... urip opo anane kadyo ilining banyu, ora kedhuwuren gegayuhan, ora kejeron pasrahe ...

Friday, April 11, 2008

Pesaing Tuhan

Terlanjur bikin setting negara ber-Tuhan, tapi wacana tentang Tuhan dan ajarannya hanya dispekulasikan. Tuhan bahkan dikarang atau diciptakan sendiri. Tuhan harus ngikut macam-macam pendapat manusia tentang diri-Nya. Tuhan sendiri tidak pernah ditanyai. Seakan-akan manusia menemukan Tuhan melalui investigasi ilmiah atau riset akademis. Seakan-akan manusia sanggup mengenali Tuhan, malaikat, neraka, sorga, setan, jin, konsep dosa dan pahala, dan sebagainya, melalui upaya prestatif manusia sendiri.

Pada akhirnya, benturan yang dialami manusia adalah mengenai “kebahagiaan yang sejati”. Persyaratan untuk bahagia tidak secara mendasar dipenuhi. Tidak ada tuntunan sejarah yang mendorong manusia untuk menemukan dirinya dalam koordinat kenyataan hidup di mana dia terletak. Manusia juga tidak memiliki peluang memahami dan mengadaptasikan dirinya pada “syariat sosial” (istilah Cak Nun) untuk menemukan pola manajemen dirinya yang baik. Istilah “syariat sosial” dipakai untuk memudahkan asosiasi pembedaan antara tata nilai horisontal dengan tata nilai vertikal, serta komprehensi atas keduanya.

Untuk mencapai kebahagiaan, umumnya orang mengandalkan tiga-ta: harta, tahta, wanita. Masalahnya adalah ada perbedaan serius antara tolok ukur horisontal mengenai tiga hal itu dengan tolok ukur vertikal. Apa yang dalam syariat horisontal disebut menguntungkan, menurut tolok ukur vertikal merugikan.

Melakukan shalat itu tidak produktif, wasting time dan ngoyoworo, menurut mata horisontal, kecuali kalau shalat merupakan syarat untuk memenangkan tender. Mendapatkan uang banyak dan memasukkannya ke kantong, menurut tolok ukur horisontal ada keuntungan, kegembiraan. Tetapi mengeluarkan uang tanpa disertai janji laba horisontal apa-apa, menurut syariat vertikal, adalah sebuah kelegaan, keberuntungan.

Itu sekedar contoh sederhana. Manusia tampaknya cenderung mempersaingkan dirinya dengan Tuhan dalam konsep, wacana dan manifestasi tentang kebahagiaan. Dan Tuhan tampaknya cool-cool saja membiarkan diri-Nya disaingi.

Manusia menempuh, mengejar, merampas segala sesuatu yang ia anggap sebagai “onderdil” kebahagiaan, padahal Tuhan berkata sebaliknya. Kelak manusia terjebak dan frustasi sendiri di masa tuanya, kemudian membungkuk-bungkuk minta ampun, dan Tuhan menyediakan luasnya ampunan. Kurang opo Pengeranmu ?

9 comments:

amethys said...

hihihi.....ngomong no "sak iki" maning kang????

wuihhhh ...sombongnya manusia mau nyaingin Tuhan...

tapi kang...eling....kebahagiaan itu datangnya dari dalam hati...bukan dari "sak iki"

*pomaneh mergo wong wadon lan tahta*...jo ngasi yo

sayurs said...

#wieda: sabar.. sabar bu.. "umumnya orang .." ya moga2 ga katut lah.. btw suwun ya bu..

Rey said...

ra mudeng aku... sing penting dadi wong ki ra sah neko2, lakonono sing diprentah Gusti Pengeran (kethok'e gampil, ning sakjane angel) :)

Me said...

Wah artikelnya beraaaats nih.
Manusia memang selalu merasa kekurangan dan lupa bersyukur!

rizky said...

mas Sayur aQ juga ingin memiliki Tiga-ta yang seperti disebutkan mas sayur......

Anonymous said...

sendiko dawuh njeng sinuhun, petuah panjenengan kula tampi .

Ugi matur nuwun tulisan punika saget damel pembelajaran dumateng kula pribadi .

Salam taklim

astrid savitri said...

"Tugas manusia adalah menjadi manusia" (Multatuli)


Persoalannya; manusia gak ngerti tugas ini, kadang manusia berperan jadi tuhan dan kadang malah jadi setan..

Anonymous said...

nice posting :)

Cak Lim said...

Jika manusia sadar akan nilai ke-diri-annya, dan ia ma`rifat serta mau i`tiraf akan ke-hambaannya, maka pasti ia akan tampil sebagai "budak-Nya" ~bukan sebagai pesaingNya. Itu jelas tak nyucuk kulaane tho!!. Tapi dasar manusia itu mbegedut ~ia memaksasakan diri sebagai pesaing Tuhan dengan mengapling kuasa Tuhan. Dimensi ritual milikNya dan dimensi sosial adalah milik manusia itu sendiri. Ingat jika manusia mencoba memaksakan dimensi sosial berdasarkan nafsunya, maka yang bicara adalah kepentingannya. Bukan berarti aku teo-krasi oriented, namun aku mencoba untuk selalu memahami arti aku, dan Dia!!! Suwun !