu, Pakdhe bukan hanya tidak marah, melainkan malah merasa beruntung.

“Untung tidak nabrak,” katanya kalem.

Ketika truk pasir memepetnya di trotoar, dia cuma menggerutu, piye to truk iki karepe (“apa maunya truk ini”). Rem diinjak dengan kalem. Tak ada makian apa-apa. Yang ada malah sikap syukur, karena bagaimanapun semuanya selamat.

Prinsip “asal selamat” ini tak hanya berlaku di jalan saja. Dalam tiap langkahnya Pakdhe menomorsatukan keselamatan. Dulu ia pernah bekerja di sebuah kantor pemerintah. Memang, ia hanya pegawai rendahan. Tapi ia pernah menolak perintah atasan untuk menandatangani kuitansi fiktif. Semua pegawai sudah tanda tangan, dan mereka kebagian rejeki. Cuma si kakek ini yang tak mau.

“Saya butuh uang seperti mereka juga. Tapi saya tak setuju caranya,” katanya. “Cara itu tidak membawa selamat.”

“Bukannya atasan yang menyuruh? Atasan menanggung semuanya, kan?” tanyaku.

“Betul. Tapi atasan saya itu punya atasan. Dan atasannya atasan saya itu juga punya atasan lagi. Raja yang paling berkuasa pun punya atasan. Kepada atasan yang paling atas itu saya takut..,” katanya.

Tukang ojek tua ini mengingatkan kita pada sajak Taufiq Ismail, Kisah Kakek dan Cucu Keluarga Chameleon. Bunglon alias chameleon memiliki kemampuan untuk secara alamiah menyelamatkan diri dengan cara mengubah warna kulit sesuai keadaan sekitar. Dalam sajak itu, kakek bunglon menceritakan pengalamannya bahwa ia pernah ditangkap manusia. Dokter hewan yang bisa bicara bahasa bunglon telah memindahkan bintil-bintil di bawah kulit dan getah di ujung lidah si kakek bunglon, ke tubuh manusia.

“Dalam waktu dua musim hujan saja, sesudah bintil-bintil itu masik ke ke kulit manusia, manusia di dunia ini sudah lebih sempurna cara berganti warna mereka. Dan lidah mereka semakin bergetah keadaannya,” tulis Taufiq Ismail lagi.

Teman-teman Pakdhe di kantornya dulu mungkin juga sudah menjadi bunglon. Mereka menyesuaikan warna “tubuh” mereka dengan warna “tubuh” sang atasan. Itu “ilmu selamat” dalam pengertian mereka. Sebab kalau menolak, atasannya akan menganggap mereka sebagai klilip (penghalang) dan harus disingkirkan. Nasibnya bisa jadi sama dengan Pakdhe, terpental.

Di sini ada dua fenomena, menurut Mohammad Sobary, : Pakdhe dan kawan-kawannya. Pilihan susah ketika kita harus memilih satu diantara keduanya. Dua-duanya punya justifikasi sebagai “ilmu selamat”. Barangkali, umumnya kita adalah potret dari kawan-kawan Pakdhe karena dua alasan. Pertama, kita umumnya lebih mengutamakan upaya penyelamatan jasad ketibang roh. Kedua, kita diam-diam telah menukar kulit kemanusiaan kita dengan kulit bunglon.

Hmmm..

19 comments:

sayurs said...

#credit : ha..ha... its normally, pren. ha..ha.. btw thx 4 visiting..

Anonymous said...

kuwi ngo tulodho yur, saiki uripe rasah grusa-grusu .

Urip tansah nyukuri apa sing diparingi Gusti kuwi kebahagian sejati .

Nyaut sing dudu hak kuwi perkoro bathil.
Sepisan maneh Pakdhe kuwi dienggo tulodho..

:ndang diubengke gelase: kekeke

amethys said...

yurrr.......bunglon ki jaman saiki akehhh...contoh soal??? yo pak2 petinggi2 negorone awake ndewe...

saiki njur di cekel ngunu kij njur piye yo Yur..

mosok wong sugih koq di hukum...kekekeke sing di gebugki kij yo sing maling pitik...yen maling duit rakyat...yo di ngapurani yooo

Anonymous said...

uri kang tentrem ayem lan kebak barokah, itu sebenarnya kesejatian yang kita impikan selama ini...
keslametan merupakan prinsip pengutamaan kebenaran dalam setiap langkah dan tindakan hidup manusia sesuai nilai kearifan lokal yang masih tertanam lestari di sanubari...

Rey said...

kalo gitu yur, biar hidupmu benar2 selamat, mending kau jadi tukang ojeg aja... =D

Anonymous said...

saake bunglon sing ning foto iku, didadekno perumpamaan hihihihi

foto bunglone cakep yo :P

Dony Alfan said...

Penerus si pakde beberapa tahun lagi adalah seorang pemuda tambun naik megapro biru, sayang dia tak punya brengos :D

Gudang Kambing said...

wah pancen wasis kogek sanepan.
memang betul konsep perubahan warna kulitbagi bunglon itu. orang pinter menyebutnya dengan mimikri.....

Rey said...

@dony:
tambahin don, bermata sipit, giginya putih, dan gayanya rodho mangkelno, hehehe *whuuzzz...* (kaburr...)

franciska dyah said...

wah keren abiss ya pakde..
bener-bener menjunjung tinggi `ilmu selamat` bahkan sampai kehilangan pekerjaannya..

*ngepens sama pakde* kakaka..

astrid savitri said...

memang tak banyak org yg mampu melihat keadaan dirinya di masa depan, sebab memang gak mudah. Pakdhe itu termasuk yg bisa melihat keadaannya setelah ia gak berjasad lagi.

btw; pakdhe piara bunglon???

Anonymous said...

melu payu aku....
ojo biso rumongso yen biso ngrumansani....
Maksude opo kui????
yo mboh, wong aku yo mung moco nang pres....

Anonymous said...

jarang bisa nemu orang yang kayak cerita pakdhe itu.

jarang ada yang bisa mengerti isi kepala pakdhe dalam ceritamu itu.

jarang orang yang gak kesinggung sama tingkah pakdhe.

sayurs said...

#regsa: siap ndan, mugo2..
:gelase kethokan botol aqua ra popo ya:

#wieda: itulah haibatnya negri kitah tercintah..

#ndoro: thats right ndoro, idealnya begitu..

#rey: wis tau... meski cuma seputaran notosuman - gladak PP

#elys: wooo..o.. lha bulik iki, malah...

#dony: betapa bahagia bisa nerusin jejak Pakdhe (perkoro lembah manahe of course)

#xo: ah kangmase ki, yo mugo2 lah, let's share..

#rey (lagi): karepmu lah bulik..

#diah prancis: gabung aja ke pakdhe-fans-online, ya? :))

#astrid: berpikir dan berpandangan jauh ke depan, ga cuma opo sing iso dino iki thok, gitu ya bulik?
-bunglon? ga ah, biawak!

#rudy: apapun itu, mari belajar bersama..

#mew: namanya juga sekedar cerita.. wkakaka..

Anonymous said...

Pakde nya keren.... Sayang, ilmu selamat nya pakde itu masih jarang digunakan orang

Anonymous said...

hmmmm patut diteladani.....
semoga tenman-teman al amin juga membaca tulisan ini
:D

Judith said...

Bunglon begitu sih pantesnya dilepas di alam bebas, jangan dipiara.. *bener nggak ya komenku iki yurr?

franciska dyah said...

iya,ya pak brarti harusnya `cerpan` ya (cerita panjang) hehe.. ^^

laili_plkb said...

Saya mengenal pemuda yang taat beribadah, sehingga mereka tampak cemerlang, menyejukkan kala dipandang. Kemudian mereka beralih ke dunia politik, berbicara tentang hal kekinian, menanggapi isu dan masalah negara dan perekonomian. menurutnya untuk mengetahui kenyataan yang ada. Hilanglah kecemerlangan itu, menjadi yang banyak bicara-berkata kacau-sibuk atas nama rakyat-bermalas-malasan untuk akhiratnya.(Demi Masa)