Tubuhnya terbaring lemah. Kurus seakan hanya kulit yang membungkus
tulang. Matanya terpejam. Dahinya dipenuhi kerutan kasar. Rambutnya
telah habis rontok. Sesekali dia
menggumankan keluhan. Aku terpana memandangnya. Ah, aku memandangnya sambil bertanya dalam
hatiku. Diakah teman yang pernah bersamaku mengalami keceriaan hidup?
Diakah teman yang dulu selalu bersemangat dalam mengatasi
masalah-masalah yang melanda kami? Diakah itu? Kemanakah perginya
semangat, ambisi, harapan dan kecerdasannya? Kemanakah perginya hati
yang teramat lembut dalam menghadapi kekerasan dan tantangan yang kami
hadapi? Kemanakah?
Hanya beberapa bulan lalu, dia masih tegar saat menerima berita tentang
kanker yang mendera ususnya. Dan dengan tertawa berkata bahwa dia takkan
takluk dengan penyakitnya. Kini, di sini, di atas pembaringan sebuah rumah sakit swasta, aku memandang tubuhnya yang kian
melemah akibat proses kemoterapi dan perjalanan penyakit yang tak lagi
mampu dibendung. Kritis setelah dua kali operasi yang dilakukan untuk
membuang sel-sel kanker yang menggerogoti ususnya, dan pada akhirnya
sadar bahwa semuanya tak mungkin lagi dihentikan. Semuanya berjalan
sesuai proses alami yang telah terjadi. Dan waktu hampir tiba baginya.
Pada akhirnya, toh, kita semua akan menjalani
proses akhir ini. Pada akhirnya kita semua akan menuju ke sana. Akhir perjalanan diri.
Matanya tetap terpejam. Namun dari sela-sela
kelopaknya yang tertutup itu, mengalir tetesan air, bening dan lembut.
Ah..., gumamnya perlahan. Aku mengira dia ingin menggumamkan sesuatu,
namun tak mampu lagi dia mengutarakannya sendiri. Apa yang sedang
dirasakannya? Apa yang sedang berada dalam pikirannya? Apa yang ingin
dikatakannya? Dunia perlahan-lahan telah meninggalkan dirinya. Tubuhnya
telah kalah. Tetapi aku merasakan bahwa dia masih sadar dan tetap sadar
dalam ketidak-mampuannya untuk menyuarakan keadaannya sendiri. Dimanakah
dia sekarang? Sementara aku berdiri di sampingnya, memegang tangannya,
berbisik di samping telinganya, memanggil namanya, dia tak lagi berada
bersamaku. Aku merasakan betapa kian jauh dia. Kian jauh pergi.
Jauh....
Gusti Sang Kuasa, siapakah manusia yang lemah ini?
Siapakah kami, yang saat demikian kuat dan bugar, mampu melawan apa
saja tanpa pernah mau untuk merasa kalah? Siapakah kami, yang bisa
demikian angkuh untuk mencari aneka jawaban atas kehidupan yang telah
kau ciptakan untuk pada akhirnya hanya bisa pasrah terbaring lemah tanpa
mampu berbuat apa-apa lagi? Aku sungguh tergetar saat menyaksikan dan mendampingi tubuh sahabatku
ini. Tubuh yang pernah demikian gesit dan lincah menghadapi segala macam
cobaan. Tubuh yang pernah demikian tegas dan tegar menerima segala
akibat dari apa yang kami lakukan dulu. Mengapa
hanya tersisa sesosok tubuh yang demikian lemah dan tak mampu lagi
menggerakkan tangannya sekalipun? Dimanakah dia saat ini? Dimana?
Dari luar ruangan ICU
ini, sayup-sayup aku mendengarkan suara riuh percakapan orang-orang
yang mungkin sedang membicarakan peristiwa atau orang-orang yang mereka
kenal. Namun di dalam ruangan ini, hanya ada kesunyian
berdiam diri, mengambang di udara yang berbau obat dan bunyi kelikan
mesin penyambung jiwa. Pada akhirnya, kita semua akan sendirian bergulat
dengan diri kita. Aku yang berada di sisi sahabatku ini, tiba-tiba merasa
demikian terpencil. Jauh dan sendirian. Dalam hatiku bergulat banyak
pertanyaan yang dengan kesadaran penuh, kutahu, takkan pernah dapat
kujawab. Semua peristiwa yang telah silam, kembali dalam kenanganku.
Namun aku tahu bahwa segala sesuatu takkan bisa kembali. Ya, waktu yang
telah lewat akan menjadi masa lampau dan suatu saat terbenam dengan
senyap dalam ingatan. Dengan sedih aku menggenggam tangan temanku ini,
mendoakannya sejenak, berbisik di telinganya untuk tetap tabah menerima
akhir yang tiba. Lalu aku bangkit, meninggalkan ruangan ini,
menanggalkan piyama hijau dan menggantungkannya di
tempatnya, kemudian keluar. Dunia nampak tidak berubah. Tetapi aku
merasa amat sendiri. Hanya sendiri...
3 comments:
ahhh,,,
semoga diberi jalan yg terbaik
Innalillah...
Begitulah manusia...
Pada akhirnya berakhir dengan cara berbaring, terbaring, atau dibaringkan...
#regso: amin... suwun, dhe
#mew: sesungguhnya semua makhluk ciptaan akan kembali pada penciptanya.. :)
Post a Comment