... urip opo anane kadyo ilining banyu, ora kedhuwuren gegayuhan, ora kejeron pasrahe ...

Sunday, June 22, 2008

mencintai tanah

Gara-gara sikapnya yang terlalu tamak untuk memiliki tanah, seorang petani Rusia pernah mengalami nasib tragis. Leo Tolstoy dalam bukunya, Tuan dan Hamba, menceritakan, petani itu pindah dari rumah dan menjual segala miliknya untuk membeli tanah di tempat yang baru. Tanah di sana lebih subur untuk ditanami gandum dan harga tanah itu jauh lebih murah daripada di tempat asalnya.

Ditempat baru itu belum begitu lama, dia mendengar berita bahwa di tempat lain ada lagi tanah yang lebih subur dengan harga sangat murah. Di sana orang boleh menguasai tanah seluas apapun dengan sedikit bayaran. Ukuran tanah bukan meter, bukan pula hektar, melainkan sejauh apa kemampuan lari dari pagi sampai sore, dan wilayah yang sudah dicapai itu boleh diklaim sebagai miliknya.

Petani itu berlari sekuat tenaga mengitari dataran luas, untuk kembali lagi ke titik awal di kaki bukit sebelum matahari terbenam. Kakinya terluka, nafasnya hampir out tapi ia tak peduli. Ia terus berlari dan berlari. Dalam pikirannya hanya ada satu hal: tanah, tanah, tanah.

Para saksi yang berdiri di puncak bukit melihat bahwa petani itu sebenarnya berhasil meraih apa yang diinginkan. Dari atas bukit mereka melihat matahari belum terbenam. Namun sang petani tahu, dari tempat yang lebih rendah, matahari telah terbenam di balik bukit. Ia putus asa. Perjuangannya berakhir dengan sia-sia. Dalam keputusasaan itu pandangannya tiba-tiba gelap. Dan ia pun roboh seketika. Mati !

Para saksi bergumam sedih, mungkin juga sinis, “Ia kelewat semangat. Berapapun luas tanah yang ia kehendaki, akhirnya cuma dua meter juga yang ia perlukan”.

Petani di Jawa juga mencintai tanah. Hal yang lumrah. Dalam hal ini petani Rusia dan petani Jawa sama saja. Hanya sifat dan ekspresi cintanya yang berbeda. Toha Mochtar dalam novelnya yang berjudul Pulang menggambarkan keterikatan cinta petani dengan tanahnya secara intens, penggambaran yang didukung penghayatan psikologi sang petani.

“Ingat, Tamin,” kata ayahnya. “Tanah ini adalah yang terbaik di seluruh desa lantaran dibatasi oleh sungai yang tak pernah kering sepanjang musim. Cintailah ini seperti juga nenekmu mengajari aku. Gantungkanlah pengharapan hidupmu di sini, dan bila datang masanya engkau memegang sendiri, jangan kau lepaskan kelak meski sejengkal. Kau harus tahu, bahwa janji hidup dari keturunanmu terletak dalam tanah itu pula, seperti juga ia telah menghidupi nenek moyang kita. Ini adalah pusaka”.

Dalam gambaran Tolstoy, cinta yang bersifat ekspansif, gambaran kerakusan untuk sebanyak-banyaknya memiliki, termasuk apa yang belum di tangan. Sedangkan cinta dalam novel Pulang menyiratkan sekedar dorongan mempertahankan milik yang sudah di tangan. Disana ada sejenis “beban generasi” untuk menjaga keutuhan harta warisan. Ada pula tuntutan menjunjung tradisi, mewariskan kembali apa yang ia terima dari generasi leluhur kepada generasi berikutnya.

Jadi bisa dimengerti jika tanah memiliki pertalian yang begitu ruwet, keterikatan psikologis, tuntutan kemasyarakatan (keharusan mempertahankan hak dan tradisi yang diikat oleh hukum waris) apalagi nilai ekonomis tanah yang begitu penting bagi petani, tentu bisa mengundang persoalan yang kompleks.

Kasus Kedungombo bisa dianggap satu contoh betapa tidak sederhananya persoalan yang berkisar di sekitar tanah. Sengketa sebidang kapling bisa mengundang buntut lebih panjang dan ruwet, bukan hanya hukum, tapi juga politis dan tindakan “pengamanan” oleh aparat negara. Dengan kata lain, tanah bisa menimbulkan pertarungan demi memamerkan siapa lebih kuat, siapa lebih berkuasa.

24 comments:

Anonymous said...

Tulisan yang siiip. Orang hidup tentu mencintai tanah..... Meskipun, baik Hak Milik atau kontrak pada hakekatnya adalah sama.... kita "numpang" pada Sang Penguasa Jagad Raya.... Pokoke siip & sukses slalu...

Kang Boim said...

saat ini tanah malah menjadi sumber masalah. liat saja di negeri ini..berapa jiwa melayang akibat perebutan tanah...manusia yg serakah selalu memperebutkan hak yang benarnya milik yang pencipta

Anonymous said...

saya juga mencintai tanah, ra percoyo mesti sampeyan .

laili_plkb said...

Tanah...
Toh Allah juga telah tegas menjelaskan bahwa manusia pun juga dibuat dari saripati tanah, mungkin itu satu faktor kenapa kita sangat mencintai bahan dasar kita
Manusia: dari tanah toh juga dikubur menyatu dengan tanah
Setuju ama 'tjitra', hidup emang 'numpang' pada kefanaan, so tanah apalagi bernama hak milik juga fana
Semua milik Allah, contoh kasus aja, baru sekelas Tsunami-Lumpur Lapindo saja telah membuyarkan garis batas milik apalagi hanya soal tanah

Rey said...

sama dong ama pemain bola, lari2 di atas tanah, bkn utk ngerebutin tanah, tp ngerebutin bola =D

Blanda kalah dari Rusia, mana Rusia pelatihnya guus hiddink pula, sungguh ironis. Sementara jerman menang dari portugal, dlm kondisi pelatih dikandangin, hehehe... lucu ya.

Anonymous said...

Sedhumuk Bathuk Senyari Bumi Yur.

Tapi jo sering ngrasani tanah. Kalo sampe marah liat Lapindo, liat Gempa Jogja, longsor Karanganyar

Eling....

franciska dyah said...

postingan kerenn!! tanahnya jadi artis (hehehe.. becanda)

tapi sekarang ni banyak petani di Jawa yg sudah kehilangan tanahnya ya pak?? *sedih*


*bener ga sih pak?*

Anonymous said...

Apamaneh tanah warisan kang, ada yang sampe bacok2an segala sama saudara sendiri. Terus ada lagi yang sampe antre panjang banget. Lha itu antre minyak tanah

*(ra nyambung yo?)

sayurs said...

#yu tjitra: begitulah yu, suwun ya..

#boim: tanah jadi sumber perkara bukan hanya saat ini bro, sejak peradaban dimulai, tanah kayaknya dah ikut memulai peran juga sebagai biang keruwetan ha..ha..

#regso: percoyo thok no, po maneh wis mambu lemah ngono..wkaka..

#flower_lily: nggih.. nggih.. setuju bu, btw suwun lho bu dah mampir :D

#rey: analisa bandar bola ? wkakaka..

#liexs mas: kurang sajen sing genah mas..

#diah_prancis: kliatane begitu nduk, dan bukan cuma di Jawa, tren itu cepat menyebar ke seantero negri..

#mufti: ono maneh sing antre minyak tanah sampe bacok2an , po ra zangar..

Anang said...

eling mbesuk yen mati ya bakal masuk kedalam tanah..... jadi ndak sah rebut2an tanah...

Anonymous said...

selain mencintai tanah aku juga mencintaimu kok yur..

:utik-utik upil:

Anonymous said...

bener tuh kata mas Anang, ngg usah direbutin ntar kalo mati juga dapt sendiri... diurug pake tanah :D

Judith said...

Baca komentar-nya lucu2 paklek ..
Lha aku komentar opo yo? *nyambi mikir ...

Doakan saja Euro 2008 segera selesai dan tanah dilapangan bisa segera di renovasi lagi ..

Anonymous said...

tulisan bagus Mas.

disini harga tanah makin mahal termasuk yang 1 x 2 meter.

`.¨☆¨geLLy¨☆¨.´ said...

muNgkin tanah kurang lebih sePerti air,isa segar isa juga panas...membakar...
membakar jiwa seseorg,pertengkaran coz air mungKin....

manusia manusia aku cinta manusia dirimu unik..

seperti air yg kita genggam dgn tangan maka yg lain akan terbuang,seperti udara yg kita hirup tak lbh...seperti panas yg kita butuhkan,kematian adl takdir doa N iktiar yg berjalan di dunia ini N seperti itulah kehidupan

astrid savitri said...

Jadi inget buku yg pernah aku baca bhw kewibawaan priyayi jawa jaman dulu diukur dari tiga hal; tanah, burung peliharaan dan perempuan.

Skrg kekayaan seseorang juga masih dilihat lewat seberapa luas tanah yg dipunyai, seberapa banyak jaguar yg nangkring di garasi dan seberapa banyak perempuan yg rela ditiduri, hehe..

Anonymous said...

aku melu koment ya mas..
Sebenernya kita smua kontrak ya... ama Gusti Allah..
Imbalane menjaga keseimbangannya..
Porsi untuk sudah terbagi2...
Jika porsi untuk alam terenggut maka musibah yang datang..
nyambung ra to...he he

dee said...

inget jg cerita anjing yang tamak ga? nasibnya nyaris sm dengan si petani..

saya pernah baca bukunya Toha Mochtar, Pulang. Mencintai tanah sebenernya mengolah apa kita kita punya walaupun kecil, hingga bs menghasilkan sesuatu yg bermanfaat..

Gudang Kambing said...

ya begitulah manusia, kadang sedikit bersyukur saja perlu diomeli sama ustadz......

almascatie said...

dah cium tanah pagi ini saudaraku??

Anonymous said...

mencintai kok ya sama tanah sih ?

amethys said...

mencintai tanah harusnya ya merawat, bukan merusaknya....

supaya kelak, tanah itu akan memeluk tubuh kita dengan penuh cinta juga.....

bener rak yur?

Anonymous said...

weh, kalau ndak ada tanah, mau dikubur dimana kalau nanti mati hehehe..

sayurs said...

#anang: betul mas, kabeh kebagian, yo ra..

#regsawoman: karepmu yu..

#topan: lha iyo bro, nyante ae..

#judith: tanah di renovasi dadi opo maneh ?

#om fetro: lha iya to, ga berminat jadi broker rumah masa depan ? ha..ha..

#gelly: begitulah nduk, so ?

#astrid: dan berapa proyek yang ia bekingi, right mom ?

#bunda amal: hooh bun, tapi akehe do ra nggenah, sak geleme dewe ya..

#dee: idealnya begitu, tapi ?

#xo: nah, kan ?

#almaz: teteph, olwess..

#elys: koyo kurang gawean ya bu.. :D

#wieda: bener bu.. bener.. kliatane gitu..

#mew: dicor jadi patung taruh pinggir kali.. ha..ha..